Langsung ke konten utama

Biarkan Saja (Tere)

"Kita ... sampai di sini saja, ya?"

Kutermenung mendengar penuturannya. Aku tahu, dia memandang lekat wajahku. Seperti menanti, apakah aku akan menangis? Maaf. Air mataku terlalu berharga untuk dibuang hanya karena kau putuskan.

"Kenapa?" Suaraku, tercekat.

Siapa yang tidak akan sedih diputuskan saat lagi sayang-sayangnya? Begitupun aku, perempuan biasa yang bisa dikatakan jarang menjalin hubungan serius dengan laki-laki. Ini, yang kedua kalinya aku berani pacaran lagi.

"Ingin serius kuliah dulu, rencana mau cari part time juga. Setelah tamat nanti, aku punya cukup tabungan, aku akan lamar kamu."

Mendengar kata lamar, aku yang tadi enggan melihatnya, menatap penuh tanya pada wajah yang sedang tersenyum dengan penuh keyakinan. Yang benar saja? Aku tidak percaya.

"Jadi, selama ini, hubungan ini mengganggumu?"

"Bukan. Bukan gitu maksudku. Kamu baik ...."

Hening.

Dia tidak dapat melanjutkan apa alasan yang tepat untuk melepaskanku. Aku mengerti.

"Oke. Tapi, tolong, setelah ini, kalau kamu jalan sama cewek, jangan dihadapanku."

"Begitupun kamu. Jangan jalan dengan cowok di depanku." balasnya tapi dengan wajah yang ... senang?

Tidak ada air mata hingga berbulan-bulan berikutnya. Siapa bilang aku terpuruk? Tidak. Aku tetap melangkah. Walaupun kadang rindu itu ada untuknya. Hingga, info sampah yang disampaikan teman sekos Heru membuat hati terasa meledak.

"Waktu masih sama lo, dia udah jalan juga sama si Neci."

"Oh,"

"Pernah juga pergi ke konser bareng."

"Oh ya?"

"Neci sering minta tolong ke dia. Sekalipun lagi sibuk, Heru tetap nolongin."

"Baik benar."

"Baiklah, orang nolongin masuk ke kamarnya,"

Aku yang sedang mengaduk-aduk jus alpokat sambil stalking medsos, mengangkat kepala menatap heran ke cowok yang duduk di seberang meja.

"Maksud lo bilang ini ke gue apa?"

"Gak ada maksud apa-apa, kok."

"Lo temannya tapi nyeritain aibnya." Aku kembali ke aktivitas menatap hp. Tidak habis pikir cara berteman mereka demi mendapatkan hati perempuan. Dia pikir mungkin aku masih larut dalam duka dengan berakhirnya hubunganku bersama Heru.

Rasanya ... tak ada yang perlu disesali, bahkan ditangisi. Tuhan sudah menunjukkan kalau dia bukan untukku.

"Katanya, selama pacaran, lo mau diajak malmingan cuma dua kali?" Willi tidak merespon kalimat terakhirku, malah memberi info tidak penting lainnya.

Penting banget sih, buat dia cerita absurd sama teman-temannya?

"Gak penting,"

"Trus, gak boleh nyium?"

"Salah?"

"Tapi, bermain atas bawah, boleh?" Willi menaik-turunkan kedua telunjuknya sebagai tanda kutip kata atas bawah sambil menyeringai jahat juga mesum.

Aku memberi tatapan tajam tepat di manik matanya, meletakkan hp dengan pelan, melipat kedua tangan di atas meja, "Bilang sama teman lo, kalau penasaran sama gue yang gak bisa disentuh seenak dengkul, suruh datangin gue, bukan ngarang sok-sok berhasil naklukin gue."

Bergerak memasukkan hp ke dalam tas, kbersiap meninggalkan cowok yang sebenarnya tidak jauh beda dengan orang yang diceritakannya. Kampvret!

"Kalian itu sama, loser!"

Jika dulu, saat putus aku sama sekali tidak menangis, kini air mata itu menyeruak begitu saja. Menyesal. Bukan menyesali dia yang meninggalkanku, tapi menyesal kenapa memilih pacaran.

Buat kamu, Girls, yang mau pacaran. Mending tidak usah. Bohong yang bilang membuat semangat belajar meningkat, yang ada waktu banyak terbuang percuma. Hanya gegara memikirkan dia, atau merasakan rasa yang sebenarnya belum perlu ada.

Belum lagi, tangan biadab yang seenak dengkul ke mari lengket. Heran, deh, kenapa mau saja barang diri sendiri dipegang yang bukan haknya? Dua kali pacaran, aku ditinggalkan dengan alasan yang sama. You know what I mean.

Hidup tetap berjalan, bukan? Tanpa bersusah payah mengenyahkan dia dari pikiran, waktu yang sembuhkan hatiku. Ah, bukan, tapi Tuhan. Tuhan juga yang menjagaku tetap bersih. Benar, tidak ada yang namanya pacaran sehat.

◆◆◆

"Udah main di mana aja?"

Dua orang yang sedang dimabuk nafsu begitu terkejut dengan mata membelalak menatapku yang bersedekap berdiri di pintu toilet.

"Laya?"

Laki-laki itu menyugar rambutnya dan tersenyum untuk menutup kegugupannya. Sedangkan si cewek, sibuk merapikan baju dan rambutnya dengan wajah yang merah padam.

Ingin rasanya mengumpat ke arah perempuan itu. Kesal bukan karena dia betmain dengan si Mantan, tapi lebih ke sesama perempuan yang tidak bisa menjaga harga diri.

"Sayang, udah?"

Sapaan dari luar mengalihkan ketegangan yang sedang terjadi. "Kita cari tempat yang lain aja, Bang."

Sesaat tampak bang Ramon menatap ke arah belakangku, "Ya, udah, kalau gitu, yuk." Dia meraih jemariku.

"Bentar, Bang." Serta merta aku mengecup sekilas bibir bang Ramon. Tidak hanya suamiku yang terkejut, tapi juga Heru yang menatapku dengan pandangan cemburu.

Iya, cemburu. Beberapa kali dia menitip salam semenjak Willi menghampiriku saat di kafe waktu itu. Juga, sapaan WA yang tak pernah kubalas, lalu telfonnya yang mengatakan akan menepati janji.

EGP. Emang gue percaya.

"Tumben banget, sih? Di depan orang lagi." Rangkulan bang Ramon menyadarkan pikiranku, lalu membalas dengan pelukan.

"Kangen." jawabku malu.

Jadi, rindu gegara lihat kejadian mesum tadi. Eh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...