Pernah suka pada paras wajah cowok, ternyata orangnya sama? Aku pernah. Lima kali, orangnya dia lagi dia lagi.
Pertama kali lihat wajahnya, saat pulang buka bareng yang diadakan tempat kursus. Saling melambaikan tangan ketika akan melangkah berbeda arah.
"Pulang sama siapa, Dek?" tanya sesekakak, teman yang biasa jalan pulang bareng saat kursus selesai.
"Sendiri, Kak. Kita bareng ke luar, ya." Ajakku.
"Kakak dijemput," ujarnya lagi sambil menunjuk seorang laki-laki duduk di atas motor King dengan gaya kaki naik ke jok.
Pandangan ini mengikuti arah tunjukkan sesekakak. Mata kami sempat beradu sekian detik, tanpa ada reaksi apapun dari wajahku atau dia.
'Cakep suami si Kakak'
Waktu berlalu.
Aku yang sedang menikmati angin taman kampus, melihat seseorang yang asik untuk dipandangi, sorot mataku sedikit terpaku saat dia berjalan ke arahku.
'Hah? Dia ke sini?'
Otomatis, aku mundur duduk sedikit bersembunyi di balik punggung teman. Setelah itu baru sadar, kenapa harus sembunyi? Memangnya kenal? Ish.
Hampir setahun berlalu.
Aku dan dia akhirnya saling mengenal. Siapa yang mengetahui? Kami berjodoh. Hanya Allah.
Menjalani hari sebagai sepasang calon (eaa), tidak menutup mata untuk sekedar melihat ciptaan Tuhan yang lain. Sekedar lihat, dan bergumam 'cakep'.
Berjanji di taman kampus, aku melangkah ringan ke arah seseorang yang sedang menunggu. Namun, mata ini sedang dimanjakan sesosok berbadan tegap, berbaju merah, menyandang ransel hitam, berwajah asli Indo--kesukaanku--.
'Ini cowok kenapa senyum ke arah sini? Senyum ke aku, gak, sih?'
Mulai geer. Untuk memastikan, aku mencoba menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Langkah ini semakin dekat, kemudian tersadar, ternyata dia orang yang sama.
Apa aku belum hafal paras dia? Jadi pengen ketawa.
Kini, aku menjadi istrinya, setelah tiga kali menyukainya dari jauh. Tentunya masih tersimpan rapat di hati.
Hari itu, ada temannya datang berkunjung. Mereka hanya bicara di teras, aku melihat dari balik kaca berkelambu gorden putih menerawang.
Semua wajah seolah kurekam, lalu beralih ke wajah yang duduk menyamping.
'Eh, teman si Abang yang ini cakep.'
Masih saja, ya.
Lama kuperhatikan, saat dia sedikit menoleh ke arah jendela, ternyata dia adalah suamiku sendiri.
Yuk, ketawa. Wkwkwk. Beruntung, dia orang yang sama, aku selamat dari zina mata.
Terakhir kali aku menyukai sosok orang yang sama, masih melihat dari dalam rumah. Beberapa pemuda matang berjalan ke halaman rumah, dengan suara yang cukup riuh. Tertawa lepas.
Mata ini menangkap wajah yang hanya tersenyum kecil tapi begitu memikat. Apa karena dia tidak ikut tertawa? Tidak. Tapi wajahnya tipe yang aku suka. Kemudian dia bicara sedikit kencang, dan aku baru tau yang memiliki suara itu adalah orang yang sedang kupandangi, suamiku.
Masyaallah.
Jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apa aku belum hafal paras tubuhnya? Atau memang dia satu-satunya yang ada di kepala dan di hati? Yang pasti, itu adalah cara Allah menjaga mata dan hati ini.
By the way, dia ini adalah laki-laki yang kusangka suami sesekakak di atas :)
Pertama kali lihat wajahnya, saat pulang buka bareng yang diadakan tempat kursus. Saling melambaikan tangan ketika akan melangkah berbeda arah.
"Pulang sama siapa, Dek?" tanya sesekakak, teman yang biasa jalan pulang bareng saat kursus selesai.
"Sendiri, Kak. Kita bareng ke luar, ya." Ajakku.
"Kakak dijemput," ujarnya lagi sambil menunjuk seorang laki-laki duduk di atas motor King dengan gaya kaki naik ke jok.
Pandangan ini mengikuti arah tunjukkan sesekakak. Mata kami sempat beradu sekian detik, tanpa ada reaksi apapun dari wajahku atau dia.
'Cakep suami si Kakak'
Waktu berlalu.
Aku yang sedang menikmati angin taman kampus, melihat seseorang yang asik untuk dipandangi, sorot mataku sedikit terpaku saat dia berjalan ke arahku.
'Hah? Dia ke sini?'
Otomatis, aku mundur duduk sedikit bersembunyi di balik punggung teman. Setelah itu baru sadar, kenapa harus sembunyi? Memangnya kenal? Ish.
Hampir setahun berlalu.
Aku dan dia akhirnya saling mengenal. Siapa yang mengetahui? Kami berjodoh. Hanya Allah.
Menjalani hari sebagai sepasang calon (eaa), tidak menutup mata untuk sekedar melihat ciptaan Tuhan yang lain. Sekedar lihat, dan bergumam 'cakep'.
Berjanji di taman kampus, aku melangkah ringan ke arah seseorang yang sedang menunggu. Namun, mata ini sedang dimanjakan sesosok berbadan tegap, berbaju merah, menyandang ransel hitam, berwajah asli Indo--kesukaanku--.
'Ini cowok kenapa senyum ke arah sini? Senyum ke aku, gak, sih?'
Mulai geer. Untuk memastikan, aku mencoba menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Langkah ini semakin dekat, kemudian tersadar, ternyata dia orang yang sama.
Apa aku belum hafal paras dia? Jadi pengen ketawa.
Kini, aku menjadi istrinya, setelah tiga kali menyukainya dari jauh. Tentunya masih tersimpan rapat di hati.
Hari itu, ada temannya datang berkunjung. Mereka hanya bicara di teras, aku melihat dari balik kaca berkelambu gorden putih menerawang.
Semua wajah seolah kurekam, lalu beralih ke wajah yang duduk menyamping.
'Eh, teman si Abang yang ini cakep.'
Masih saja, ya.
Lama kuperhatikan, saat dia sedikit menoleh ke arah jendela, ternyata dia adalah suamiku sendiri.
Yuk, ketawa. Wkwkwk. Beruntung, dia orang yang sama, aku selamat dari zina mata.
Terakhir kali aku menyukai sosok orang yang sama, masih melihat dari dalam rumah. Beberapa pemuda matang berjalan ke halaman rumah, dengan suara yang cukup riuh. Tertawa lepas.
Mata ini menangkap wajah yang hanya tersenyum kecil tapi begitu memikat. Apa karena dia tidak ikut tertawa? Tidak. Tapi wajahnya tipe yang aku suka. Kemudian dia bicara sedikit kencang, dan aku baru tau yang memiliki suara itu adalah orang yang sedang kupandangi, suamiku.
Masyaallah.
Jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apa aku belum hafal paras tubuhnya? Atau memang dia satu-satunya yang ada di kepala dan di hati? Yang pasti, itu adalah cara Allah menjaga mata dan hati ini.
By the way, dia ini adalah laki-laki yang kusangka suami sesekakak di atas :)
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku