"Resek!"
Sebuah buku melayang ke wajah gue. Lumayan. Bukannya kesal, gue malah terkekeh kena tempeleng. Geleng-geleng sendiri gue jadinya.
Gue berani bertaruh, dalam hitungan ke tiga, tuh cewek pasti nengok lagi ke gue. Satu ... dua ... tiga ....
Nah, 'kan dia kagak nengok. Kepedean. Anehnya, gue masih aja senyam-senyum gak jelas.
Ck! Nih hati gak lihat-lihat dulu kalau mau jatuh. Harusnya berembuk sama otak, mau gak, tuh cewek sama gue. Gue yang slengekan, kasar, penampilan seperti preman ... apalagi ya? Jauh dari pacar idamanlah. Badboy kata ciwi-ciwi.
Gue gak suka sebenarnya dijuluki itu, artinya aja aneh, laki-laki jelek. Udah jelas tampang gue setara Ramon J. Tungka. Gak percaya? Bagus ... karena percaya selain Allah itu dosa besar!
"Bro,"
Sapaan itu membuat senyum gue lenyap.
"Ada apa?" balas gue jutek. Gue bukannya gak tau, kalau ramah itu salah satu akhlak mulia. Terkhusus ni makhluk, gue pilih dosa-dosa sikit. Ampuni Baim, ya Allah.
"Tawaran gue tempo ari. Kuy, lah, Bro. Demi, demi nilai kita biar bisa lanjut," kompornya hampir meleduk.
"Gak. Kita emang pantas dapat D. Mau diprotes gimana juga, tuh dosen punya bukti kehadiran kita."
Gue dikenal sebagai mahasiswa kritis di mata dosen. Kalau sikap dan perkataan dosen tidak sesuai dengan hati mahasiswa, gue siap di baris terdepan untuk protes. Tapi, kalau untuk nilai, gue gak berani, karena itu murni kesalahan dari diri sendiri.
Rio, kunyuk satu ini, salah satu orang yang bangga dengan julukan badboy. Katanya, badboy itu lebih digemari kaum hawa daripada good boy. Elah. Apanya yang mau dibanggain kalau menang ditampang doang?
Kagak tau aja dia, kalau perempuan itu nyari pasangan, apalagi suami, pasti cowok baik-baik akhlaknya. Walau ada yang beralasan, 'kamu terlalu baik untukku'. Klise.
Laki-laki juga gitu. Maunya istri, perempuan baik-baik. Kayak Khayra. Kan, balik lagi ke dia. Mata ini kembali menelusuri arah langkah perempuan murah senyum tapi jutek ke gue itu. Udah gak kelihatan, tapi masih terlihat di hati ini. Eaa ....
Betewe, gue mau bilang sesuatu tentang Khayra, doi itu ... akhwat. Gue tutup muka nih, bilangnya. Sadar diri, kok gue. Cuman, gue yakin, hati gak pernah salah, yang salah itu nafsu.
Pada nanya 'kan lo, kok, daritadi kata-kata gue sarat agama? Padahal preman kampus. Uhuk.
Jangan nethink ke gue, gini-gini tiap abis subuh dapat kultum dari bocah. Kaponakan gue, yang bapaknya seorang ustdaz. Rutin video call dengan alasan si kecil kangen oomnya. Trus, disuruh tu bocah ingetin gue jangan pernah ninggalin shalat, jangan pacaran, zina. Jangan mabok, minuman keras itu sumber segala kejahatan karena menghilangkan akal sehat. Sampai hafal 'kan gue ceramahnya.
"Payah lo, Bro. Jangan nyesel lo ntar kalau gue bisa lulus. Tidak satu jalan menuju wisuda."
Jadi lupa gue masih ada dia di sini. Apa tadi katanya? Terserah dialah.
"Nah, pas banget. Khayra!"
Gue auto berdiri melihat Rio yang bergerak cepat ke arah Khayra, yang baru saja dari blok jurusannya. Mau apa dia? Tatapan gue tajam memperingati Rio supaya gak macam-macam sama gadis itu. Gue lupa, Kahyra anak dosen yang memberi kami nilai D. Rio tersenyum jahat saat melewatiku.
Sialan!
Sebuah buku melayang ke wajah gue. Lumayan. Bukannya kesal, gue malah terkekeh kena tempeleng. Geleng-geleng sendiri gue jadinya.
Gue berani bertaruh, dalam hitungan ke tiga, tuh cewek pasti nengok lagi ke gue. Satu ... dua ... tiga ....
Nah, 'kan dia kagak nengok. Kepedean. Anehnya, gue masih aja senyam-senyum gak jelas.
Ck! Nih hati gak lihat-lihat dulu kalau mau jatuh. Harusnya berembuk sama otak, mau gak, tuh cewek sama gue. Gue yang slengekan, kasar, penampilan seperti preman ... apalagi ya? Jauh dari pacar idamanlah. Badboy kata ciwi-ciwi.
Gue gak suka sebenarnya dijuluki itu, artinya aja aneh, laki-laki jelek. Udah jelas tampang gue setara Ramon J. Tungka. Gak percaya? Bagus ... karena percaya selain Allah itu dosa besar!
"Bro,"
Sapaan itu membuat senyum gue lenyap.
"Ada apa?" balas gue jutek. Gue bukannya gak tau, kalau ramah itu salah satu akhlak mulia. Terkhusus ni makhluk, gue pilih dosa-dosa sikit. Ampuni Baim, ya Allah.
"Tawaran gue tempo ari. Kuy, lah, Bro. Demi, demi nilai kita biar bisa lanjut," kompornya hampir meleduk.
"Gak. Kita emang pantas dapat D. Mau diprotes gimana juga, tuh dosen punya bukti kehadiran kita."
Gue dikenal sebagai mahasiswa kritis di mata dosen. Kalau sikap dan perkataan dosen tidak sesuai dengan hati mahasiswa, gue siap di baris terdepan untuk protes. Tapi, kalau untuk nilai, gue gak berani, karena itu murni kesalahan dari diri sendiri.
Rio, kunyuk satu ini, salah satu orang yang bangga dengan julukan badboy. Katanya, badboy itu lebih digemari kaum hawa daripada good boy. Elah. Apanya yang mau dibanggain kalau menang ditampang doang?
Kagak tau aja dia, kalau perempuan itu nyari pasangan, apalagi suami, pasti cowok baik-baik akhlaknya. Walau ada yang beralasan, 'kamu terlalu baik untukku'. Klise.
Laki-laki juga gitu. Maunya istri, perempuan baik-baik. Kayak Khayra. Kan, balik lagi ke dia. Mata ini kembali menelusuri arah langkah perempuan murah senyum tapi jutek ke gue itu. Udah gak kelihatan, tapi masih terlihat di hati ini. Eaa ....
Betewe, gue mau bilang sesuatu tentang Khayra, doi itu ... akhwat. Gue tutup muka nih, bilangnya. Sadar diri, kok gue. Cuman, gue yakin, hati gak pernah salah, yang salah itu nafsu.
Pada nanya 'kan lo, kok, daritadi kata-kata gue sarat agama? Padahal preman kampus. Uhuk.
Jangan nethink ke gue, gini-gini tiap abis subuh dapat kultum dari bocah. Kaponakan gue, yang bapaknya seorang ustdaz. Rutin video call dengan alasan si kecil kangen oomnya. Trus, disuruh tu bocah ingetin gue jangan pernah ninggalin shalat, jangan pacaran, zina. Jangan mabok, minuman keras itu sumber segala kejahatan karena menghilangkan akal sehat. Sampai hafal 'kan gue ceramahnya.
"Payah lo, Bro. Jangan nyesel lo ntar kalau gue bisa lulus. Tidak satu jalan menuju wisuda."
Jadi lupa gue masih ada dia di sini. Apa tadi katanya? Terserah dialah.
"Nah, pas banget. Khayra!"
Gue auto berdiri melihat Rio yang bergerak cepat ke arah Khayra, yang baru saja dari blok jurusannya. Mau apa dia? Tatapan gue tajam memperingati Rio supaya gak macam-macam sama gadis itu. Gue lupa, Kahyra anak dosen yang memberi kami nilai D. Rio tersenyum jahat saat melewatiku.
Sialan!
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku