Ketika semua orang berlomba-lomba diet sehat untuk memperoleh berat badan yang ideal, tidak berlaku bagi Tia. Apapun, tanpa berpikirpun, selagi perut nerima, semua masuk ke dalam mulut berbibir sedikit tebal itu.
"Makan banyak, tapi gak gemuk-gemuk."
Komentar seperti itu jangan ditanya lagi, sudah seperti obat anti alergi oleh perempuan kutilang ini.
Tenang, doi tidak akan marah aku bilang kutilang. "Nyatanya kayak gitu, gimana mau marah?" ungkapnya cuek.
"Emang, mbak Tia gak pernah coba program menaikkan badan ideal?"
Pernah kami sedikit kesal dengan gaya masa bodohnya dia terhadap komentar-komentar mulut yang tidak bertanggung jawab tentang badannya. Bagaimanapun, Tia itu sudah hampir lima tahun sepenanggungan bekerja sama dengan kami, aku dan Alia.
Sejenak, Tia menghembuskan nafas lelahnya, " jangan ditanya Al, dari gue masih ingusan, emak gue udah ngasih vitamin penambah berat badan, vitamin pembuka selera makan, yang seperti itulah. Banyak. Gue juga udah ikutan senam olah tubuh. Apalagi? Ah ya, udah konsul ke dokter juga. Pokoknya rasanya udah maksimallah ikhtiar gue."
Wajah Tia begitu tampak putus asa dan pasrah. Perempuan mana yang tidak menginginkan berat yang ideal? Begitupun Tia.
"Tapi, kalau kata Sang Pencipta gue gini, ya akan tetap gini. Gue ingat kata dokter waktu itu, yang penting sehat dan bersyukut aja." lanjutnya dengan sedikit senyum yang ... nrimo.
"Ya udah, terusin sikap masa bodoh lo itu terhadap nyinyiran di luar sana. Udah cakep, kok, gaya lo." sambungku menghiburnya.
"Benar, Mbak. Kalaupun Mbak merasa butuh pundak atau tempat bersandar, seperti biasa, kita selalu ada." lanjut Alia ikut bersimpati.
"Beruntung banget gue punya teman kayak lo berdua. Makasih banget, lho, tapi ... gue lagi gak butuh bahu atau tempat sandaran ...,"
Aku dan Alia saling pandang, mengerti akan sambungan dari kalimat perempuan teresek yang ada di ruangan ini. Kemudian, kami berdua auto sibuk di depan lepi masing-masing.
"Ish, aku tuh gak bisa diginiin!"
Drama.
Masa bodohlah.
~~~
Cerita lainnya → CLBK
"Makan banyak, tapi gak gemuk-gemuk."
Komentar seperti itu jangan ditanya lagi, sudah seperti obat anti alergi oleh perempuan kutilang ini.
Tenang, doi tidak akan marah aku bilang kutilang. "Nyatanya kayak gitu, gimana mau marah?" ungkapnya cuek.
"Emang, mbak Tia gak pernah coba program menaikkan badan ideal?"
Pernah kami sedikit kesal dengan gaya masa bodohnya dia terhadap komentar-komentar mulut yang tidak bertanggung jawab tentang badannya. Bagaimanapun, Tia itu sudah hampir lima tahun sepenanggungan bekerja sama dengan kami, aku dan Alia.
Sejenak, Tia menghembuskan nafas lelahnya, " jangan ditanya Al, dari gue masih ingusan, emak gue udah ngasih vitamin penambah berat badan, vitamin pembuka selera makan, yang seperti itulah. Banyak. Gue juga udah ikutan senam olah tubuh. Apalagi? Ah ya, udah konsul ke dokter juga. Pokoknya rasanya udah maksimallah ikhtiar gue."
Wajah Tia begitu tampak putus asa dan pasrah. Perempuan mana yang tidak menginginkan berat yang ideal? Begitupun Tia.
"Tapi, kalau kata Sang Pencipta gue gini, ya akan tetap gini. Gue ingat kata dokter waktu itu, yang penting sehat dan bersyukut aja." lanjutnya dengan sedikit senyum yang ... nrimo.
"Ya udah, terusin sikap masa bodoh lo itu terhadap nyinyiran di luar sana. Udah cakep, kok, gaya lo." sambungku menghiburnya.
"Benar, Mbak. Kalaupun Mbak merasa butuh pundak atau tempat bersandar, seperti biasa, kita selalu ada." lanjut Alia ikut bersimpati.
"Beruntung banget gue punya teman kayak lo berdua. Makasih banget, lho, tapi ... gue lagi gak butuh bahu atau tempat sandaran ...,"
Aku dan Alia saling pandang, mengerti akan sambungan dari kalimat perempuan teresek yang ada di ruangan ini. Kemudian, kami berdua auto sibuk di depan lepi masing-masing.
"Ish, aku tuh gak bisa diginiin!"
Drama.
Masa bodohlah.
~~~
Cerita lainnya → CLBK
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku