Tanpa Tuan Mahmed jawabpun, Jian bisa menebak apa yang akan atau mungkin sedang terjadi di bangunan berbatu banyak di sana. Batin Jian bergejolak, segera saja lelaki berbadan tegap itu meminta izin pada tuannya dengan alasan, ada sedikit keperluan.
Langkah Jian begitu tergesa menuju istana. Hanya satu tujuannya, ingin mengetahui apakah sang raja, penyelamat hidupnya baik-baik saja?
Tidak susah bagi Jian untuk memasuki istana megah tersebut. Lelaki santun itu sudah menjadi tangan kanan raja sekalipun tidak menetap di dalam istana.
"Hamba ... hanya ingin hidup menjadi rakyat biasa, Baginda. Walaupun hamba tinggal di luar sana, hidup ini siap hamba pertaruhkan kepada engkau." Begitulah jawaban jumawa dari Jian, saat raja memintanya untuk menetap di dalam istana.
Pikiran yang sedang berkelana, membuyarkan sedikit fokus Jian saat masih berlari-lari kecil menuju ruangan raja. Hampir saja pemuda itu menubruk seseorang yang juga hendak memasuki ruangan raja.
Sigap, tangan kekar itu meraih apa saja sebagai pegangan agar tidak menimpa yang ternyata Sang Putri Raja. Tangan kekar itu akhirnya bertumpu pada tiang di sisi pintu ruangan yang hendak mereka masuki.
Netra keduanya sama-sama membesar. Jian yang terkejut menatap wajah yang tepat di samping lengan besarnya, dan sang Putri yang syok melihat tanda lahir di tangan kanan tersebut.
Langsung saja, tatapan Sofija beralih ke wajah yang tidak jauh dari hadapannya, "siapa namamu?" tanyanya tanpa basa-basi.
Jian segera memperbaiki posisinya dan sedikit menunduk menjawab. Kemudian, Sofija berlalu begitu saja saat mulut itu melontarkan nama yang berbeda dari harapannya.
Wajah Jian tampak sangat heran melihat tingkah Sang Putri, tapi dia sadar diri, memilih mengikuti Sofija dari pada memenuhi rasa penasaran.
"Anakku, duduklah di sini." Sambut ayah Sofija menepuk-nepuk bangku di sebelahnya. "Wah, kebetulan sekali. Jian, silahkan-silahkan." lanjut Sang Raja dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Sebelumnya, perkenalkan, hamba Kim Xander." Pemuda tersebut berdiri dari tempat duduknya, dengan tangan di dada, membungkuk memperkenalkan diri.
Tidak hanya mata lentik sang Putri yang membola, sepasang mata di balik pintu ruangan raja pun membesar seolah lepas dari kelopaknya.
Cerita di atas adalah salah satu cuplikan cerita pendek estafet dari kelas literasi dan bahasa IP Padang.
Penasaran lanjutannya? Nantikan di
Langkah Jian begitu tergesa menuju istana. Hanya satu tujuannya, ingin mengetahui apakah sang raja, penyelamat hidupnya baik-baik saja?
Tidak susah bagi Jian untuk memasuki istana megah tersebut. Lelaki santun itu sudah menjadi tangan kanan raja sekalipun tidak menetap di dalam istana.
"Hamba ... hanya ingin hidup menjadi rakyat biasa, Baginda. Walaupun hamba tinggal di luar sana, hidup ini siap hamba pertaruhkan kepada engkau." Begitulah jawaban jumawa dari Jian, saat raja memintanya untuk menetap di dalam istana.
Pikiran yang sedang berkelana, membuyarkan sedikit fokus Jian saat masih berlari-lari kecil menuju ruangan raja. Hampir saja pemuda itu menubruk seseorang yang juga hendak memasuki ruangan raja.
Sigap, tangan kekar itu meraih apa saja sebagai pegangan agar tidak menimpa yang ternyata Sang Putri Raja. Tangan kekar itu akhirnya bertumpu pada tiang di sisi pintu ruangan yang hendak mereka masuki.
Netra keduanya sama-sama membesar. Jian yang terkejut menatap wajah yang tepat di samping lengan besarnya, dan sang Putri yang syok melihat tanda lahir di tangan kanan tersebut.
Langsung saja, tatapan Sofija beralih ke wajah yang tidak jauh dari hadapannya, "siapa namamu?" tanyanya tanpa basa-basi.
Jian segera memperbaiki posisinya dan sedikit menunduk menjawab. Kemudian, Sofija berlalu begitu saja saat mulut itu melontarkan nama yang berbeda dari harapannya.
Wajah Jian tampak sangat heran melihat tingkah Sang Putri, tapi dia sadar diri, memilih mengikuti Sofija dari pada memenuhi rasa penasaran.
"Anakku, duduklah di sini." Sambut ayah Sofija menepuk-nepuk bangku di sebelahnya. "Wah, kebetulan sekali. Jian, silahkan-silahkan." lanjut Sang Raja dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Sebelumnya, perkenalkan, hamba Kim Xander." Pemuda tersebut berdiri dari tempat duduknya, dengan tangan di dada, membungkuk memperkenalkan diri.
Tidak hanya mata lentik sang Putri yang membola, sepasang mata di balik pintu ruangan raja pun membesar seolah lepas dari kelopaknya.
***
Cerita di atas adalah salah satu cuplikan cerita pendek estafet dari kelas literasi dan bahasa IP Padang.
Penasaran lanjutannya? Nantikan di
MAJALAH DIGITAL IP Padang -EKSPRESIANA-
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku