Langsung ke konten utama

Penikmat Hujan

Aku menghirup udara, pelan, tapi rakus. Seolah tidak akan pernah lagi bertemu oksigen sesegar ini. Menikmati setiap tarikannya yang beraroma khas, sejuk, menenangkan.

"Petrichor," ujarmu yang entah kapan sudah duduk santai di sampingku.

Sedikit terkejut, kembali kukuasai diri. "Gak nanya," balasku sarkas.

Hening.

Kenikmatan akan anugerah hujan tadi sedikit terusik dengan keberadaannya.

Rindu.

Aku benci dengan rasa-rasa ini. Ketika hati begitu kesal, datang bersamaan yang katanya berat. Semua akan melebur, saat dia mengajak sedikit saja berbicara. Seperti sekarang.

Ck!

Kenapa aku selemah itu? Setidaknya sesekali aku ingin mengikuti ego, merajuk. Dibujuk, baru bicara. Namun, hati dan mulut seolah berselingkuh mengkhianati ego.

"Kenapa tau, aku di sini?" Pada akhirnya aku yang mengenyahkan keheningan. Selalu.

"Hm? ... Gak, kebetulan aja ke sini sama teman-teman." Aku mengikuti arah kepalanya yang memutar ke belakang, ke tempat sekelompok pemuda yang sedang menikmati hidangan kafe.

'Menyebalkan,' kataku sambil kembali menatap kaca yang berembun, memudarkan pandangan ke luar.


Aku mengusap kaca demi bisa melihat rintik-rintik yang terasa begitu damai. Galau yang beberapa hari menemani, setidaknya telah mengabur di dalam sini.

"Selain menjadi pluviophile, jadilah seorang ... Pedrophile." Kali ini, ada rasa hangat menjalar ke dada. Dia yang memecah kesunyian yang kerap hadir di antara kami.

Aku mengangkat alis tanda tidak mengerti, "Pe-dro-phile?" bahkan mengeja apa yang tadi diucapnya.

'Hah? Astaga ....'

Seketika bibir inipun merekah sempurna setelah paham maksudnya. Lalu menggeleng-gelengkan kepala dan menunduk. Malu dan tersipu. Masih dengan tawa yang tertahan.

Dasar. Kapan bisanya sih, ngomong to the point?

"Jangan lagi keluar tanpa izin dariku, oke?" Lanjutnya sambil merapatkan bangkunya ke arahku.

"Iya, maaf," jawabku menyambut uluran tangannya. Menggenggam erat.

"Yuk, udah lama gak main hujan, kan?" Aku menariknya menuju pintu luar.

"Oh, come on ...," jawabnya malas tapi masih mengikuti langkahku. Aku tau, dia paling tidak suka basah terkena hujan.

Beda denganku, yang selalu merasa bahagia terkena percikannya. Jangan tanya kenapa, bagiku, tidak ada alasan untuk menyukai hujan. Tawa ini lepas, walau ganjalan itu ... masih terasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...