Langsung ke konten utama

Kurus, Bodo Amat

Ketika semua orang berlomba-lomba diet sehat untuk memperoleh berat badan yang ideal, tidak berlaku bagi Tia. Apapun, tanpa berpikirpun, selagi perut nerima, semua masuk ke dalam mulut berbibir sedikit tebal itu.

"Makan banyak, tapi gak gemuk-gemuk."

Komentar seperti itu jangan ditanya lagi, sudah seperti obat anti alergi oleh perempuan kutilang ini.

Tenang, doi tidak akan marah aku bilang kutilang. "Nyatanya kayak gitu, gimana mau marah?" ungkapnya cuek.

"Emang, mbak Tia gak pernah coba program menaikkan badan ideal?"

Pernah kami sedikit kesal dengan gaya masa bodohnya dia terhadap komentar-komentar mulut yang tidak bertanggung jawab tentang badannya. Bagaimanapun, Tia itu sudah hampir lima tahun sepenanggungan bekerja sama dengan kami, aku dan Alia.

Sejenak, Tia menghembuskan nafas lelahnya, " jangan ditanya Al, dari gue masih ingusan, emak gue udah ngasih vitamin penambah berat badan, vitamin pembuka selera makan, yang seperti itulah. Banyak. Gue juga udah ikutan senam olah tubuh. Apalagi? Ah ya, udah konsul ke dokter juga. Pokoknya rasanya udah maksimallah ikhtiar gue."

Wajah Tia begitu tampak putus asa dan pasrah. Perempuan mana yang tidak menginginkan berat yang ideal? Begitupun Tia.

"Tapi, kalau kata Sang Pencipta gue gini, ya akan tetap gini. Gue ingat kata dokter waktu itu, yang penting sehat dan bersyukut aja." lanjutnya dengan sedikit senyum yang ... nrimo.

"Ya udah, terusin sikap masa bodoh lo itu terhadap nyinyiran di luar sana. Udah cakep, kok, gaya lo." sambungku menghiburnya.

"Benar, Mbak. Kalaupun Mbak merasa butuh pundak atau tempat bersandar, seperti biasa, kita selalu ada." lanjut Alia ikut bersimpati.

"Beruntung banget gue punya teman kayak lo berdua. Makasih banget, lho, tapi ... gue lagi gak butuh bahu atau tempat sandaran ...,"

Aku dan Alia saling pandang, mengerti akan sambungan dari kalimat perempuan teresek yang ada di ruangan ini. Kemudian, kami berdua auto sibuk di depan lepi masing-masing.

"Ish, aku tuh gak bisa diginiin!"

Drama.

Masa bodohlah.

~~~

Cerita lainnya → CLBK

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg