Langsung ke konten utama

Sabar Itu Bukan Hanya Diam

Menjadi muslim yang baru hijrah itu tidaklah mudah. Apalagi, lingkungan tidak mendukung agar diri lebih istiqomah. Didukung wajah tampan rupawan yang banyak godaan. Uhuk.

Kenalkan, gue, eh, aku Ibrahim Satria. Di rumah dipanggil Baim, di luar bang Sat. Ck!

Bagi lo, eh, kamu yang pernah baca cerita gue, eh, aku tentang mengejar nilai, pasti sudah tahu siapa gebetan hati. Tapi, belum tau nama gu, aku 'kan?

Dih, belibet. Ini gegara si Ustadz kecil itu, tuh. Dia bilang, 'kalau mau jadi anak baik manggilnya pake aku-kamu, Om.' Eh, kenapa gue patuh sama bocah?

Oke, kita gue lagi gak mau curhat tentang itu. Gue mau sharing. Jiah. Hari ini gue ngamuk di kampus. Bukan karena nilai, tapi ada yang berusaha jauhin Nilayya dari gue. Lebih tepatnya memfitnah.

Nah, kata si Abang, ini salah satu cobaan dalam hijrah. 'Harusnya kamu lebih sabar. Menikmati paras elok perempuan yang bukan mahram, termasuk zina mata, lho.'

Kalau gak salah itu namanya 'iffah (menjaga kehormatan), itu sabar menahan syahwat.

Jadi ingat, ternyata sabar itu tidak hanya diam. Seperti 'iffah tadi, gue gagal. Tapi, gue sedikit bangga berhasil sabar saat kemarahan gue mulai terpancing. Itu namanya ... apa tadi, ya? Bentar, gue buka WA si Abang dulu.

Namanya, hilm yang berarti bijaksana. Sekalian aja nih, gue kasih catatan kecil si Abang tentang sabar. Selain 'iffah dan hilm, ada lagi sabar yang memancing dari kebakhilan, namanya jawwad, atau dermawan.

Terakhir, sabar yang gue yakin hampir tidak dimiliki setiap orang, yaitu sabar dari hal yang memancing kemalasan, disebut kais (rajin). Apalagi, pada keadaan seperti saat sekarang.

Hobi rebahan. Apaan, yang ada rasa malas tadi menghimpit. Benar? Ya, benar, karena gue salah satu yang hobi rebahan. Muehehehe.

Udah, ya. Segitu dulu. Gue cuma mau nyimpan catatan doang sebenarnya, tentang sabar. Kalau dibiarin di WA, gak jamin gak hilang. Next deh, gue cerita tentang mereka yang julid gue mulai dekat sama Ayya.

Bhay!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg