Langsung ke konten utama

Sepercik Bunga Pernikahan

Melati begitu sendu menatap sebuah akun media sosial yang berisikan foto-foto liburan seorang temannya. Dirinya merasa begitu sedih karena tidak bisa keluar dari sangkar bata walaupun hanya untuk keliling mall. Lelakinya tidak menyukai travelling, dan tak mau juga untuk sekedar berkorban menyenangkan hatinya.

Merasa lelah, perempuan itu menutup akun tadi lalu beralih ke aplikasi olshop. Dari pada hasad melihat foto orang, mending beli yang unyu-unyu. Ujar Melati di hati. Tanpa dia sadari, seorang perempuan lain sedang menatap akun media sosialnya.

Begitu besar keinginan Lili untuk sekedar shopping, sekalipun hanya belanja online. Melihat akun media sosial temannya yang bebas ingin berbelanja apa saja, hatinya merasa dicubit. Perih.

Sang suami tidak pernah memberinya uang. Bahkan, untuk bahan masak sehari-haripun suaminya yang belanja. Memang, apa yang Lili inginkan selalu dibelikan suaminya, tapi tetap saja ditanya terlebih dahulu untuk apa. Rasanya ... sangat diatur.

[Jadi pengen, deh ....]

Begitu Lili memposting statusnya, yang kemudian dikomentari oleh sang suami dengan bahasa yang begitu lembut, hingga dia mengatakan 'ya'. 

Senyum tercipta di bibir Lili, tapi masih ada rasa tidak puas di hatinya. Namun, ada yang luput di fikiran Lili, komentar-komentar di statusnya dibaca oleh teman mayanya.

'Enaknya ditegur dengan cara lembut kayak itu. Gak bakal ada goresan di hatinya.' Lalu rasa itu menjalar ke seluruh tubuh, berakhir dengan linangan air di pelupuk mata.

'Jangankan menegur dengan cara yang manis, saling bicara aja, kapan dia butuh, atau aku nanya. Pengen juga 'kan digodain gitu,' lanjut Ammi sambil menyeka air yang mulai menetes dari matanya.

Saat pikiran dan hati Ammi sibuk dengan rasa sedih, terdengar bunyi mesin motor memasuki halaman rumah. Segera, dia menghampiri sang suami yang baru saja pulang dari bekerja. Terlihat beberapa kantong kresek yang disodorkan kepada Ammi.

'Asik ... banyak cemilan.' Begitu suara hati yang sempat mengiba tadi. "Makasih ...," sambut Ammi menerima buah tangan dari suaminya. Walaupun hanya wajah cuek sebagai balasannya.

Di sudut pagar luar rumah Ammi, tampak seorang perempuan tersenyum memperhatikan semua adegan tadi. Hatinya terenyuh. Menginginkan seseorang penjaga hati, jiwa dan raga. Hanya saja ... saat ini, bukan waktu yang tepat bagi Dahlia untuk membuka hati kembali.

Sesaat terdengar derap lari dari kaki-kaki kecil di belakangnya, yang kemudian tangan-tangan kecil itu memeluk erat pinggang Dahlia. Disusul suara tawa renyah dari sepasang bibir kecil.

[Bahagia itu ... mereka]

Begitu caption yang ditulis Dahlia saat meng-upload foto diri bersama sepasang putra dan putrinya di akun media sosial berlogo f.

Foto itu mendapat beberapa like dari teman mayanya. Salah satunya adalah Melati, yang merindukan kehadiran buah hati yang belum diamanahkan Tuhan pada dirinya.

🍃🍃🍃

Itu adalah secuil dari kisah hati istri-istri. Masih banyak yang lain, yang jika ditulis akan sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. Muehehehe ....

Disaat kamu iri pada seseorang, (mungkin) ada orang lain yang juga sedang iri padamu. Jadi, perbanyak ucap Alhamdulillah saja.

Kuylah, share pengalaman atau kisah istri-istri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg