Kenapa saya tulis bertamu? Karena jika bertamu, tidak boleh lama-lama. Hari ini saya berhasil berbicara serius dengan si ayah, semua bermula saat kepala, hati dan kondisi kejiwaan mulai tidak normal, ah saya harap tidak sampai sesar, abaikan...
Lagi membuat susu untuk Hasyim, Hafshah yang sedang asik main kena palak sama uda Hasyim. Ibu yang sudah terlalu nyinyir tidak boleh main rebut, langsung mempertahankan apa yang ditangan Hafshah. Eh uda Hasyim langsung mengeluarkan jurus pamungkas, nangis kencang. Semakin ibu banyak bicara, semakin keras suaranya dan semakin tidak terdengar suara ibu, dan ibu menaikan volume suara yang pada akhirnya ditegur si ayah sehingga ibu jadi bete bete bete.
Setelah rasanya emosi reda, jiwa sedikit normal, saya memberanikan diri bicara pada si ayah. Hal sepele tapi kalau ga dibilang bikin nyesek cyiin...
Ibu : boleh minta tolong yah?
Ayah : apa?
Ibu : kalau misal kondisi seperti tadi, tolong ibu jangan ditegur. Selamatkan saja Hasyim atau Hafshah. Suara ibu kalah keras dibanding tangis Hasyim yang memberontak
Ayah : ayah ga suka cara ibu menegur (agak jutek)
Ibu : (hampir emosi lagi) ayah pikir waktu ayah menegur mereka bagaimana?
Ayah : ga usah memutar balik, yang lagi dibahas ibu
Ibu : trus ayah boleh menegur keras sedangkan ibu tidak?
Ayah : ga bilang gitu
Ibu : kita instrospeksi diri masing-masing aja yah. Ayah jawab saja dalam hati, bagaimana saat ayah menegur hasyim. Tapi tolong, disaat suara ibu makin keras yang diselamatkan itu 2H. Setelah itu ayah tegur ibu ga apa-apa, ayah ga tau rasanya menghadapi mereka tiap sebentar ribut, belum lagi lelah habis kerja. Ibu pun ga mau emosi..
Kami berdua diam. Diam itu sangat dibutuhkan saat bicara menyangkut perasaan. Setelah ga ada rasanya yang perlu disampaikan lagi, saya pun minta maaf. Minta maaf seorang istri kepada suami bukan suatu hal yang perlu dipikirkan lagi, karena itu sangat menyelamatkan keadaan.
Setelah itu saya tersenyum, akhirnya ada juga yang bisa dilaporkan sebagai komprod, haghag...
#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Lagi membuat susu untuk Hasyim, Hafshah yang sedang asik main kena palak sama uda Hasyim. Ibu yang sudah terlalu nyinyir tidak boleh main rebut, langsung mempertahankan apa yang ditangan Hafshah. Eh uda Hasyim langsung mengeluarkan jurus pamungkas, nangis kencang. Semakin ibu banyak bicara, semakin keras suaranya dan semakin tidak terdengar suara ibu, dan ibu menaikan volume suara yang pada akhirnya ditegur si ayah sehingga ibu jadi bete bete bete.
Setelah rasanya emosi reda, jiwa sedikit normal, saya memberanikan diri bicara pada si ayah. Hal sepele tapi kalau ga dibilang bikin nyesek cyiin...
Ibu : boleh minta tolong yah?
Ayah : apa?
Ibu : kalau misal kondisi seperti tadi, tolong ibu jangan ditegur. Selamatkan saja Hasyim atau Hafshah. Suara ibu kalah keras dibanding tangis Hasyim yang memberontak
Ayah : ayah ga suka cara ibu menegur (agak jutek)
Ibu : (hampir emosi lagi) ayah pikir waktu ayah menegur mereka bagaimana?
Ayah : ga usah memutar balik, yang lagi dibahas ibu
Ibu : trus ayah boleh menegur keras sedangkan ibu tidak?
Ayah : ga bilang gitu
Ibu : kita instrospeksi diri masing-masing aja yah. Ayah jawab saja dalam hati, bagaimana saat ayah menegur hasyim. Tapi tolong, disaat suara ibu makin keras yang diselamatkan itu 2H. Setelah itu ayah tegur ibu ga apa-apa, ayah ga tau rasanya menghadapi mereka tiap sebentar ribut, belum lagi lelah habis kerja. Ibu pun ga mau emosi..
Kami berdua diam. Diam itu sangat dibutuhkan saat bicara menyangkut perasaan. Setelah ga ada rasanya yang perlu disampaikan lagi, saya pun minta maaf. Minta maaf seorang istri kepada suami bukan suatu hal yang perlu dipikirkan lagi, karena itu sangat menyelamatkan keadaan.
Setelah itu saya tersenyum, akhirnya ada juga yang bisa dilaporkan sebagai komprod, haghag...
#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku