Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya

Sugesti

Beberapa hari lalu, di WaG Kamp Komunitas IP Padang, terselip percakapan tentang sugesti. Mulanya, ada yang bilang, "suka banget makan timun, sekilo bisa habis sendiri". "Katanya, makan banyak timun bisa keputihan, benar gak, sih?" tanya seseibu beranak tiga. Saya maksudnya, muehehehe. Dari dua orang bunda yang menyukai mentimun, memiliki dua jawaban yang berbeda. "Sepertinya itu sugesti diri aja, ya?" Begitu lanjutan percakapannya. Dalam hati, "masa, sih?" Ternyata ... salah dua-duanya, keputihan bukan karena banyak makan mentimun, juga bukan karena sugesti diri. Jadi, Girls , keputihan itu penyebabnya bukan dari makanan. Saya baca dari hellosehat.com Terus, keputihan itu karena apa? Searching sendiri yak, karena tema kali ini tentang sugesti. Percakapan pun berlanjut, kalau sedang haid, keramas, haid akan berhenti, itu juga sugesti. "Aku, gak." "Aku, iya." "Sugesti diri juga mungkin, ya?" D

Sepuluh Hari Terakhir

Semburat mentari pagi mewarnai bumi. Tidak terasa, Ramadhan akan segera pergi. Ayu, si gadis kecil yang periang sudah berniat dari awal Ramadhan, kalau puasanya akan penuh di sepuluh hari terakhir ini. Walaupun, di hari-hari sebelumnya banyak juga yang hanya sampai siang hari. "Ternyata, makin dekat hari raya, puasa makin terasa berat." keluh Ayu saat jam istirahat. Ayu memilih duduk di kelas saja, tampak beberapa orang teman mengeluarkan bekal yang sengaja mereka bawa dari rumah. Ayu memalingkan wajah ke arah yang lain, berharap tidak tergoda ingin menyicip kue teman-temannya. Perut Ayu terasa memanas. Memang, saat sahur tadi, Ayu terlambat bangun. Malas sekali untuk bangun sahur, alhasil, Ayu masih makan saat azan berkumandang. Kata Bunda, 'gak apa-apa, selesaikan aja makannya. Rasulullah pernah bersabda kalau kita sedang sahur, lalu terdengar azan, maka selesaikan dulu makannya. Hmm ... Ayu lupa apa sabda yang dibilang bunda tadi, ingatnya HR Abu Dawud aja'.

Haruskah Aku Sakit Dulu

 "Iraaa ... mana kunci mobil Papa?" Suara papa terdengar menggelegar di rumah berlantai dua ini. Kalian tahu siapa yang bernama Ira? Dia, gadis enam belas tahun yang sedang duduk santai di pagar beton balkon kamarnya di lantai dua. Iya, itu aku. "Ira! Kamu dengar Papa manggil, gak?" Terlihat Papa sedang mendongak melihatku duduk mengayun-ayunkan kaki. "Lagian kamu ngapain duduk di sana? Mau jatuh? Turun!" Ck! Menyebalkan. "Mana kunci mobil? Papa udah telat, Ra!" "Gak mau, Papa janji hari ini kita pulang kampung." "Besok. Ini pertemuan Papa penting. Ayo, mana?" Tangan papa terulur menanti aku memberikan benda yang begitu penting untuknya saat ini. "Ira lupa di mana narok. Maaf, ya, Pa." Aku nyengir mengakui kesalahan. "Ya Salaaam. Meli! Urus anakmu!" Siapa yang berani memarahi aku di rumah ini? Tidak ada. Sekalipun Papa yang begitu keras terhadap ketiga kakakku. Padahal, menurutku, mereka b

Hal Receh Karena Jilbab

Dulu, aku mengenalnya dengan nama jilbab. Malahan, aku mikir, hijab itu jilbab yang dimodel-modelkan. Hakz. Aku memang sekuper itu. Sumber gambar : Sumsel Tribuns News Karena di Indonesia kita mengenal jilbab sebagai penutup kepala, jadi di dalam tulisan receh ini, kita tetap menggunakan istilah jilbab. Aku menggunakan jilbab tahun 2003 silam. Keinginan memakai sebenarnya sudah sedari tahun 2000, tapi Nyonya besar melarang, "masih terlalu kecil, Nak. Ntar, pergi sekolahnya terburu-buru." Begitu alasan beliau dulu. Kepo kenapa tamat SD aku sudah ada keinginan berjilbab? Karena teman dekat melanjutkan pendidikannya ke tsanawiyah, ya pasti berjilbab 'kan. Udah, itu aja kok, alasannya. Namun, selain ke sekolah, sesekali jika jalan ke luar rumah, aku memakai jilbab. Alasannya lagi? Karena tertarik saat perempuan tercinta menggunakannya. Lalu, akhirnya aku memakai jilbab saat memakai seragam putih abu-abu. Alasannya? Aku begitu stres mengatur rambut yang ... aish,

M A R A H

Saya tidak pernah tahu, tapi saya juga bukan tempe (heleh). Gegara abis berbalas stiker di wag. Jadi, saya benaran tidak tau kalau memiliki balita yang beranjak menuju anak-anak, mereka lebih cerdas dibandingkan ibunya. Jawaban mereka mantap betul kalau sudah mendengar omelan sang ibu. Seperti tentang marah. Ibu kalau sudah marah, mereka seperti alarm ; " Laa taghdab ," ujar mereka tanpa menatap ibu. Ini sering mereka lontarkan saat ibu sedang marah. Atau "Ibu ndak kuat, kan? Sering marah," Tu, kan, udah bisa menyindir mereka. Kalau ini, mereka biacara saat amarah ibu udah reda. Nah, tadi tiba-tiba mereka bilang gini. "Ibu, ibu jan marah-marah, ntar ibu jadi tua, lho. Jelek." Padahal sehari ini ibu tidak ada marah. Mungkin ngomel, iya. Hehehe. "Ya, tolong juga biar ibu gak marah. Ibu marah kenapa, coba? Kalau Uda, Uni dengarin semua yang ibu bilang, ibu gak marah, kan?" Hening. "Yaa ... pokoknya ibu kalau marah, jadi

Ke Surga, Yuk, Nak ....

Pusing ya, Moms, kalau si kecil sedang menginginkan sesuatu, harus dapat sekarang, saat ini juga! Ya, kalau kondisi kejiwaan sang emak sedang slow, bisa dengan sabar melayani atau setidaknya memberi penjelasan untuk mengerti. Nah, kalau kejiwaan sedang high? "Kalau gak mau nunggu, ambil sendiri!" Lalu si anak makin merengek, si mamak makin kesal, semakin ribut, berakhir dengan kekecewaan dan penyesalan. Huft! Saya dapat beberapa kalimat untuk mengantisipasi anak yang meminta sesuatu, harus dapat sekarang. Kemarin, di saat kondisi kewarasan Ibu sedang normal (helehh), terjadilah percakapan santai. Lupa bicara apa diawal, yang ingat tiba-tiba Hasyim bilang, "kalau mau cepat dapat, besok di surga. Ya, kan, Bu?" "Benar. Kalau di surga, mau apa saja langsung dapat. Tanpa menunggu atau berusaha dulu." "Boleh makan permen, Bu? "Boleh." "Main hujan terus, Bu" "Sepuasnya." "Gak makan nasi, makan es krim

Little Things

Percayakah, kamu? Sekecil apapun yang kamu lakukan, terekam jelas diingatanku, menyentuh kuat di dalam kalbu. Maka, lakukanlah yang bisa mendukungku menjadi seorang istri sholehah seperti impianmu. Tidak perlu kata romantis. Cukuplah berkata lembut dihadapanku. Tetap berkata pelan tanpa ada bentakan, disaat kesalahan yang kulakukan. Senyummu, penyemangat hati. Tawamu, penyegar hari. Ingatkan aku dengan cara yang menyenangkan. Tegur aku dengan rasa nyaman yang tetap bersemayam. Beri aku waktu untuk diriku. Bermain bersama buah hati sejenak tak kan merugikanmu. Jika kamu bisa, aku lebih dari bisa menjadikanmu raja di istana kita. Aku, sadar siapa aku. Namun, setiap waktu, selalu kucoba menjadi istri sholehah. ♥♥♥ Terinspirasi dari beberapa status para istri yang menginginkan sang suami seperti ini dan seperti itu.

Curhat, gak, ya?

Berada di bawah atap yang sama dengan seseorang yang baru dikenal, atau pastinya seseorang yang baru masuk ke dalam hidup kita adalah suatu perkara yang sangat besar. Namun, bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dengan tindakan-tindakan kecil yang kamu lakukan untuk dia. Tentunya, harus saling. Aku menutup majalah edisi terbaru yang datang hari ini. Menghembuskan nafas dan sedikit termenung. Menikah itu berat memang, terutama untuk perempuan yang biasa menyimpan segala rasa di hatinya sendiri. Ingin bercerita, takutnya jatuh ghibah, atau paling seram membokar aib pasangan, lalu terjadi fitnah. Namun, jika ditahan sendiri, rasanya nyesek banget. Harusnya pasangan bisa menjadi tempat ternyaman untuk bercerita. Apapun. "Hei, Mbak. Ngelamun aja." Tepukkan Alisha di pundak cukup membuatku terlonjak, dan sedikit cemberut. "Maaf, maaf, gak maksud membuat Mbak kaget," lanjutnya memudarkan manyun di bibir. "Al, menurut kamu, bercerita tentang pasangan ke orang

Hijrah Rasa (4)

Sebelumnya → Hijrah Rasa (3) ●●● "Gimana temanku tercintah? Nyesel 'kan, gak lanjut di pesantren aja?" Gita yang baru saja kembali dari koperasi siswa membeli beberapa cemilan, terkekeh sendiri melihat Qia lunglai menelungkupkan kepala di mejanya. Bagaimana tidak? Setelah Diky memberi kalimat pengantar di kelas mereka, Qiara terikat janji dengan si cowok sakura. Perjanjian yang hanya disetujui sepihak oleh Diky. Hal itu membuat ubun-ubun Qia merasa meledak. Mau memprotes, Diky langsung ke luar tanpa salam penutup. Mau mengejar, tidak dapat izin oleh senior pendamping. Melawan amarah itu melelahkan, pren. Wajar, Nabi bilang orang yang kuat itu orang yang bisa menahan marahnya. "Nyesel, sih, gak. Makan hati, iya," jawabnya lemah. "Lagian, apa maunya, sih, tu si sakura? Perasaan salahku gak salah-salah amat, deh." Qiara menegakkan badannya teringat sikap Diky yang sangat menjengkelkan bagi gadis berdagu lancip itu. "Sakura?" tanya

Proyek Mini ; Buku Bunga Rampai Kebahagiaan

Menulis adalah kesukaan saya sedari zaman merah putih. Berlanjut putih abu-abu, saya menghasilkan dua novel untuk dibaca ulang (baca : print sendiri, simpan sendiri, baca sendiri). Lalu, saat ini. Belum kepikiran untuk punya buku solo, sih. Tapi, sudah dari pertengahan tahun lalu, saya berniat melahirkan antologi bersama teman-teman literasi IP Padang. Agaknya, ikhtiar saya belum maksimal memotivasi teman-teman literasi untuk menghasilkan sebuah bunga rampai. Kini, saya akan menjadikannya sebuah proyek mini. Semoga, kelak bisa melahirkan sebuah buku antologi. Proyek mini ini saya beri judul : BUNGA RAMPAI KEBAHAGIAAN Ya, nanti buku antologi tersebut akan berisikan tentang cerita-cerita bahagia yang bisa memotivasi dan menginspirasi perempuan-perempuan Nusantara. Penulisan sebuah cerpen (jika fokus), dalam kurun waktu 30 hari, bisa selesai dengan maksimal 2000 kata. Nantinya, panjang cerpen akan disepakati bersama teman-teman yang ingin berpartisipasi. Untuk tema, saya tet