Langsung ke konten utama

Dewa 19 (Jian dan Sofija)

Sudah beberapa hari ini, Sofija tampak gelisah. Pasalnya, Jian tidak pernah tampak lagi semenjak dirinya secara tidak langsung menolak menikah dengan lelaki berwajah teduh itu. Salahnya memang, andai saja dia memintanya untuk menunggu beberapa saat.

"Aaaahh! Menyebalkan. Makanya, dari dulu aku tidak mau berurusan dengan laki-laki. Ribet!" Kesalnya meninju-ninju guling.

"Apanya yang ribet, tuan Putri?" tanya dayang Biyu yang baru masuk ke kamar Sofija. Tampak sepucuk surat di tangan wanita paruh baya itu.

"Tidak ada, Biyu. Ribet meluruskan tali sarung guling yang entah kenapa jadi kusut." Sofija tampak sibuk menggulung, lalu mengulur tali sarung guling.

Dayang Biyu yang tahu akan kepura-puraan sang Putri, terkekeh pelan sambil mengambil posisi duduk di dekat Sofija.

"Talinya tampak baik-baik saja Putri. Hati yang sedang memegang talinya yang terlihat kusut." Senyum dayang Biyu melihat bibir tipis itu mengerucut. "Mungkin, surat ini bisa menenangkan hati yang sedang galau itu.

Dayang biyu mengulurkan kertas putih ke pada Sofija. "Dari siapa, Biyu?" Pertanyaan ini ditujukan gadis itu untuk menutupi denyut jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Baca saja. Jika nanti segumpal daging itu kembali gelisah, cobalah mengadu pada Sang Penguasa Hati. Dia-lah Maha Pembolak-balik hati manusia. Apa yang tidak mungkin, akan menjadi mungkin jika Dia berkehendak." Nasihat dari dayang Biyu, sedikit menentramkan batin Sofija.

"Terima kasih, Biyu. You know me so well." Peluk kasih diberikannya ke pada dayang Biyu.

"Eaa ... hamba saja sering dapat gombalan, apalagi nanti sang suami." Dayang Biyu terkekeh, geleng-geleng kepala karena tingkah sang Putri. "Silahkan dilanjut, tuan Putri. Hamba undur diri."

Sepeninggal dayang Biyu, Sofija segera membuka surat tadi

Salam (sayang) hormat, tuan Putri, Sofija

Kedua sudut bibir Sofija seketika terangkat membaca salam pembuka surat tersebut. 'Apa-apaan memakai tanda kurung segala. Lagian, kenapa mengirim surat segala? Kenapa tidak langsung saja menemuiku?'

Sebelumnya, hamba memohon maaf tidak lagi pernah mengunjungi sejak peristiwa itu. Bukan karena hamba menyerah, sama sekali bukan karena hal itu.

Namun, hamba harus menemui sang Ayah ke kerajaan Negeri Selatan. Begitu banyak hal yang ternyata harus hamba selesaikan di sini.

Untuk itu, sudilah kiranya Putri menanti hamba kembali. Jangan berpaling ke lain hati.

'Dih, kenapa dia jadi percaya diri sekali? Siapa juga ingin menanti?'

Salam rindu,
Jian
.
Entah siapa yang sedang mendengarkan alunan musik, baru saja Sofija selesai membaca salam penutup, musik itu terdengar semakin jelas.

Semua kata rindumu
semakin membuatku, tak berdaya
Menahan rasa ingin jumpa ....

Sofija tidak dapat lagi menahan rekahan bibir merahnya. Akhirnya gadis itu memilih merebahkan diri dan menutup wajah yang menghangat dengan kertas surat dari seseorang yang memang dinanti.

Sementara itu, di luar kamar sang Putri, dayang Biyu melanjutkan lantunan syair lagu.

Percayalah padaku
Aku pun rindu kamu
Ku akan pulang
Melepas semua
Kerinduan ... yang terpendaam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg