Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Sulitnya Merubah Kebiasaan

"Bu ... nonton," "Yah ... boleh nonton, ya ...." Rengekan Uda dan Uni seperti ini hampir setiap hari saya terima usai Ramadhan. Padahal, sebelum puasa, screen time mereka hanya Sabtu dan Ahad, itupun cuma 30 menit. Tahun ini, tahun ke dua Uda belajar puasa. Jika cerita para tetua, tahun ke dua anak belajar puasa tidak sesulit tahun pertama. Nyatanya, tidak berlaku bagi Ibu 3H. Rasanya, makin geregetan dari tahun kemarin. Jika tahun kemarin akan dibawa keliling-keliling nagari oleh Ayah, kali ini, karena PSBB, gimana mau ke luar rumah? Main di halaman rumah saja, harus mikir dua kali. Jadilah, menonton jadi cara pembujukkan. Saat puasa, tahukan jam berapa perut terasa lapar? Jam 10-an, jam 2-an, lalu sebelum berbuka, ditambah saat sahur agar mau bangun. Itulah yang terjadi selama Ramadhan. Saya angkat tangan. Sama sekali tidak bisa membujuk Uda agar lebih sabar. Apalagi, Uni dan si Adik tidak puasa, juga saya. Mau tidak mau, Ayah harus standby

Kenangan

akhirnya sampai kita dipenghujung waktu semua hanya perjalanan hidup saat pertemuan terindah mempertemukan, saat itu juga perpisahan termanis terjadi.   sahabat, tak pernah cukup waktu bersamamu, kenanglah saat kita menghabiskan waktu bersama. caci maki yang terjadi tidak lagi jadi dendam di hati, canda tawa yang ada akan tetap hiasi hari-hari.   kemarin, hari ini, besok, lusa dan seterusnya adalah hidup yang akan tetap kita jalani. semoga kita menjadi insan Nya yang sukses dunia akhirat amiin ya Rabb... 5 Maret 2012 30 Mei 2020 Ini tentang diri sendiri menjalani hari Tentang hati menghadapi waktu Siapa aku di hari ini, Tak akan menjadi aku yang sama di kemudian hari Hari yang lalu, tak terfikirkan bagaimana waktu yang akan datang 'Yang penting, hati bahagia' Lalu, hari ini datang, dan diri menyalahkan hati 'Kenapa kau mengikuti nafsu' Ini bukan tentang mereka yang mewarnai hari dulu Bukan tentang hati yang ha

Editing Tulisan Sendiri

6 Juli 2011 Saat bercanda dengan lamunan, seuntai tanya muncul dibenak, "Hati ini terbuat dari apa?" Apakah dari salju yang lembut dan gampang mencair? Atau dari baja yang keras dihantam apa pun?  Atau dari kulit yang gampang terluka? Bahkan, sepertinya lebih sensitif dari kulit. Atau dari air mata yang selalu mengerti saat apa yang dirasakan hati?  Yang kutau, hati ini butuh hati yg lain. Hati yang bisa membuat hati ini lembut bagai salju yang gampang cair, yang keras seperti baja, yang lebih sensitif dari kulit, dan yang pasti, hati itu yang membuat hati ini lebih berarti.  Namun, tanya lainpun kembali muncul dibenak ini, "Jika hati seperti salju, baja, kulit atau air mata, kenapa hati bisa lelah juga seperti raga? A pakah hati juga seperti tubuh yang mempunyai tulang rapuh dan bisa patah?" Aku kagum pada hati, tapi lebih kagum pada Sang Pencipta Hati. Hati ini, hanya Sang Penguasa Hati yang dapat mengerti. Dan hati ini, saat ini, 'kan kubi

Let's Read Loudly

Breeet. Kepala ini langsung menoleh ke bunyi kertas yang baru saja dirobek. Sementara, pelaku dengan mata bening berwajah polos itu memandangku dengan raut cemas. Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, terbukti buku-buku full colour itu sudah diperban di mana-mana. Dulu, pertama-tama mulai koleksi buku anak, sedikit histeris jika ada kejadian robek-merobek. Mungkin itu juga, yang membuat Hasyim jadi tidak mau menyentuh buku mulanya. Padahal, saya sengaja menghadirkan buku-buku di sekitar tempatnya bermain . Beberapa hari, masih saja Hasyim tidak tertarik. Saya menambah tumpukkan buku, bahkan sedikit membiarkan berantakkan di dekat dia bermain. Ternyata, sama saja, tetap tak peduli. Jadi, Moms , tak apa buku-buku itu robek sedikit. Masih bisa di lem. Namun, jika mentalnya yang robek karena kita tidak terima buku rusak, lem apapun tak akan dapat memperbaiki jiwanya. Rasa putus asa yang tadi hampir menyarang, pergi saat saya dengan malas-malasan membuka buku-buku tadi satu per

Besok, Minta Peluk, ya!

3H bertingkah. Ayah ada urusan, dan itu membuat kepala ibu sakit. Sedang mengambil nafas agar tidak lanjut emosi, datang si Bungsu yang langsung memeluk. Nyess. Emosi tadi padam seketika. Lalu, serta merta si Sulung juga minta dipeluk. Subahanallah ... saat memeluknya, baru terpikir, kapan terakhir kali memeluknya? Sama sekali tidak ingat. Apalagi, Hasyim ini sudah mulai malu untuk meminta disayang (cium), dipeluk, atau digendong. Selain memang tidak kuat lagi untuk mengangkat doi, juga sama sekali kepikiran. Ternyata, 24 jam bersama kita, tidak cukup melegakan emosi mereka (menurut Ibu 3H). Terbukti, setelah dipeluk tampak di wajah mereka rasa bahagia yang lain. Padahal dari ilmu parenting yang pernah saya baca (kalau tidak salah, dari bunda Elly Risman) jika pelukan itu tidak mengenal usia anak. Bahkan, dibukunya dikatakan, betapa banyak perempuan yang telah memiliki anak, masih mengharapkan pelukan dari sang ibu. Tapi, tak ada lagi didapatkannya. Benar memang, manfaat pe

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Ekspresiana

Perubahan sistem di Ibu Profesional, sangat terasa bagi semua IPers--sebutan untuk member --. Saya yang mengambil institut dan komunitas begitu hanyut dengan suasana yang menyegarkan. Itu masih aktif di komunitas, soalnya belum diangkut ke institut. Kekreatifan bunda-bunda hebat yang selama ini seolah terhimpit oleh aktifitas yang itu melulu, kini naik ke permukaan karena adanya wadah tersendiri untuk lebih produktif, berbagi dan melayani. Salah satunya adalah rumah berbagi (selain rumah belajar dan rumah bermain). Dari IP Padang sendiri rumah berbagi atau disingkat dengan rumba membentuk satu tim, yaitu tim majalah digital untuk perempuan. Awalnya, saya colek yang punya ide, bunda Puti , hanya untuk bantu-bantu dikit aja. Setidaknya, tulisan receh saya bisa dimuat, muehehehe. Ternyata, eh ternyata, bunPut--begitu kami memanggil--langsung membentuk tim permanen. Oke. Saya akan bekerja dengan bahagia, karena memang menyenangkan sebagai tim tersebut. Dimulai dari menjadi

Puding Naga - Merah Putih

Masih beruntung kami yang berdomisili di daerah hijau. Masih bisa saling kunjung ke rumah sanak saudara (yang terdekat saja). Nah, berkunjung ke rumah "yang terdekat" itu berarti tangan harus "membawa". Biasanya, harus kue bolu jadul yang besar, itu lho. Tapi, mengingat--mungkin--di rumah tersebut hanya beberapa orang, jadi kali ini saya membawakan puding saja. Mumpung buah naga di rumah sedang berbuah, saya buat puding naga merah putih. Sebelumnya dapat resep dari cookpad, tapi hilang. Maka, try and error pun dipakai, muehehehe. Puding Naga Merah Putih Bahan : Lapis putih 1/2 bungkus agar-agar swallow plain 50gr gula pasir 2 sachet susu kental manis putih 300 ml liter air Cara : Satukan semua bahan, masak hingga mendidih. Masukkan ke cetakkan. Tunggu 30 menit. Lapis Merah 1/2 bungkus agar-agar swallow plain 50gr gula pasir 1 sachet skm putih 250 ml air 1/2 buah naga ukuran sedang Cara : Blender halus buah naga tanpa air. Satukan semu

Sukakan Duka

اللهُ أكْبَرُ  اللهُ أكْبَرُ  اللهُ أكْبَرُ،  Ù„ا Ø¥ِلهَ Ø¥ِلاَّ اللهُ  واللهُ أكْبَرُ  Ø§Ù„لهُ أكْبَرُ Ùˆَِللهِ الحَÙ…ْدُ "Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahu waallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd" Bahagia. Senang. Semarak. Itulah suasana setiap kali satu Syawal datang menggantikan Ramadhan. Kue kering menghiasi meja tamu di rumah. Lauk pauk meramaikan meja makan. Bahkan uang baru yang masih licinpun setia dibagikan. Senyum terukir ditiap wajah insan. Riuh tawa sanak saudara saat berkumpul mewarnai hangatnya rumah Papa-mama, Atuk-nenek. Sangat. Dan selalu dinanti. Itu bukan tahun ini. Itu tahun lalu. Tahun ini, setiap jiwa nan suci seolah dipaksa menahan diri untuk tidak saling bertemu. Sepi terasa, tentu saja. Senyum itu tetap masih ada, namun terasa ada yang tidak lengkap di dalam sini. Kue kering, lauk pauk, bahkan uang licinpun tetap ada, tapi entah untuk siapa. Untuk kita yang meny

Me Time

Only my self, but ... (saya gak bisa lanjut berbahasa Inggris, bukan karena apa-apa, tapi kasihan pada teman yang kena todong minta ditransletkan, hakz ...) Me time buat Ibu 3H cenderung jadi lazy time , tapi itu dulu, sebelum kena tampar oleh quote sesebunda (lupa nama akunnya), "Jangan senang bisa dapat ME TIME , kalau waktu itu cuma digunakan hanya untuk duniawi". Astaghfirullah .... Sejak dapat quote itu berubah? Gak, masih sering stalking media sosial, hehehe ... tapi sekadarnya saja. Alhamdulillah juga berkesempatan ikut kulwap ME TIME yang diadakan oleh Ibu Profesional. Isi kuliahnya padat bergizi, makin memantapkan niat, me time harus yang positif! " Me time yang paling berkualitas untuk mengatasi stres adalah tazkyatun nafs , membersihkan diri dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Jika ibu seorang muslimah, kita bisa menemukan waktu untuk me time sehari lima kali, yaitu shalat dengan khusuk. Semakin hati kita bersih dan dekat dengan Allah, s

Bicara dengan Si Sulung

Setiap anak beda cara berkomunikasinya, bahkan setiap bertambah usianya. Sedang mengalami ini nih, uda Hasyim yang tidak lagi balita. Subhanallah, astaghfirullah, belum nemu cara bicara yang pas dengan si Sulung. Yang penting, jangan teriak, kalau perlu dipangku dan dipeluk. Nah, ini udah dicoba, hasilnya? Hasyim bertanya dari sabang sampai merauke balik lagi ke sabang, haaah .... Setidaknya cara itu membuat kami nyaman berbicara, duduk berhadapan dengan saling menatap, hasilnya dapat respon yang bagus dari si Uda. Tetap saja, perubahan sikap mereka yang kadang terasa cepat, membuat Ibu harus cepat pula beradaptasi, dan merubah cara bersikap pada 2H terutama. Dan itu selalu always membuat bingung, karena baru saja cara ini cocok diterapkan, tau-tau mereka bukan mereka yang kemarin lagi, halahh... Doa adalah cara yg ampuh untuk menghadapi kebingungan. Wallahu'alam ... Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Ø«َلاَØ«ُ دَعَÙˆَاتٍ

Rasa - Rasa Itu

Imam Ja’far ash-Shadiq, cucu Rasulullah Saw mengatakan, “Anak laki-laki adalah kenikmatan dan anak perempuan adalah kebaikan. Allah akan mempertanyakan kenikmatan,  sementara Allah akan menetapkan kebaikan”. Tentang Rasa Gimana rasanya udah nikah? Rasanya ... seperti menjalani 1000 kisah di satu hati #eaa Gimana rasanya punya anak? Rasanya ... lebih rame dari nano-nano, mencakup semua rasa. Gimana rasanya mendidik anak? Rasanya ... seperti mau ikut perang, mempertaruhkan fisik, mental dan feel . Gimana rasanya saat marah pada anak? Rasanya ... tidak bisa menjadi ibu yang baik. Menyesal, hingga bisa menangis. Apa tips rasa dalam mendidik anak? Perbanyak rasa sabar. Sabar. Ikhtiar. Sabar. Tawakal. Sabar. Istighfar. Sabar. Tidur (muehehehe) Seperti kata teh Nini (istri aa Gym), "Bila sudah terlihat gejala sikap tidak manis yang ditampakkan anak, berarti hal tersebut merupakan signal dari Allah untuk kita sabagai orang tua agar perbanyak taubat, istighfar, tafakku

Tentang Berubah (Hijrah)

Hijrah itu gampang kok, yang susah itu istiqomahnya. Gak usah berpikir susah deh, itu hanya karna belum terbiasa. Karena kita terlena di zona nyaman, padahal kita tau ada zona yang lebih nyaman dari sekarang ini. Tapi kenapa belum move on ? Kenapa belum dikomplitkan hijrahnya? Ya, karna kebiasaan tadi. Mantapkan hati, kokohkan niat, istiqomah hingga terbiasa, insyaallah gak susah dan gak akan lama. Coba kita flashback. Awal pernikahan, begitu banyak kebiasaan yang berubah. Lama? Iya, hahaha ... Tapi akhirnya bisa berubah, kan? Saat punya kiddos , yang biasa banyak tidur, lama kelamaan jadi milih bangun daripada tidur, kan? Iya, karna hanya saat mereka tidur bisa nyantai, hahaha .... Musuh besar untuk merubah kebiasaan tadi sebenarnya rasa malas. Malas itu bisa diusir, tapi gak bisa dibunuh, ckck ... Tiap kali malas datang, lawan dengan cara ingat kembali apa niatmu, istighfar! Come on, you can do it  Zii!! Begitu juga dengan emosi. Sudah kamu coba, kan? Perintahkan hati dan

Hijrah Rasa (6)

Sebelumnya → Hijrah Rasa (5) ◆◆◆ "Aku ke teman-teman dulu, ya." Pamit Gema, yang fokusnya tentu pada Gita. "Ntar pulang bareng, bisa?" Lanjut pemuda itu sedikit berbisik namun, masih terdengar oleh Qia. "Aku ada, lho, Ge." Tanpa maksud menyindir cowok itu, Qia menatap serius manik mata yang terlihat sebal. Ini bukan kali pertama Qia, teman sepermainan Gita itu menganggu. Tujuannya baik, Gema tahu itu. Tapi ... ya, gimana ya? "Iya, iya." jawab Gema kesal sambil berlalu. Malas, ntar dapat kultum lagi. "Kesempatan banget, sih." Senggol bahu Qia ke Gita setelah ambil posisi duduk. "Gue lagi, gak mood dikasih kultum, Qi." jawab Gita yang sepertinya terkena virus malas Gema. "Aku juga lagi malas kasih kultum, tuh." ujar Qia cuek. Gaya temannya ini seketika membuat darah Gita naik. "Dengar, ya, Sayang. Kita itu pacarannya, pacaran sehat. Dengar, pa ca ran se hat. Jangankan kiss-kissan, pegangan aja g

Berdamai dengan Realita

Baca berita tentang pandemik yang tidak akan berakhir, rasanya ... nyelekit. Saya sebagai seorang yang awam dengan keadaan saat ini, bisa merasakan bagaimana perasaan para pejuang di garda terdepan dalam memerangi virus ini. Ditambah lagi dengan hastag yang lagi viral #Indonesiaterserah membuat semangat yang masih ada bisa saja down . Ini bukan tentang penyakit yang tidak bisa menghilang, ini tentang ikhtiar kita yang (mungkin) masih kurang. Begitu banyak cara dianjurkan oleh para dokter dan pemerintah agar sama-sama melenyapkan virus ini. Namun, beberapa orang masih saja MADA, TANGKA (ngeyel) untuk sebentar saja menahan diri. Ini di luar cerita tentang bagaimana para pencari nafkah yang harus ke luar rumah, ya. Tapi, ini tentang mereka yang menganggap enteng covid 19. Terbukti, hampir setahun virus ini ada di Indonesia, yang positif terus meningkat setiap harinya. Itu karena apa? Yang jawab takdir, sini, kita ngopi dulu. Memang, ada yang telah berusaha agar tidak terjangkit,

Bahagia Itu ....

Ketika Papa dan Mama bahagia Ketika bisa memenuhi keinginan Papa dan Mama Ketika berkumpul dengan formasi lengkap MP 4 Ketika penghuni MP 4 bahagia Ketika dapat berekreasi bersama MP 4 Ketika melihat secara langsung tumbuh kembang anak Ketika bermain bersama anak Ketika bisa membelikan Ayah dan Ibuk sesuatu Ketika bisa mengajak Ayah dan Ibuk rekreasi Ketika bisa menikmati pesona pagi Ketika bisa menikmati turunnya hujan Ketika bisa makan mie instan Ketika bisa menikmati kitkat tanpa gangguan Ketika bisa makan dengan tenang Ketika bisa berlama-lama mandi Ketika bisa tidur tanpa mimpi dan terjaga Ketika bisa berkreasi di dapur, memasak, baking, buat cemilan. Walaupun hasilnya ... entahlah Ketika bisa meluapkan emosi Ketika bisa bebas mau ngapain Ketika sedang menulis Ketika bisa menonton KETIKA BISA BERIBADAH DENGAN TENANG KETIKA BISA MENGERJAKAN YANG SUNNAH DENGAN TENANG BERLAMA-LAMA DI ATAS SAJADAH Bahagia itu ...

Hijrah Rasa (5)

Sebelumnya → Hijrah Rasa (4) ◆◆◆ Hari pertama MOS, Qia berasa menjadi artis sinetron. Bertemu dua cowok cakep, berkharisma, tapi sakura. Satu lagi, cakep juga, receh, sedikit agresif, tapi ramah. Sekembali dari ruang OSIS, tujuan Qia hanya kembali ke kelas di mana soulfriend -nya berada. Kepalanya penuh dengan nasihat yang nanti akan dilontarkan ke pada sang teman, tak peduli nanti ada gege-gege itu. Namun, di tengah lorong, gadis yang sedang manyun karena masih kesal pada si ketos itu dicegat oleh Angga. "Sendirian aja, Neng?" Sapanya sengan senyum pepsodent. "Gak, sama bayangan." Jawaban Qia kenapa selalu ngasal, sih? Tawa Angga berderai seketika. "Maksudnya, kenapa gak sama Diky?" Qia tidak berniat sedikitpun untuk menghentikan langkahnya, sekalipun untuk sekedar berbasa-basi dengan senior itu. Maka, Angga terpaksa mensejajarkan langkahnya. "Kenapa harus sama dia?" Barulah Qia berhenti mendengar pertanyaan aneh dari Angga. M

Drive (Jian dan Sofija)

Sofija ke luar dari ruang rawat Kim Xander dengan wajah yang merah padam. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuh. Langkahnya sedikit menghentak-hentak tanpa disengaja. Ingin membanting pintu itu, namun dia masih menjaga wibawanya sebagai seorang putri raja. Kalau kata orang milenial, jaim. Langkahnya yang terburu-buru hingga Sofija melupakan seseorang yang sedang menantinya di luar ruangan tadi, bahkan selalu setia menantikan hatinya menuju pemuda itu. Sang Putri yang sedang dilanda rasa cemburu itu menghentikan langkahnya, tanpa berniat kembali menghadap ke belakang, dia berteriak lantang, "Jian! Jian!!" soraknya tidak sabar. "Hamba, tuan Putri, hamba." jawab Jian dengan wajah yang ... merana? Entah, yang jelas telapak tangan kanan pemuda itu berada di dada kirinya. Seperti menahan detakan yang kencang. Kening Sofija berkerut melihat wajah Jian, "Kamu, kenapa? Masih ada yang sakit?" Nada suara yang terdengar sedikit khawatir itu, membuat kedua ujun

Karena KLIP

Dua malam ini, aku seolah tertampar oleh pemikiran sendiri yang dipicu karena perangai si Bungsu yang entah kenapa selalu lambat untuk tidur saat malam hari. Sementara, waktu setoran per hari di Klip adalah pukul 24.00, jam sinderela, istilah teman-teman bangku belakang di WAG Klip. Target bulan ini bagiku adalah badge you are outstanding . Alhamdulillah sampai semalam masih bisa mencapai badge tersebut. Walaunpun menyetor nyaris habis jam hari itu. Dua malam kemarin, demi mengejat badge tertinggi, aku uring-uringan pada si kecil. Padahal, dia belum mengerti apapun. Namanya anak kecil, memang susah untuk memejamkan mata. Tapi, karena tujuanku nyaris tidak tercapai, emosi negatif itu sempat meluap. Semalampun aku hampir menyerah untuk tidak menulis. Setelahnya, seolah ada yang mengingatkan, "Hanya untuk sebuah badge dalam menulis, kamu bela-belain, bahkan emosi pada anak. Sedangkan, untuk sebuah kebahagiaan yang hakiki, kamu cuek. Hanya sebatas niat." Astaghfirullah

Sabar Itu Bukan Hanya Diam

Menjadi muslim yang baru hijrah itu tidaklah mudah. Apalagi, lingkungan tidak mendukung agar diri lebih istiqomah. Didukung wajah tampan rupawan yang banyak godaan. Uhuk. Kenalkan, gue, eh, aku Ibrahim Satria. Di rumah dipanggil Baim, di luar bang Sat. Ck! Bagi lo, eh, kamu yang pernah baca cerita gue, eh, aku tentang mengejar nilai, pasti sudah tahu siapa gebetan hati. Tapi, belum tau nama gu, aku 'kan? Dih, belibet. Ini gegara si Ustadz kecil itu, tuh. Dia bilang, 'kalau mau jadi anak baik manggilnya pake aku-kamu, Om.' Eh, kenapa gue patuh sama bocah? Oke, kita gue lagi gak mau curhat tentang itu. Gue mau sharing . Jiah. Hari ini gue ngamuk di kampus. Bukan karena nilai, tapi ada yang berusaha jauhin Nilayya dari gue. Lebih tepatnya memfitnah. Nah, kata si Abang, ini salah satu cobaan dalam hijrah. 'Harusnya kamu lebih sabar. Menikmati paras elok perempuan yang bukan mahram, termasuk zina mata, lho.' Kalau gak salah itu namanya 'iffah (menjaga k

Dewa 19 (Jian dan Sofija)

Sudah beberapa hari ini, Sofija tampak gelisah. Pasalnya, Jian tidak pernah tampak lagi semenjak dirinya secara tidak langsung menolak menikah dengan lelaki berwajah teduh itu. Salahnya memang, andai saja dia memintanya untuk menunggu beberapa saat. "Aaaahh! Menyebalkan. Makanya, dari dulu aku tidak mau berurusan dengan laki-laki. Ribet!" Kesalnya meninju-ninju guling. "Apanya yang ribet, tuan Putri?" tanya dayang Biyu yang baru masuk ke kamar Sofija. Tampak sepucuk surat di tangan wanita paruh baya itu. "Tidak ada, Biyu. Ribet meluruskan tali sarung guling yang entah kenapa jadi kusut." Sofija tampak sibuk menggulung, lalu mengulur tali sarung guling. Dayang Biyu yang tahu akan kepura-puraan sang Putri, terkekeh pelan sambil mengambil posisi duduk di dekat Sofija. "Talinya tampak baik-baik saja Putri. Hati yang sedang memegang talinya yang terlihat kusut." Senyum dayang Biyu melihat bibir tipis itu mengerucut. "Mungkin, surat ini

Yang Terlewatkan

Pengalaman hamil pertama jauh dari orang tua, membuatku gamang melangkah. Harus bagaimana? Harus apa? Namun, seiring waktu berputar, semua tetap terjalani walau banyak sesal yang tercetak di dalam hati. Salah satunya, hamil ke dua. Ada, mereka ada mengingatkan KB. Tapi, karena tamu itu tidak datang hingga bulan ke sembilan, menganggap tidak apa-apa. Alhasil, satu tahun umur si Sulung, saya positif hamil lagi. Bagaimana lagi? Ini rezeki, ya. Ini ketentuan-Nya, benar. Tapi, ini juga keteledoran kami. Si Sulung tidak full asi dua tahun. Sedih. Makin bersalah mengingat, (mungkin) selama satu tahun masa tumbuhnya jauh dari perhatian saya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang Ayah. Segala hal. Ketika adiknya tidur, saya sudah terlalu lelah, atau pekerjaan rumah sudah menunggu. Setiap hari tentu kami menghabiskan waktu bersama, hanya saja, bukan qualitu time . Perhatian ini rasanya terbagi banyak. Dan baru kini, saya rindu dirinya yang berumur satu tahun. Rindu sek

Romantis yang Sesungguhnya

"Kamu ... mau 'kan jadi pacarku?" Seketika netra ini membola. Oksigen terasa habis, sulit bernafas. Jantung berdetak lebih cepat, di atas normal. Perut seperti terasa tergelitik, ada rasa yang membuncah. Lalu, pipi memanas, dua ujung bibir terangkat. Sejak hari itu, dunia terasa penuh warna. Hp tak berhenti berbunyi, selalu ada pemberitahuan entah itu pesan singkat, media sosial, atau telfon. Emosi negatif seolah jauh, yang ada hanya tawa dan senyuman. Kata kangen dan sayang, seperti multivitamin penyemangat hari. Selalu ada cerita di antara kita. Bahkan, saat mulut memilih diam, bukan karena kehabisan kata, tapi karena terlalu banyak kata yang akan terucap. Saling tatap, tersenyum malu, berakhir kata cinta. Rasanya ... ingin seperti itu, selamanya. Dulu. Sekarang. Sesal. Menyesal. Ingin kembali ke waktu itu, untuk tidak melakukannya. Sebab, semua tipu daya musuh manusia yang nyata. Dia menang, yang terkutuk itu menang! Aku benci! Tersu

Penggemar Suamiku

Suamiku mempunyai fans , itu kenyataan. Bermula mereka bertemu di Payakumbuh, saling menatap, berakhir diajak ke rumah. Uda--suamiku--begitu memperhatikan mereka, wajahnya selalu tampak senang saat bertemu dengan penggemarnya itu. Begitupun sebaliknya, suara fans -nya selalu riuh terdengar saat bertatap muka dengan Uda. Makin lama, mereka semakin banyak, selain makanan mereka yang selalu disediakan Uda, rumah-rumah mereka sudah seperti komplek perumahan, mereka datang dari berbagai daerah. Tiap pagi dan petang, suara ribut akan terdengar di pintun depan. Mereka akan berteriak, dan mengejar Uda yang baru saja ke luar dari rumah. Selalu begitu. Jika Uda terlambat menemui mereka, di luar pintu depan rumah sudah terdengar bisikan ataupun pekikan. Bagiku, tak masalah, asal jangan disuruh langsung bertatap muka dengan mereka. Walaupun, ada saatnya Uda tidak bisa mengatur mereka sendiri, ya ... aku judesin saja. Astaga. Mereka sama sekali tidak menyenangkan bagiku. Anak-anak pun sanga

Es Rumput Laut

Ramadhan kali ini, menjadikan kita merindu, sungguh rindu. Apalagi berjauhan dari orang tua. Tulisan kali ini bukan mengajak tamu ruang ibu baper karena keadaan, tapi mau berbagi resep es rumput laut mama yang terkenal sejagad keluarga karena gurih, gak bikin eneg karna manisnya. Singkat cerita, saya mencoba resep tersebut dengan bahan yang berbeda. Jika es rumput laut mama berisi memang buah-buahan (buah nangka, pokat, pepaya) dan rumput lautnya, maka mama junior yang sudah menjadi ibu ini mengkreasikannya sendiri. Dari es rumput laut mama menjadi es buah ibu. Muehehehe. Rasanya? Rasa es buah. Alhamdulillah tak mengecewakanlah. Berikut resepnya : Buah yang kira-kira nyambung dimakan dengan air santan. Kebetulan, kami sedang sedia pepaya, naga, dan pokat. Rumput lautnya, diganti dengan nutrijell cincau. Potong dadu semuanya. Untuk air, santan ambil putihnya saja. Masak hingga mendidih, matikan. Masukkan 1 gelas belimbing gula pasir (tidak terlalu penuh), tambahkan 1 sachet

Mengejar Nilai

"Resek!" Sebuah buku melayang ke wajah gue. Lumayan. Bukannya kesal, gue malah terkekeh kena tempeleng. Geleng-geleng sendiri gue jadinya. Gue berani bertaruh, dalam hitungan ke tiga, tuh cewek pasti nengok lagi ke gue. Satu ... dua ... tiga .... Nah, 'kan dia kagak nengok. Kepedean. Anehnya, gue masih aja senyam-senyum gak jelas. Ck! Nih, hati gak lihat-lihat dulu kalau mau jatuh. Harusnya berembuk sama otak, mau gak, tuh cewek sama gue. Gue yang slengekan, kasar, penampilan seperti preman ... apalagi, ya? Jauh dari pacar idamanlah. Badboy kata ciwi-ciwi. Gue gak suka sebenarnya dijuluki itu, artinya aja aneh, laki-laki jelek. Udah jelas tampang gue setara Ramon J. Tungka. Gak percaya? Bagus ... karena percaya selain Allah itu dosa besar! "Hei, Bang Sat," Sapaan itu membuat senyum gue lenyap. "Ada apa?" To the point dan jutek. Gue bukannya gak tau, kalau ramah itu salah satu akhlak mulia. Terkhusus ni makhluk, gue pilih dosa-dosa si

Belum Ada Judul

Tanpa Tuan Mahmed jawabpun, Jian bisa menebak apa yang akan atau mungkin sedang terjadi di bangunan berbatu banyak di sana. Batin Jian bergejolak, segera saja lelaki berbadan tegap itu meminta izin pada tuannya dengan alasan, ada sedikit keperluan. Langkah Jian begitu tergesa menuju istana. Hanya satu tujuannya, ingin mengetahui apakah sang raja, penyelamat hidupnya baik-baik saja? Tidak susah bagi Jian untuk memasuki istana megah tersebut. Lelaki santun itu sudah menjadi tangan kanan raja sekalipun tidak menetap di dalam istana. "Hamba ... hanya ingin hidup menjadi rakyat biasa, Baginda. Walaupun hamba tinggal di luar sana, hidup ini siap hamba pertaruhkan kepada engkau." Begitulah jawaban jumawa dari Jian, saat raja memintanya untuk menetap di dalam istana. Pikiran yang sedang berkelana, membuyarkan sedikit fokus Jian saat masih berlari-lari kecil menuju ruangan raja. Hampir saja pemuda itu menubruk seseorang yang juga hendak memasuki ruangan raja. Sigap, tangan ke

Kurus, Bodo Amat

Ketika semua orang berlomba-lomba diet sehat untuk memperoleh berat badan yang ideal, tidak berlaku bagi Tia. Apapun, tanpa berpikirpun, selagi perut nerima, semua masuk ke dalam mulut berbibir sedikit tebal itu. "Makan banyak, tapi gak gemuk-gemuk." Komentar seperti itu jangan ditanya lagi, sudah seperti obat anti alergi oleh perempuan kutilang ini. Tenang, doi tidak akan marah aku bilang kutilang. "Nyatanya kayak gitu, gimana mau marah?" ungkapnya cuek. "Emang, mbak Tia gak pernah coba program menaikkan badan ideal?" Pernah kami sedikit kesal dengan gaya masa bodohnya dia terhadap komentar-komentar mulut yang tidak bertanggung jawab tentang badannya. Bagaimanapun, Tia itu sudah hampir lima tahun sepenanggungan bekerja sama dengan kami, aku dan Alia. Sejenak, Tia menghembuskan nafas lelahnya, " jangan ditanya Al, dari gue masih ingusan, emak gue udah ngasih vitamin penambah berat badan, vitamin pembuka selera makan, yang seperti itulah. B

Jodoh

Pernah suka pada paras wajah cowok, ternyata orangnya sama? Aku pernah. Lima kali, orangnya dia lagi dia lagi. Pertama kali lihat wajahnya, saat pulang buka bareng yang diadakan tempat kursus. Saling melambaikan tangan ketika akan melangkah berbeda arah. "Pulang sama siapa, Dek?" tanya sesekakak, teman yang biasa jalan pulang bareng saat kursus selesai. "Sendiri, Kak. Kita bareng ke luar, ya." Ajakku. "Kakak dijemput," ujarnya lagi sambil menunjuk seorang laki-laki duduk di atas motor King dengan gaya kaki naik ke jok. Pandangan ini mengikuti arah tunjukkan sesekakak. Mata kami sempat beradu sekian detik, tanpa ada reaksi apapun dari wajahku atau dia. 'Cakep suami si Kakak' Waktu berlalu. Aku yang sedang menikmati angin taman kampus, melihat seseorang yang asik untuk dipandangi, sorot mataku sedikit terpaku saat dia berjalan ke arahku. 'Hah? Dia ke sini?' Otomatis, aku mundur duduk sedikit bersembunyi di balik punggung t

Menjadi Ketua Kelas

Semenjak menduduki bangku sekolah, mulai dari taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA, dan terakhir strata satu, akhirnya saya dapat amanah sebagai ketua kelas setelah menjadi seorang ibu di kelas literasi ibu profesional Padang. Kaget, sih, tidak. Deg-degan, iya. Belum tahu, apa dan bagaimana sistem memimpin sebuah kelas yang anggotanya tak pernah tampak muka, hanya tulisan. Bisa dibilang itu sebuah keuntungan, yang bila salah paling malu sendiri, hehehe. Alhamdulillah, tidak pernah salah. Ternyata, di sekolah ini--ibu profesional--semua guru semua murid. Jadi, disaat seseorang baru saja maju menjadi pengurus, akan ada tangan yang langsung membantu. Kepala yang selama ini selow tanpa berpikir mau apa dan mengapa--selain memikirkan masak dan kegiatan anak--terasah dengan adanya amanah. Pun, dengan kalimat yang keluar saat menyapa grup. Jadi semakin merasa bijak. Eaa. Sebuah pertemuan, akan ada perpisahan. Jadi, tanggal 22 Maret lalu, saya sebagai ketua kelas literasi ibu profesional Pa