Dulu, aku mengenalnya dengan nama jilbab. Malahan, aku mikir, hijab itu jilbab yang dimodel-modelkan. Hakz. Aku memang sekuper itu.
Karena di Indonesia kita mengenal jilbab sebagai penutup kepala, jadi di dalam tulisan receh ini, kita tetap menggunakan istilah jilbab.
Aku menggunakan jilbab tahun 2003 silam. Keinginan memakai sebenarnya sudah sedari tahun 2000, tapi Nyonya besar melarang, "masih terlalu kecil, Nak. Ntar, pergi sekolahnya terburu-buru." Begitu alasan beliau dulu.
Kepo kenapa tamat SD aku sudah ada keinginan berjilbab? Karena teman dekat melanjutkan pendidikannya ke tsanawiyah, ya pasti berjilbab 'kan. Udah, itu aja kok, alasannya. Namun, selain ke sekolah, sesekali jika jalan ke luar rumah, aku memakai jilbab. Alasannya lagi? Karena tertarik saat perempuan tercinta menggunakannya.
Lalu, akhirnya aku memakai jilbab saat memakai seragam putih abu-abu. Alasannya? Aku begitu stres mengatur rambut yang ... aish, sudahlah. Pokoknya, ini rambut gak bikin cantik. Menurutku.
Astaghfirullah ... sebegitu tidak bersyukurnya ternyata diri ini dulu.
Etapi, aku memang menjadi imut jika memakai jilbab. Jjiah ... pede. PD dong, kalau bukan diri sendiri yang memuji, siapa lagi? Ah, ya. Mama ♥
Waktu itulah, aku pertama kali ditembak cowok.
Eaa.
Ketawa sendiri mengingatnya. Bukan satu orang cowok yang PDKT. Nah, boleh geer, kan? Kalau dulu begitu bangga, kini ... rasanya begitu hina. Sesal, karena itu permainan musuh kita yang paling nyata.
Pernah, gegara jilbab, aku terlambat datang ke sekolah, bahkan absen. Karena atasan jilbab yang tidak melengkung sempurna, keriting. Asesoris jilbab apa yang sedang tren, rol jilbab? Ada. Topi jilbab yg diikat? Ada. Yang langsung membungkus kepala? Ada. Bando jilbab? Ada. Apalagi, ya? ....
Gegara jilbab juga, aku terpilih jadi Queen SMA. Wkwkwk. Entah apa yang para senior nilai.
Karena jilbab juga, aku ditarik senior bergabung di ekstrakurikuler rohis. Secara, tahun itu, jilbab belum seterkenal saat ini. Dari rohislah aku mengetahui, kalau jilbab harus menutup dada. Kalau perempuan itu, bukan hanya rambut yang ditutup, tapi juga pandangan yang dijaga. Terpenting, pacaran itu haram!
Nah, lo, untung tidak ada diterima tembak-tembakan kemarin.
Saat kalimat "jilbabkan hati dulu, baru kepala" muncul. Betapa naifnya perempuan yang berpikir demikian. Nyatanya yang kualami, Allah yang menuntun hatiku untuk berjilbab.
Percayalah, jika diri mengerjakan hal yang diperintahkanNya, maka Dia yang akan memudahkan segalanya.
Sumber gambar : Sumsel Tribuns News |
Aku menggunakan jilbab tahun 2003 silam. Keinginan memakai sebenarnya sudah sedari tahun 2000, tapi Nyonya besar melarang, "masih terlalu kecil, Nak. Ntar, pergi sekolahnya terburu-buru." Begitu alasan beliau dulu.
Kepo kenapa tamat SD aku sudah ada keinginan berjilbab? Karena teman dekat melanjutkan pendidikannya ke tsanawiyah, ya pasti berjilbab 'kan. Udah, itu aja kok, alasannya. Namun, selain ke sekolah, sesekali jika jalan ke luar rumah, aku memakai jilbab. Alasannya lagi? Karena tertarik saat perempuan tercinta menggunakannya.
Lalu, akhirnya aku memakai jilbab saat memakai seragam putih abu-abu. Alasannya? Aku begitu stres mengatur rambut yang ... aish, sudahlah. Pokoknya, ini rambut gak bikin cantik. Menurutku.
Astaghfirullah ... sebegitu tidak bersyukurnya ternyata diri ini dulu.
Etapi, aku memang menjadi imut jika memakai jilbab. Jjiah ... pede. PD dong, kalau bukan diri sendiri yang memuji, siapa lagi? Ah, ya. Mama ♥
Waktu itulah, aku pertama kali ditembak cowok.
Eaa.
Ketawa sendiri mengingatnya. Bukan satu orang cowok yang PDKT. Nah, boleh geer, kan? Kalau dulu begitu bangga, kini ... rasanya begitu hina. Sesal, karena itu permainan musuh kita yang paling nyata.
Pernah, gegara jilbab, aku terlambat datang ke sekolah, bahkan absen. Karena atasan jilbab yang tidak melengkung sempurna, keriting. Asesoris jilbab apa yang sedang tren, rol jilbab? Ada. Topi jilbab yg diikat? Ada. Yang langsung membungkus kepala? Ada. Bando jilbab? Ada. Apalagi, ya? ....
Gegara jilbab juga, aku terpilih jadi Queen SMA. Wkwkwk. Entah apa yang para senior nilai.
Karena jilbab juga, aku ditarik senior bergabung di ekstrakurikuler rohis. Secara, tahun itu, jilbab belum seterkenal saat ini. Dari rohislah aku mengetahui, kalau jilbab harus menutup dada. Kalau perempuan itu, bukan hanya rambut yang ditutup, tapi juga pandangan yang dijaga. Terpenting, pacaran itu haram!
Nah, lo, untung tidak ada diterima tembak-tembakan kemarin.
Saat kalimat "jilbabkan hati dulu, baru kepala" muncul. Betapa naifnya perempuan yang berpikir demikian. Nyatanya yang kualami, Allah yang menuntun hatiku untuk berjilbab.
Percayalah, jika diri mengerjakan hal yang diperintahkanNya, maka Dia yang akan memudahkan segalanya.
Aku harap, bisa menjadi pribadi yang seperti ini |
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku