Waktu cepat terasa berlalu itu salah satunya adalah dalam membersamai anak. Benar gak, sih?
Tiba-tiba mereka tidak ingin lagi dibantu. Tidak ingin lagi dimandiin, disuapi. Ingin menyetrika baju sendiri, bahkan ingin cuci baju atau piring sendiri.
Mungkin kegiatan di atas bisa langsung sebagai latihan kemandiriannya, ya ... walaupun hasilnya belum sempurna tapi okelah bisa jadi menolong ibu.
Lain cerita ketika (terutama si Uda) harus menjauh sejenak dari diri. Contohnya pergi sekolah. Saya adalah seorang ibu yang baperan. Hari pertama doi bersekolah, saya menciuminya bertubi-tubi, memeluknya erat.
Hingga dia berkata, "Udah, ih Bu," ucapnya dengan dahi yang berkerut. Pertanda Uda 'cape dweh'.
Begitupun saat dia pulang sekolah. Pelukan rindu pun ku hadiahkan, balasannya ya ... seperti saat berangkat. Hehehe ... maafkan ibumu ini, Nak.
"Kebayang deh, besok anak pergi sekolah jauh gimana reaksi Ibu," ujar sang ayah saat melihatnya.
Saat itulah aku merasa waktu begitu cepat berjalan. Rasanya, baru kemarin dia lahir, sakitnya pun masih terbayang-bayang.
Saya jadi ingat saat akan menikah dulu. Mama dan tante jadi sering cerita saat saya kecil. Segala perangai, juga kebiasaan yang lucu mereka ceritakan. Mungkin ... seperti inilah yang mereka rasakan saat itu. Sepertinya aku juga bakal baper seperti itu nanti saat mereka akan menikah.
Duh, jadi jauh pikiran.
Ternyata, persiapan mental sayalah yang sangat diperlukan saat Uda mulai berpisah dari saya. Selain ke sekolah, yang begitu terasa adalah ketika Uda harus mulai tidur sendiri.
Padahal siangnya, saya begitu semangat saat dia minta tidur malam sendiri. Eh, saat waktu datang, jadi saya yang meragu.
"Kalau nanti dia tersintak tengah malam gimana?"
"Kalau nanti dia digigit nyamuk gimana?"
"Kalau dia mimpi-mimpi gimana?"
Padahal semua itu sudah ada jawabannya. Kalau dia terbangun trus memanggil, ya datangi.
Kalau dia digigit nyamuk, 'kan dipasangkan kelambu.
Kalau dia mimpi-mimpi, tidak terbangun, ya tidak apa-apa.
Lagian, dia tidak tidur di luar. Dia tidur di kamar sebelah, cuma beda satu dinding.
Pikiran-pikiran unfaedah banget sebenarnya. Jadi memang harus mental si ibu yang harus dikuatkan. Ibu yakin, biasa anak lebih yakin dan percaya diri. Iya gak sih?
Jangankan untuk berpisah seperti ke sekolah atau sudah saatnya dia tidur sendiri. Anak beranjak besar khususnya usia sekolah pun, orang tua harus mempersiapkan mental.
"Ternyata udah besar aja, Nak. Kenapa cepat banget rasanya? Ibu 'kan belum puas main sama kamu."
Nah, itu salahnya siapa. Ketika saat usianya membutuhkan teman bermain sehari-hari, saya ngapain?
Ah, sudahlah -.-'
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku