Langsung ke konten utama

Janji Nia

"Ingat ya, Nak, hati-hati dan jangan tergesa-gesa."

Nasehat ini selalu disampaikan Mama saat Nia akan pergi sekolah. Nia, gadis kecil yang bersekolah di taman kanak-kanak itu, memang sedikit ceroboh.

"Oke, Mama," jawab Nia semangat.

"Jawaban yang bagus itu, Insyaallah, Sayang."

"Eh, iya, lupa. Insyaallah, Mama." Nia memperbaiki jawabannya sesuai yang diingatkan Mama. "Nia berangkat dulu ya, Ma. Assalammualaikum," pamit Nia kemudian.

Sesampai di sekolah, Nia melihat teman-temannya sedang berkumpul di belakang kelas. Nia penasaran, ada apa di sana? Kenapa teman-teman melihat ke dinding belakang?

Nia pun berlari cepat ke arah teman-teman berkumpul, tetapi ia tidak melihat ada salah satu tas milik temannya tergeletak di lantai. Gadis berhijab kecil itu lupa akan pesan Mamanya. Tanpa memperhatikan langkahnya, Nia tersandung. Dia menubruk teman-temannya yang ternyata sedang melihat gambar yang baru saja ditempel guru di dinding belakang kelas.

Seketika, suasana kelas menjadi ribut. Ada yang berteriak kaget, ada juga yang merintih kesakitan. Nia yang terjatuh langsung berdiri dan segera meminta maaf. Dia juga menolong teman-temannya yang terjatuh, padahal tangan dan kakinya juga terasa perih.

"Maaf, ya, teman-teman. Aku gak sengaja," sesal Nia sambil menolong Luna berdiri.

"Kamu pasti gak hati-hati Nia. Sakit tau!" Dio terlihat kesal kepada Nia.

"Iya, kakiku tersandung. Maaf, ya, Dio." Nia menunduk merasa bersalah. Dia memang tidak hati-hati dan tergesa-gesa ingin cepat sampai.

"Sakit, ya? Maaf, ya ...." Mata kecil itu terlihat berkaca-kaca. Selain tangan dan kakinya yang perih, Nia takut tidak ada yang ingin bermain bersamanya lagi.

"Gak apa-apa, kok, Nia," jawab Luna tersenyum.

Ternyata tidak semua teman yang marah padanya, karena Nia segera minta maaf atas kesalahan yang dia perbuat.

Nia membalas tersenyum dan mengucapkan terima kasih, karena teman-teman sudah memaafkannya.

Nia memang bisa jadi ceroboh kalau menginginkan sesuatu. Sebelum mendapatkannya, Nia tidak bisa tenang, sehingga membuat dia terburu-buru. Seringkali sikap terburu-burunya membuat Nia lupa hati-hati.

Kejadian tadi pagi, membuat Nia berjanji dalam hati untuk tidak tergesa-gesa lagi. Siang ini, saat jam istirahat, Nia berhasil menepati janjinya sendiri.

"Aku punya buku baru, nih," ujar Fatimah sambil mengeluarkan buku yang banyak warna dari dalam tasnya.

"Buku apa, Fatimah?" tanya Luna tampak penasaran.

"Tentang perempuan yang menjadi bidadari surga," jawab Fatimah dengan wajah berbinar menunjukkan isi buku.

Nia yang sedang mencuci tangan di westafel, tidak jauh dari tempat duduk Luna dan Fatimah, mendengar percakapan mereka. Nia segera menyelesaikan cuci tangannya, dan hampir terburu-buru mendekati dua temannya itu.

Segera, Nia melambatkan langkahnya ketika ingat tidak akan lagi buru-buru dan harus hati-hati. Namun, sikapnya yang tadi sempat buru-buru sedikit menyenggol botol minum miliknya yang terletak di tepi meja. Botol minum itu hampir saja jatuh ke baju Fatimah saat Nia memegangi botol air tersebut.

"Maaf Fatimah, kamu gak basah 'kan?" tanya Nia sambil menutup tempat minumnya.

"Gak, kok, Nia," jawab Fatimah tersenyum.

"Syukurlah," hatur Nia lega. "Aku mau lihat buku barumu, boleh, Fatimah?"

"Boleh, kok. Yuk, kita baca sama-sama." Fatimah memberi ruang untuk Nia agar bisa duduk di dekat Fatimah.

"Terima kasih banyak," balas Nia lagi.

Teman-teman Nia sudah tahu, kalau temannya yang periang ini sering melakukan kesalahan karena ceroboh. Hanya saja, mereka tidak pernah marah pada Nia, karena Nia selalu meminta maaf saat bersalah, dan mengucapkan terima kasih jika sudah ditolong.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg