Allah mempertemukan kita di waktu yang tepat, bagiku.
Saat itu, rasa yang tak biasa belum begitu menjiwa. Hanya saja, batin ini nyaman saat bersamamu.
Tidak ada keraguan saat dirimu ingin memperjelas ikatan di antara kita. Semestapun seolah memperlancar saat engkau mengucap janji suci. Barakallahu fiikum.
Dan ... hari-hari itu kita lalui. Manis, pahit, bahkan pedas pernah kuterima darimu.
Kuterima, ikhlas, walau pasti ada tangis yang tersembunyi darimu. Namun, semua adalah ajaran bagiku dalam bersikap, menghabiskan hidupku bersamamu.
Kemudian, Allah dengan caranya, menunjukkanku bagaimana mencintaimu. Tidak berlebihan, apa adanya, tentunya mencintaimu karena Dia Sang Penguasa Hati.
Bukan berarti, kuselalu mengingat kesalahanmu, tidak. Manismu 'kan jadi mimpiku, pahit itu 'kan kulenyapkan tanpa tersisa. Selalu kucoba.
Jika saja manis selalu terasa, mungkin aku tidak tahu bagaimana rasanya pahit. Mungkin ... aku lupa siapa yang memberi rasa-rasa indah itu.
Aku percaya, adanya rasa pahit itu, untuk mengingatkanku, bahwa, cinta padamu tidaklah abadi. Mencintaimu dengan iman, insyaallah selalu ada di dalam jiwa.
Diam-diam aku suka memperhatikanmu. Ekspresimu saat bersama benda pipih itu, menyebalkan memang. Kerut keningmu ketika harus berperang dengan besi di bawah sinar hangat mentari. Saat kamu bersiap, hingga berangkat kerja, doaku selalu terucap untukmu. Wajah lelahmu bak malaikat bagiku saat engkau kembali di sore hari. Bahkan, memandangmu saat tidur, adalah favoritku.
Prinsipmu yang tidak mau berjauhan dengan buah hati kita, menjadikanku pribadi yang sangat bergantung padamu. Walau bukan karenaku, itu sudah lebih dari cukup. Mungkin ... karena itu semua Allah selalu menegurku agar diri ini selalu ingat, satu saat nanti kita akan berpisah.
Maaf, untuk semua kekurangan dan ketidak-sempurnaan ini.
Terima kasih, untuk semua keikhlasan dan pengertianmu.
Jazakallahu khair katsira. Barakallahu fiikum.
Saat itu, rasa yang tak biasa belum begitu menjiwa. Hanya saja, batin ini nyaman saat bersamamu.
Tidak ada keraguan saat dirimu ingin memperjelas ikatan di antara kita. Semestapun seolah memperlancar saat engkau mengucap janji suci. Barakallahu fiikum.
Dan ... hari-hari itu kita lalui. Manis, pahit, bahkan pedas pernah kuterima darimu.
Kuterima, ikhlas, walau pasti ada tangis yang tersembunyi darimu. Namun, semua adalah ajaran bagiku dalam bersikap, menghabiskan hidupku bersamamu.
Kemudian, Allah dengan caranya, menunjukkanku bagaimana mencintaimu. Tidak berlebihan, apa adanya, tentunya mencintaimu karena Dia Sang Penguasa Hati.
Bukan berarti, kuselalu mengingat kesalahanmu, tidak. Manismu 'kan jadi mimpiku, pahit itu 'kan kulenyapkan tanpa tersisa. Selalu kucoba.
Jika saja manis selalu terasa, mungkin aku tidak tahu bagaimana rasanya pahit. Mungkin ... aku lupa siapa yang memberi rasa-rasa indah itu.
Aku percaya, adanya rasa pahit itu, untuk mengingatkanku, bahwa, cinta padamu tidaklah abadi. Mencintaimu dengan iman, insyaallah selalu ada di dalam jiwa.
Diam-diam aku suka memperhatikanmu. Ekspresimu saat bersama benda pipih itu, menyebalkan memang. Kerut keningmu ketika harus berperang dengan besi di bawah sinar hangat mentari. Saat kamu bersiap, hingga berangkat kerja, doaku selalu terucap untukmu. Wajah lelahmu bak malaikat bagiku saat engkau kembali di sore hari. Bahkan, memandangmu saat tidur, adalah favoritku.
Prinsipmu yang tidak mau berjauhan dengan buah hati kita, menjadikanku pribadi yang sangat bergantung padamu. Walau bukan karenaku, itu sudah lebih dari cukup. Mungkin ... karena itu semua Allah selalu menegurku agar diri ini selalu ingat, satu saat nanti kita akan berpisah.
Maaf, untuk semua kekurangan dan ketidak-sempurnaan ini.
Terima kasih, untuk semua keikhlasan dan pengertianmu.
Jazakallahu khair katsira. Barakallahu fiikum.
Istri yang selalu berusaha menjadi sholehah dari waktu ke waktu
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku