Langsung ke konten utama

Hijrah Rasa (5)

Sebelumnya → Hijrah Rasa (4)

◆◆◆

Hari pertama MOS, Qia berasa menjadi artis sinetron. Bertemu dua cowok cakep, berkharisma, tapi sakura. Satu lagi, cakep juga, receh, sedikit agresif, tapi ramah.

Sekembali dari ruang OSIS, tujuan Qia hanya kembali ke kelas di mana soulfriend-nya berada. Kepalanya penuh dengan nasihat yang nanti akan dilontarkan ke pada sang teman, tak peduli nanti ada gege-gege itu.

Namun, di tengah lorong, gadis yang sedang manyun karena masih kesal pada si ketos itu dicegat oleh Angga.

"Sendirian aja, Neng?" Sapanya sengan senyum pepsodent.

"Gak, sama bayangan." Jawaban Qia kenapa selalu ngasal, sih? Tawa Angga berderai seketika.

"Maksudnya, kenapa gak sama Diky?"

Qia tidak berniat sedikitpun untuk menghentikan langkahnya, sekalipun untuk sekedar berbasa-basi dengan senior itu. Maka, Angga terpaksa mensejajarkan langkahnya.

"Kenapa harus sama dia?" Barulah Qia berhenti mendengar pertanyaan aneh dari Angga. Maksudnya apa?

Kening Qia begitu berkerut tanda tidak mengerti, juga sebagai tuntutan maksud dari pertanyaan Angga.

"Ah, gak. Tadinya aku pikir kamu bakal disandera sama Diky." jawab Angga cengengesan. Gawat banget tatapan Qia itu memang, bisa membuat cowok playboy seperti Angga salah tingkah.

"Disandera? Mana berani dia." Respon Qia sama sekali tak terbayangkan oleh Angga. Pasalnya, siapa sih, yang berani menantang si ketos yang rada songong tapi tidak pernah salah itu? Tidak ada. Bahkan, gurupun menaruh hormat padanya.

Nyatanya, memang Qia saat ini tidak bersama dia. Kalau memang cewek ini sudah ditandainya, harusnya mereka sedang bersama. Apa, jangan-jangan Diky tidak jadi menjadikan Qia targetnya? Kesempatan, nih. Batin Angga yang masih mengikuti langkah Qia di belakangnya.

"Lho, Qi, kirain kamu sama kak Diky." Heran Gita saat tampak Qia datang diikuti oleh Angga.

"Iya, tadi. Kesel, aku tuh."

Qia memilih berdiri di samping Gita yang lagi duduk di taman depan kelas bersama Gema. Gita yakin, ini cewek nanit tidak sadar ada Angga mengikutinya.

"Kak Angga, ada perlu sama Qia?"

"Lho, kakak masih ngikutin? Kupikir udah pergi tadi?"

Benar 'kan dugaan Gita. Lihat saja, setelah ini, tuh senior bakal terdiam dibuatnya.

"Jangan lagi pernah jalan di belakang cewek, Kak. Bisa jadi fitnah. Kalau memang harus berjalan berdua dengan perempuan, kamunya jalan di depan. Lagian, kakak gak ada kerjaan gitu kenapa sampai ngikutin aku?"

"Oh, eh, anu ... aku mau ke sana, kok." Menutupi sikapnya yang tiba-tiba aneh, Angga memilih beranjak setelah mendapat kultum dari Qiara. Gagal masuk hitungan deh, Angga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg