Langsung ke konten utama

Penggemar Suamiku

Suamiku mempunyai fans, itu kenyataan. Bermula mereka bertemu di Payakumbuh, saling menatap, berakhir diajak ke rumah.

Uda--suamiku--begitu memperhatikan mereka, wajahnya selalu tampak senang saat bertemu dengan penggemarnya itu. Begitupun sebaliknya, suara fans-nya selalu riuh terdengar saat bertatap muka dengan Uda.

Makin lama, mereka semakin banyak, selain makanan mereka yang selalu disediakan Uda, rumah-rumah mereka sudah seperti komplek perumahan, mereka datang dari berbagai daerah.

Tiap pagi dan petang, suara ribut akan terdengar di pintun depan. Mereka akan berteriak, dan mengejar Uda yang baru saja ke luar dari rumah. Selalu begitu. Jika Uda terlambat menemui mereka, di luar pintu depan rumah sudah terdengar bisikan ataupun pekikan.

Bagiku, tak masalah, asal jangan disuruh langsung bertatap muka dengan mereka. Walaupun, ada saatnya Uda tidak bisa mengatur mereka sendiri, ya ... aku judesin saja. Astaga. Mereka sama sekali tidak menyenangkan bagiku. Anak-anak pun sangat menyukai mereka, bahkan saling kejar-kejaran di halaman.

Makin ke sini, keturunan mereka semakin banyak. Uda mulai kewalahan, tempat tinggal mereka mulai tidak memadai. Pada akhirnya, dari beberapa, harus ada yang dikorbankan, menjadi santapan kami di meja makan.

"Kasihan, tapi bagaimana lagi." Curhat Uda sambil menikmati daging yang sudah krenyes, dengan sambal balado.

"Kalau gitu, jangan ditambah lagi. Ayam bangkok, kate, kalkun, angsa, bebek, masih gak cukup, Yah?"

Aku yang tidak begitu suka beternak, kadang gemes, "kecuali, mereka tidak sembarangan BAB." ujarku mengajukan syarat.

"Ibu tolong ajarin mereka ke WC," jawabnya santai.

"Gak lucu,"

"Iya, iya, besok dipagarin teras depan biar mereka gak masuk."

"Sekalian pagarin bunga-bunga Ibu, ya Yah. Pada mati itu diinjak mereka."

"Yang benar aja, Bu, semua dipagarin," melotot Uda ke arahku.

Aku mencebik, 'liat aja ntar, tak bantai satu per satu!'

***

Menulis ini, saya jadi instropeksi diri. Bukankah firman Allah, "sayangilah apa yajg ada di bumi, maka apa yang ada di langit akan menyayangimu."

Saya bukannya tidak menyayangi ciptaan Allah yang lain, just so so lah, saya juga tidak menyakiti binatang.

Apa perlu dicoba? Baiklah. But, not now.

Ada yang penyayang binatang?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg