Langsung ke konten utama

Sulitnya Merubah Kebiasaan

"Bu ... nonton,"

"Yah ... boleh nonton, ya ...."

Rengekan Uda dan Uni seperti ini hampir setiap hari saya terima usai Ramadhan. Padahal, sebelum puasa, screen time mereka hanya Sabtu dan Ahad, itupun cuma 30 menit.

Tahun ini, tahun ke dua Uda belajar puasa. Jika cerita para tetua, tahun ke dua anak belajar puasa tidak sesulit tahun pertama. Nyatanya, tidak berlaku bagi Ibu 3H. Rasanya, makin geregetan dari tahun kemarin.

Jika tahun kemarin akan dibawa keliling-keliling nagari oleh Ayah, kali ini, karena PSBB, gimana mau ke luar rumah? Main di halaman rumah saja, harus mikir dua kali.

Jadilah, menonton jadi cara pembujukkan. Saat puasa, tahukan jam berapa perut terasa lapar? Jam 10-an, jam 2-an, lalu sebelum berbuka, ditambah saat sahur agar mau bangun. Itulah yang terjadi selama Ramadhan.

Saya angkat tangan. Sama sekali tidak bisa membujuk Uda agar lebih sabar. Apalagi, Uni dan si Adik tidak puasa, juga saya. Mau tidak mau, Ayah harus standby bersama Uda.

Bersama Ayah, Uda aman terkendali. Ya iyalah, kalau tidak pegang hp, ya diajak muter-muter. Bersama Ibu, Uda haus dan laparnya Uda langsung terasa, dan emosi doi menjadi tidak stabil, bawaanya bad mood. Gampang, mah, bagi saya, "Yuk, makan."

Terus Aki dan Nenek mereka menjadi nyinyir, ditambah mete-mete sang Ayah. Allahu ... karena menurut saya, nantinya mereka akan paham sesuai bertambahnya usia. Benar, harus diajarkan sedari dini. Namun, jika pemahaman mereka hanya sebatas menahan lapar dan haus, kasihan. Mau diberi pemahaman bagaimana puasa itu sebenarnya? Sudah. Kepala mereka juga belum sampai untuk mengerti hingga ke titik itu.

Astaghfirullah. Jadi mete-mete di sini. Bukan ini juga yang mau dibahas. Oke, tentang screen time tadi.

Dua puluh hari diberi izin menonton, terbiasa hingga kini. Kebiasaan sebelum puasa, harus dikembalikan. Dan itu syusyah, Gaes! Belum lagi emosi Uda masih gampang marah, menangis, lalu melampiaskan ke adiknya.

Sampai saat ini, belum berhasil. Sekalipun mereka sudah diberi pengertian, "Ingat dulu Ibu kasih nonton kalau sudah?"

"Mengaji,"

"Shalat,"

"Tolong ibu,"

"Pintar. Sekarang, kalau mau nonton harus kayak gitu lagi. Oke?"

"Oke!" jawab mereka serempak dan semangat. Seolah-olah mereka bisa menepati.

Beberapa jam kemudian.

Rengekkan itu datang lagi. Huft.

Ibu, mah, tegaan. Kalau sudah disepakati, kalau melanggar, menangis, ibu biarkan. Saat mereka sudah tenang kembali, saya akan memberi pengertian yang sama seperti sebelumnya. Untuk menghibur mereka, paling saya bacakan buku. Dan harus tamat satu buku saat itu juga.

Minum, mana minum?

Saya bisa mengubah kembali kebiasaan mereka. Insyaallah. Termasuk jam tidur yang sangat berantakkan.

Kebiasaan sebelum puasa, bangun subuh, tidur siang, tidur malam sebelum jam 21.00

Kini, bangun jam 08.00 tidak tidur siang, malam tidur lewat jam 21.00

Ter-la-lu

Kemudian, mereka diiming-imingi dengan cemilan. Kemudian, ibu harus lebih produktif di dapur. Kemudian, tumpukkan resep-resep simpel semakin menggunung, ekseskusi satu dua tiga. Kemudian, ayah sering dititipi cemilan, dan pengeluaran lebih banyak untuk cemilan.

Bismillah. Ibu, bisa mengubah kembali kebiasaan yang dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...