Hidup itu adalah kejutan. Sepertinya quotes itu sedang berlaku untuk Qiara saat ini. Setelah para petinggi OSIS saling berebut perhatiannya, kini Qia merasa menjadi peran utama dalam sinetron abegeh. Dilabrak kakak kelas karena didekati cowok.
Elah.
"Gue gak mau kasar. Apalagi, lo bukan cewek genit. To the point, Diky itu calon tunangan gue. Dengar, ca-lonnya Ber-lian. Jadi, kalau dia dekatin lo, cuek aja, jangan diambil hati. Oke?"
"Berlian itu ... nama Kakak?"
"Bukan, nama perhiasan."
"Jadi, kak Diky, calonnya perhiasan? Maksudnya, gimana?"
"Ish. Qia-"
"Pokoknya lo jangan centil-centil deh, sama Diky kalau mau tenang sekolah di sini."
Qia dan Gita menatap kepergian lima cewek berkulit putih mengkilap. Hasil skincare di rasa Gita. Gaya mereka menunjukkan bahwa mereka adalah korban negatif dari gadget. Ditambah perilaku yang jauh dari sholehah. Ya iyalah, ini bukan pesantren.
"Kak ...."
Berlian dan empat temannya serempak berhenti melangkah, dan serempak juga menoleh ke Qia yang memanggil kembali.
"Sini, deh, bentar."
Parah. Qia memerintah senior, Gaes. Geng yang merasa paling atas lagi. Oke, kita lihat, apa para senior itu mau mendekat apa tidak. Kembali, mereka serempak mengerutkan kening menatap Qia. Mereka paskibra, ya? Bisa kompak, gitu? Mungkin begitu pikiran anak polos seperti Qia.
"Perlu siapa?"
"Kakak,"
Polosnya Qia ini bikin gemes, deh. Jika para junior lain takut berurusan dengan Berlian, gadis berhidung minimalis ini begitu santai bicara, bahkan bisa memberi perintah pada Berlian.
Berlian saling menatap dengan ke empat temannya, kemudian saling mengangguk. Lalu, berjalan mendekati Qiara. Benar-benar kompak.
"Kenapa?" Masih dengan pongahnya bertanya pada Qia.
"Cuma mau kasih saran, kenapa Kakak ngomongnya gak ke kak Diky aja? 'Kan, dia yang resek ke aku." jawab Qia sepolos-polosnya.
"Lo ... berani nyuruh-nyuruh gue?" Geram Berliana diikuti pelototan teman-temannya.
"Cuma saran Kakak. Kalau gak nerima, ya gak apa-apa. Biar aku yang bilang ke kak Diky."
"Jadi ini yang lo keperluan gue? Lo cari masalah sama gue?"
"Kenapa Kakak jadi marah? Benar 'kan, ini untuk Kakak. Kalau kita punya pasangan, jika pasangan berulah, sejatinya yang perlu diingatkan adalah yang terdekat dari kita dulu, baru orang lain. Kecuali, semua fiktif belaka."
"Lo bilang gue pembohong? Tadinya gue gak mau menggertak lo,-"
"Ada apa, nih?"
Suara bass yang datang seketika membuat suasana sekitar menghening.
~~~
Corat coret dulu ini. Nanti diedit
Elah.
"Gue gak mau kasar. Apalagi, lo bukan cewek genit. To the point, Diky itu calon tunangan gue. Dengar, ca-lonnya Ber-lian. Jadi, kalau dia dekatin lo, cuek aja, jangan diambil hati. Oke?"
"Berlian itu ... nama Kakak?"
"Bukan, nama perhiasan."
"Jadi, kak Diky, calonnya perhiasan? Maksudnya, gimana?"
"Ish. Qia-"
"Pokoknya lo jangan centil-centil deh, sama Diky kalau mau tenang sekolah di sini."
Qia dan Gita menatap kepergian lima cewek berkulit putih mengkilap. Hasil skincare di rasa Gita. Gaya mereka menunjukkan bahwa mereka adalah korban negatif dari gadget. Ditambah perilaku yang jauh dari sholehah. Ya iyalah, ini bukan pesantren.
"Kak ...."
Berlian dan empat temannya serempak berhenti melangkah, dan serempak juga menoleh ke Qia yang memanggil kembali.
"Sini, deh, bentar."
Parah. Qia memerintah senior, Gaes. Geng yang merasa paling atas lagi. Oke, kita lihat, apa para senior itu mau mendekat apa tidak. Kembali, mereka serempak mengerutkan kening menatap Qia. Mereka paskibra, ya? Bisa kompak, gitu? Mungkin begitu pikiran anak polos seperti Qia.
"Perlu siapa?"
"Kakak,"
Polosnya Qia ini bikin gemes, deh. Jika para junior lain takut berurusan dengan Berlian, gadis berhidung minimalis ini begitu santai bicara, bahkan bisa memberi perintah pada Berlian.
Berlian saling menatap dengan ke empat temannya, kemudian saling mengangguk. Lalu, berjalan mendekati Qiara. Benar-benar kompak.
"Kenapa?" Masih dengan pongahnya bertanya pada Qia.
"Cuma mau kasih saran, kenapa Kakak ngomongnya gak ke kak Diky aja? 'Kan, dia yang resek ke aku." jawab Qia sepolos-polosnya.
"Lo ... berani nyuruh-nyuruh gue?" Geram Berliana diikuti pelototan teman-temannya.
"Cuma saran Kakak. Kalau gak nerima, ya gak apa-apa. Biar aku yang bilang ke kak Diky."
"Jadi ini yang lo keperluan gue? Lo cari masalah sama gue?"
"Kenapa Kakak jadi marah? Benar 'kan, ini untuk Kakak. Kalau kita punya pasangan, jika pasangan berulah, sejatinya yang perlu diingatkan adalah yang terdekat dari kita dulu, baru orang lain. Kecuali, semua fiktif belaka."
"Lo bilang gue pembohong? Tadinya gue gak mau menggertak lo,-"
"Ada apa, nih?"
Suara bass yang datang seketika membuat suasana sekitar menghening.
~~~
Corat coret dulu ini. Nanti diedit
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku