"Bu ... nonton," "Yah ... boleh nonton, ya ...." Rengekan Uda dan Uni seperti ini hampir setiap hari saya terima usai Ramadhan. Padahal, sebelum puasa, screen time mereka hanya Sabtu dan Ahad, itupun cuma 30 menit. Tahun ini, tahun ke dua Uda belajar puasa. Jika cerita para tetua, tahun ke dua anak belajar puasa tidak sesulit tahun pertama. Nyatanya, tidak berlaku bagi Ibu 3H. Rasanya, makin geregetan dari tahun kemarin. Jika tahun kemarin akan dibawa keliling-keliling nagari oleh Ayah, kali ini, karena PSBB, gimana mau ke luar rumah? Main di halaman rumah saja, harus mikir dua kali. Jadilah, menonton jadi cara pembujukkan. Saat puasa, tahukan jam berapa perut terasa lapar? Jam 10-an, jam 2-an, lalu sebelum berbuka, ditambah saat sahur agar mau bangun. Itulah yang terjadi selama Ramadhan. Saya angkat tangan. Sama sekali tidak bisa membujuk Uda agar lebih sabar. Apalagi, Uni dan si Adik tidak puasa, juga saya. Mau tidak mau, Ayah harus standby...
Ketika Kita Menjadi Kata