"Wah, nemu di mana, Dek?"
Bang Faris baru saja pulang sekolah. Tampak Hamzah duduk di teras rumah sendirian. Di pangkuannya ada seekor kucing kecil berwarna kuning dan putih.
"Di lapangan, Bang. Kasihan, deh," jawab Hamzah sambil mengelus-elus kucing kecil di pangkuannya. "Mengeong-ngeong terus tadi. Makanya aku bawa," lanjut Hamzah.
"Udah izin Mama belum?" tanya Bang Faris lagi.
Hamzah menggeleng lemah. Mama kurang menyukai ada binatang di rumah. Kata mama, nanti rumah jadi bau, karena kotorannya. Padahal, Hamzah suka sekali dengan kucing, lucu, sih.
"Apa itu, Dek?" tanya Mama yang tiba-tiba keluar rumah.
Hamzah langsung berdiri terkejut. Lalu, menyembunyikan kucing di belakang punggungnya. Hamzah takut, kalau mama menyuruh membuang kucing itu.
"Kucing, Ma." Yang jawab adalah Bang Faris.
"Hamzah janji bersihin kotorannya, Ma. Jangan disuruh buang, ya, Ma," pinta Hamzah memelas.
Mama hanya diam. Melihat janji dan kesungguhan Hamzah, hati Mama tersentuh.Mama tersenyum dan membolehkan Hamzah memelihara kucing kecil itu. "Letak dulu kucingnya, kita mau makan," ujar Mama lagi.
Bujang kecil itu kegirangan. Lalu melepaskan kucingnya di halaman, dan masuk ke dalam rumah.
Setelah makan, Hamzah tidak menemukan kucing tadi. Ke mana dia? Bang Faris pun ikut mencari. Lalu terdengar suara meongan kucing di balik tanaman bunga Mama.
Bang Faris mengambil kucing yang tampak kotor sekali. "Sepertinya jatuh ke got, Dek." Bang Faris memperlihatkan kucing ke arah Hamzah.
"Kenapa kucingnya?" tanya Mama yang akan menyapu halaman.
Bang Faris dan Hamzah hanya diam memperlihatkan kucing kepada Mama.
"Gak boleh di bawa ke rumah, ya!" tegas Mama memperingatkan Hamzah.
"Gimana, dong, Bang?" tanya Hamzah hampir menangis.
"Tenang, kita letak aja dulu. Nanti bakal bersih sendiri. Yuk, kita buatkan dia makanan dulu."
Walaupun Hamzah ragu, tapi dia tetap mengikuti Bang Faris ke rumah.
Tidak lama kemudian mereka kembali mendekati si kucing. Ternyata, badannya sudah bersih lagi.
"Wah, gak kotor lagi," sorak Hamzah senang.
"Kenapa bisa bersih sendiri, ya?" tanya Mama ikut melihat.
"Dia bisa mandi sendiri, Ma."
Kemudian, Bang Faris bercerita bahwa Tadi di sekolahnya, dia belajar tentang lidah kucing. Lidah kucing yang datar itu, ditutupi benjolan yang runcing, begitu penjelasannya. Tetapi, Bang Faris lupa apa nama benjolan di lidah kucing.
"Ooh, karena itu ya, dia bisa membersihkan badannya sendiri. Masyaallah," ucap Mama takjub.
"Benar, Ma. Liurnya itu bersih dan membersihkan. Namanya papilla," lanjut Papa.
Mama, Bang Faris, dan Hamzah menoleh pada Papa yang sudah berdiri di belakang mereka.
"Nama kucing ini papila aja!" seru Hamzah senang.
Papa membelai kepala Hamzah, lalu kembali bicara, "Kucing itu binatang yang bersih, kok. Yuk, ke dalam."
Semua mengikuti langkah Papa, juga papila yang melompat-lompat. Namun, Hamzah berbelok ke arah dapur sambil memanggil-manggil papila.
"Mau ngapain, Dek?" tanya Mama bingung.
"Lihat sini, deh, Ma," ajak Hamzah sambil menyodorkan piring kotor ke arah papila. Kucing lucu itu pun menjilati sisa-sisa makanan yang ada di piring itu. "Jadi, Mama gak perlu cuci piring, deh," lanjut Hamzah menyengir.
Semua tertawa karena tingkah Hamzah.
***
Malam harinya, saat Hamzah akan tidur, Mama membacakan kisah Rasulullah bersama kucing.
"Kucing itu, binatang kesayangan Rasulullah, Dek."
"Aku juga sayang sama papila, Ma," sahut Hamzah.
Mama tersenyum menanggapinya. "Pernah suatu saat, Rasulullah akan berwudhu. Eh, ada kucing minum di bejana Rasulullah. Setelah kucing selesai minum, Rasulullah tetap berwudhu dibekas air yang diminum kucing tadi," lanjut Mama bercerita.
"Boleh, ya, Ma?"
"Itu berarti air liur kucing itu bersih, makanya Rasulullah meneruskan berwudu di air yang sama," jelas Mama lagi.
"Kalau gitu, besok Hamzah berwudhu di air bekas minum papila aja," ujar Hamzah sambil menguap.
"Yang penting airnya bersih," ucap Mama sambil menyelimutkan Hamzah yang hampir tertidur. Di bawah tempat tidur Hamzah, papila bergelung nyaman.
Jika kamu menyayangi yang ada di bumi, maka kamu akan disayang oleh semua yang di langit. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku