Langsung ke konten utama

Hijrah Rasa (6)

Sebelumnya → Hijrah Rasa (5)

◆◆◆

"Aku ke teman-teman dulu, ya." Pamit Gema, yang fokusnya tentu pada Gita. "Ntar pulang bareng, bisa?" Lanjut pemuda itu sedikit berbisik namun, masih terdengar oleh Qia.

"Aku ada, lho, Ge." Tanpa maksud menyindir cowok itu, Qia menatap serius manik mata yang terlihat sebal.

Ini bukan kali pertama Qia, teman sepermainan Gita itu menganggu. Tujuannya baik, Gema tahu itu. Tapi ... ya, gimana ya?

"Iya, iya." jawab Gema kesal sambil berlalu. Malas, ntar dapat kultum lagi.

"Kesempatan banget, sih." Senggol bahu Qia ke Gita setelah ambil posisi duduk.

"Gue lagi, gak mood dikasih kultum, Qi." jawab Gita yang sepertinya terkena virus malas Gema.

"Aku juga lagi malas kasih kultum, tuh." ujar Qia cuek.

Gaya temannya ini seketika membuat darah Gita naik. "Dengar, ya, Sayang. Kita itu pacarannya, pacaran sehat. Dengar, pa ca ran se hat. Jangankan kiss-kissan, pegangan aja gak!" Bela Gita penuh emosi.

"Nah, ayo ... ngarep 'kan, dapat permen kiss? Aku gak bilang gitu, lho tadi."

"Ish. Nyebelin!" rajuk Gita membuat Qia terkekeh.

"Git, sekarang kamu bisa bilang sehat. Tapi, nanti, ada jaminan gak, tuh, si bulat ungu gak ada diantara kalian? Lagi jalan berdua, gak sengaja tangan saling bersenggolan. Trus, mulai digenggam. Trus, didekap. Trus, melangkah ke tempat yang agak lengang. Trus ...."

"Iya, Qi, iya. Pacaran sehat itu cuma bisa setelah nikah. Tapi, gimana dengan hati gue yang sudah terlanjur ini?"

Tangis Gita pecah. Dia juga tidak menyangka akan membuat soulfriend-nya ini baper. Kalau seperti ini, tidak akan mempan jika diberi nasihat lagi. Jadinya, Qia hanya mengusap-usap punggung Gita yang posisinya menungkupkan kepala di paha Qiara.

"Lo karna belum pernah ngerasain gimana punya perasaan nyaman sama cowok, sih, Qi. Jadi gampang ngomong gak boleh pacaran. Coba aja nanti lo sempat naksir cowok."

Bagaimanapun, yang dikatakan Gita benar. Qia belum pernah di posisi ada rasa yang tak biasa di hatinya. Qia juga tidak tahu, ternyata masalah hati seperti ini itu berat bagi remaja yang sedang mencari jati diri.

Mungkin ini yang dimaksud ustazahnya waktu di pesantren. Jangan pernah bermain dengan hati, sekalipun mengujinya. Berat. Jadi, selagi bisa menghindar, lebih baik jauh-jauh saja dari yang bukan mahram kita.

Aish. Kali ini, Qia merasa langkahnya benar-benar salah. Dalam hati, Qia istighfar, berdoa agar Allah tidak menguji hatinya dengan yang katanya virus merah jambu itu. Na'udzubillah mindzalik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...