Suamiku mempunyai fans, itu kenyataan. Bermula mereka bertemu di Payakumbuh, saling menatap, berakhir diajak ke rumah.
Uda--suamiku--begitu memperhatikan mereka, wajahnya selalu tampak senang saat bertemu dengan penggemarnya itu. Begitupun sebaliknya, suara fans-nya selalu riuh terdengar saat bertatap muka dengan Uda.
Makin lama, mereka semakin banyak, selain makanan mereka yang selalu disediakan Uda, rumah-rumah mereka sudah seperti komplek perumahan, mereka datang dari berbagai daerah.
Tiap pagi dan petang, suara ribut akan terdengar di pintun depan. Mereka akan berteriak, dan mengejar Uda yang baru saja ke luar dari rumah. Selalu begitu. Jika Uda terlambat menemui mereka, di luar pintu depan rumah sudah terdengar bisikan ataupun pekikan.
Bagiku, tak masalah, asal jangan disuruh langsung bertatap muka dengan mereka. Walaupun, ada saatnya Uda tidak bisa mengatur mereka sendiri, ya ... aku judesin saja. Astaga. Mereka sama sekali tidak menyenangkan bagiku. Anak-anak pun sangat menyukai mereka, bahkan saling kejar-kejaran di halaman.
Makin ke sini, keturunan mereka semakin banyak. Uda mulai kewalahan, tempat tinggal mereka mulai tidak memadai. Pada akhirnya, dari beberapa, harus ada yang dikorbankan, menjadi santapan kami di meja makan.
"Kasihan, tapi bagaimana lagi." Curhat Uda sambil menikmati daging yang sudah krenyes, dengan sambal balado.
"Kalau gitu, jangan ditambah lagi. Ayam bangkok, kate, kalkun, angsa, bebek, masih gak cukup, Yah?"
Aku yang tidak begitu suka beternak, kadang gemes, "kecuali, mereka tidak sembarangan BAB." ujarku mengajukan syarat.
"Ibu tolong ajarin mereka ke WC," jawabnya santai.
"Gak lucu,"
"Iya, iya, besok dipagarin teras depan biar mereka gak masuk."
"Sekalian pagarin bunga-bunga Ibu, ya Yah. Pada mati itu diinjak mereka."
"Yang benar aja, Bu, semua dipagarin," melotot Uda ke arahku.
Aku mencebik, 'liat aja ntar, tak bantai satu per satu!'
***
Menulis ini, saya jadi instropeksi diri. Bukankah firman Allah, "sayangilah apa yajg ada di bumi, maka apa yang ada di langit akan menyayangimu."
Saya bukannya tidak menyayangi ciptaan Allah yang lain, just so so lah, saya juga tidak menyakiti binatang.
Apa perlu dicoba? Baiklah. But, not now.
Ada yang penyayang binatang?
Uda--suamiku--begitu memperhatikan mereka, wajahnya selalu tampak senang saat bertemu dengan penggemarnya itu. Begitupun sebaliknya, suara fans-nya selalu riuh terdengar saat bertatap muka dengan Uda.
Makin lama, mereka semakin banyak, selain makanan mereka yang selalu disediakan Uda, rumah-rumah mereka sudah seperti komplek perumahan, mereka datang dari berbagai daerah.
Tiap pagi dan petang, suara ribut akan terdengar di pintun depan. Mereka akan berteriak, dan mengejar Uda yang baru saja ke luar dari rumah. Selalu begitu. Jika Uda terlambat menemui mereka, di luar pintu depan rumah sudah terdengar bisikan ataupun pekikan.
Bagiku, tak masalah, asal jangan disuruh langsung bertatap muka dengan mereka. Walaupun, ada saatnya Uda tidak bisa mengatur mereka sendiri, ya ... aku judesin saja. Astaga. Mereka sama sekali tidak menyenangkan bagiku. Anak-anak pun sangat menyukai mereka, bahkan saling kejar-kejaran di halaman.
Makin ke sini, keturunan mereka semakin banyak. Uda mulai kewalahan, tempat tinggal mereka mulai tidak memadai. Pada akhirnya, dari beberapa, harus ada yang dikorbankan, menjadi santapan kami di meja makan.
"Kasihan, tapi bagaimana lagi." Curhat Uda sambil menikmati daging yang sudah krenyes, dengan sambal balado.
"Kalau gitu, jangan ditambah lagi. Ayam bangkok, kate, kalkun, angsa, bebek, masih gak cukup, Yah?"
Aku yang tidak begitu suka beternak, kadang gemes, "kecuali, mereka tidak sembarangan BAB." ujarku mengajukan syarat.
"Ibu tolong ajarin mereka ke WC," jawabnya santai.
"Gak lucu,"
"Iya, iya, besok dipagarin teras depan biar mereka gak masuk."
"Sekalian pagarin bunga-bunga Ibu, ya Yah. Pada mati itu diinjak mereka."
"Yang benar aja, Bu, semua dipagarin," melotot Uda ke arahku.
Aku mencebik, 'liat aja ntar, tak bantai satu per satu!'
***
Menulis ini, saya jadi instropeksi diri. Bukankah firman Allah, "sayangilah apa yajg ada di bumi, maka apa yang ada di langit akan menyayangimu."
Saya bukannya tidak menyayangi ciptaan Allah yang lain, just so so lah, saya juga tidak menyakiti binatang.
Apa perlu dicoba? Baiklah. But, not now.
Ada yang penyayang binatang?
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku