Breeet.
Kepala ini langsung menoleh ke bunyi kertas yang baru saja dirobek. Sementara, pelaku dengan mata bening berwajah polos itu memandangku dengan raut cemas.
Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, terbukti buku-buku full colour itu sudah diperban di mana-mana. Dulu, pertama-tama mulai koleksi buku anak, sedikit histeris jika ada kejadian robek-merobek. Mungkin itu juga, yang membuat Hasyim jadi tidak mau menyentuh buku mulanya.
Padahal, saya sengaja menghadirkan buku-buku di sekitar tempatnya bermain. Beberapa hari, masih saja Hasyim tidak tertarik. Saya menambah tumpukkan buku, bahkan sedikit membiarkan berantakkan di dekat dia bermain. Ternyata, sama saja, tetap tak peduli.
Jadi, Moms, tak apa buku-buku itu robek sedikit. Masih bisa di lem. Namun, jika mentalnya yang robek karena kita tidak terima buku rusak, lem apapun tak akan dapat memperbaiki jiwanya.
Rasa putus asa yang tadi hampir menyarang, pergi saat saya dengan malas-malasan membuka buku-buku tadi satu per satu. Membalik tiap halaman dengan hanya membaca sedikit. Tak lama, Hasyim ikutan duduk dan membalik-balik halaman buku lain. Senang, tentu saja. Ternyata benar, anak lebih mengerti jika kita mencontohkan langsung, bukan dengan suara.
Untuk urusan sobek-menyobek, saya siasati dengan memberi kertas-kertas bekas. Jika Hasyim mulai tampak ingin merobek, saya alihkan pada kertas. Sambil terus disounding, "Buku untuk dibaca, ya, Nak. Kalau mau sobek-sobek, kertas aja, lebih gampang." Saya mencontohkan bagaimana merobek kertas yang ada di dekatnya.
Selanjutnya, saya googling mencari tahu bagaimana cara menumbuhkan minat baca anak. Salah satu pengalaman seorang ibu agar anaknya suka membaca adalah, membaca dengan suara nyaring, sekalipun anak tidak tertarik. Hal itu dilakukannya setiap hari. Hingga suatu waktu, beliau merasa lelah, lalu memilih tidak membaca nyaring di dekat si anak.
"Bunda, kenapa tidak membaca lagi? Aku suka mendengarnya."
Begitu ucap anaknya yang membuat semangat sang Bunda kembali berkobar. Perlahan, mulailah dia mengajak anak duduk di sampingnya. Semakin hari, semakin banyak buku yang mereka baca.
Saya mencoba cara tersebut, tanpa waktu yang lama, Hasyim yang sedang asik bermain, memilih duduk di samping, mendengar saya membaca kata demi kata.
Namun, itu tidak berlangsung lama. Hasyim seperti bosan, padahal, bahasa yang digunakan buku tersebut, bahasa yang ringan. Apa yang bisa saya lakukan lagi?
Membaca nyaring, tapi dengan intonasi yang sangat pelan. Mungkin, saya terlalu cepat membacanya. Berhasil, Hasyim duduk lebih lama dari biasa. Lalu, mulai bertanya arti kata yang tidak dia mengerti. Dari pertanyaannya, saya menceritakan kembali dengan bahasa yang kami pakai sehari-hari (Minang). Hasilnya? Hasyim betah.
Pada akhirnya, dibacakan buku menjadi candu bagi Hasyim. Saat tantrum datang menyapa si Sulung, dibujuk dengan membaca buku, jarang sekali ditolak. Bahkan saat dia terbangun di tengah malam, Hasyim meminta dibacakan buku. Bisa dibayangkan, mata bangun tidur yang tiba-tiba, lalu disuruh membaca? Belum lagi suara yang serak.
Kini, Hasyim berumur 6 tahun 5 bulan. Sudah bisa membaca sendiri. Seringkali tertidur dengan posisi wajah tertutup buku, atau buku di tangan. Saat bosan bermain, buku jadi pelariannya. Selalu ada buku terletak, di mana dia duduk.
Sementara, untuk adik-adiknya, perjuangan saya agar mereka berminat dengan buku, tidak sesusah saat mengajak Hasyim dulu. Melihat Udanya sering membaca buku saja, mereka juga ingin memegang buku. Sesekali, terdengar Hasyim membacakan buku untuk adiknya. Seringkali, membaca buku sebagai pengantar tidur mereka. Atau, janji saya jika mereka ikut membantu pekerjaan rumah.
Jangan berpikir, minat baca itu ada hubungannya dengan keturunan. Sama sekali tidak. Buktinya, saya yang bisa dikatakan tidak suka membaca, bisa memutus rantai malas membaca pada anak-anak.
Benar adanya hadist ini, "Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."
Jika kita lihat secara luas, hadist di atas bisa diterapkan untuk menumbuh kembangkan minat anak terhadap buku. Kebiasaan mereka terbentuk, dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh orang tuanya. Biasakan bacakan buku, hingga membaca menjadi kebiasaan mereka.
Menumbuh-kembangkan minat baca anak tidak selesai begitu saja sampai membaca menjadi candu bagi mereka. Seperti Hasyim yang jika sudah membaca, akan susah berhenti. Orang tua harus ingat dampak negatif dari membaca yang terus menerus.
Pertama, gaya anak membaca. Apakah tidur, atau duduk tapi jarak buku dengan mata begitu dekat. Biasakan gaya baca yang sehat pada anak.
Kedua, jika membaca sudah tidak bisa dipisahkan dari anak. Atur waktu lama membaca, satu atau dua jam. Selanjutnya, ajak anak berkegiatan di luar rumah, dan olah raga untuk mengendorkan otot-ototnya selama membaca.
Demikian pengalaman Ibu 3H dalam membentuk suka baca pada Hasyim, Hafshah, dan Hamzah. Ingat, anak lebih cepat merekam apa yang dilihatnya, diikuti dengan suara, daripada hanya menyuruh anak tanpa dicontohkan.
So, mulailah membiasakan membaca dari diri kita sebagai orang tua.
Semoga bermanfaat.
Kepala ini langsung menoleh ke bunyi kertas yang baru saja dirobek. Sementara, pelaku dengan mata bening berwajah polos itu memandangku dengan raut cemas.
Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, terbukti buku-buku full colour itu sudah diperban di mana-mana. Dulu, pertama-tama mulai koleksi buku anak, sedikit histeris jika ada kejadian robek-merobek. Mungkin itu juga, yang membuat Hasyim jadi tidak mau menyentuh buku mulanya.
Padahal, saya sengaja menghadirkan buku-buku di sekitar tempatnya bermain. Beberapa hari, masih saja Hasyim tidak tertarik. Saya menambah tumpukkan buku, bahkan sedikit membiarkan berantakkan di dekat dia bermain. Ternyata, sama saja, tetap tak peduli.
Jadi, Moms, tak apa buku-buku itu robek sedikit. Masih bisa di lem. Namun, jika mentalnya yang robek karena kita tidak terima buku rusak, lem apapun tak akan dapat memperbaiki jiwanya.
Rasa putus asa yang tadi hampir menyarang, pergi saat saya dengan malas-malasan membuka buku-buku tadi satu per satu. Membalik tiap halaman dengan hanya membaca sedikit. Tak lama, Hasyim ikutan duduk dan membalik-balik halaman buku lain. Senang, tentu saja. Ternyata benar, anak lebih mengerti jika kita mencontohkan langsung, bukan dengan suara.
Untuk urusan sobek-menyobek, saya siasati dengan memberi kertas-kertas bekas. Jika Hasyim mulai tampak ingin merobek, saya alihkan pada kertas. Sambil terus disounding, "Buku untuk dibaca, ya, Nak. Kalau mau sobek-sobek, kertas aja, lebih gampang." Saya mencontohkan bagaimana merobek kertas yang ada di dekatnya.
Selanjutnya, saya googling mencari tahu bagaimana cara menumbuhkan minat baca anak. Salah satu pengalaman seorang ibu agar anaknya suka membaca adalah, membaca dengan suara nyaring, sekalipun anak tidak tertarik. Hal itu dilakukannya setiap hari. Hingga suatu waktu, beliau merasa lelah, lalu memilih tidak membaca nyaring di dekat si anak.
"Bunda, kenapa tidak membaca lagi? Aku suka mendengarnya."
Begitu ucap anaknya yang membuat semangat sang Bunda kembali berkobar. Perlahan, mulailah dia mengajak anak duduk di sampingnya. Semakin hari, semakin banyak buku yang mereka baca.
Saya mencoba cara tersebut, tanpa waktu yang lama, Hasyim yang sedang asik bermain, memilih duduk di samping, mendengar saya membaca kata demi kata.
Namun, itu tidak berlangsung lama. Hasyim seperti bosan, padahal, bahasa yang digunakan buku tersebut, bahasa yang ringan. Apa yang bisa saya lakukan lagi?
Membaca nyaring, tapi dengan intonasi yang sangat pelan. Mungkin, saya terlalu cepat membacanya. Berhasil, Hasyim duduk lebih lama dari biasa. Lalu, mulai bertanya arti kata yang tidak dia mengerti. Dari pertanyaannya, saya menceritakan kembali dengan bahasa yang kami pakai sehari-hari (Minang). Hasilnya? Hasyim betah.
Pada akhirnya, dibacakan buku menjadi candu bagi Hasyim. Saat tantrum datang menyapa si Sulung, dibujuk dengan membaca buku, jarang sekali ditolak. Bahkan saat dia terbangun di tengah malam, Hasyim meminta dibacakan buku. Bisa dibayangkan, mata bangun tidur yang tiba-tiba, lalu disuruh membaca? Belum lagi suara yang serak.
Kini, Hasyim berumur 6 tahun 5 bulan. Sudah bisa membaca sendiri. Seringkali tertidur dengan posisi wajah tertutup buku, atau buku di tangan. Saat bosan bermain, buku jadi pelariannya. Selalu ada buku terletak, di mana dia duduk.
Sementara, untuk adik-adiknya, perjuangan saya agar mereka berminat dengan buku, tidak sesusah saat mengajak Hasyim dulu. Melihat Udanya sering membaca buku saja, mereka juga ingin memegang buku. Sesekali, terdengar Hasyim membacakan buku untuk adiknya. Seringkali, membaca buku sebagai pengantar tidur mereka. Atau, janji saya jika mereka ikut membantu pekerjaan rumah.
Jangan berpikir, minat baca itu ada hubungannya dengan keturunan. Sama sekali tidak. Buktinya, saya yang bisa dikatakan tidak suka membaca, bisa memutus rantai malas membaca pada anak-anak.
Benar adanya hadist ini, "Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."
Jika kita lihat secara luas, hadist di atas bisa diterapkan untuk menumbuh kembangkan minat anak terhadap buku. Kebiasaan mereka terbentuk, dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh orang tuanya. Biasakan bacakan buku, hingga membaca menjadi kebiasaan mereka.
Menumbuh-kembangkan minat baca anak tidak selesai begitu saja sampai membaca menjadi candu bagi mereka. Seperti Hasyim yang jika sudah membaca, akan susah berhenti. Orang tua harus ingat dampak negatif dari membaca yang terus menerus.
Pertama, gaya anak membaca. Apakah tidur, atau duduk tapi jarak buku dengan mata begitu dekat. Biasakan gaya baca yang sehat pada anak.
Kedua, jika membaca sudah tidak bisa dipisahkan dari anak. Atur waktu lama membaca, satu atau dua jam. Selanjutnya, ajak anak berkegiatan di luar rumah, dan olah raga untuk mengendorkan otot-ototnya selama membaca.
Demikian pengalaman Ibu 3H dalam membentuk suka baca pada Hasyim, Hafshah, dan Hamzah. Ingat, anak lebih cepat merekam apa yang dilihatnya, diikuti dengan suara, daripada hanya menyuruh anak tanpa dicontohkan.
So, mulailah membiasakan membaca dari diri kita sebagai orang tua.
Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku