Hari ini, ayah akan mengajak Uda dan Uni bermain di lapangan.
"Asiiik. Kita mau main bola ya, Yah?" tanya Uda.
"Main sepeda aja 'kan, Yah?" tanya Uni tidak kalah girangnya.
"Tidak dua-duanya," jawab Ayah sambil tersenyum.
Tawa Uda dan Uni menghilang mendengar jawaban sang Ayah.
"Tapi, kita akan main layang-layang!" sorak Ayah lagi.
"Yeaayyy!"
Uda dan Uni kembali berteriak senang. Lalu tidak sabar mengajak Ayah langsung ke lapangan.
"Sabar, Nak. Kita buat dulu layang-layangnya."
"Memang Ayah bisa buatnya?" tanya Uda sambil memperhatikan Ayah memilah-milah bambu.
"Bisa, dong. Tunggu, ya."
Uda dan Uni duduk melihat Ayah yang mulai merakit beberapa buluh untuk dijadikan kerangka layangan. Hati-hati Ayah mengikat satu per satu buluh agar membentuk sebuah layangan. Namun, karena Ayah terlalu erat menarik benang untuk mengikat, tiba-tiba benang itu putus dan rangka layangan yang hampir selesai itu lepas. Berserakan.
"Yaaahh ...." Suara Uda dan Uni terdengar begitu kecewa.
"Gimana dong, Yah?" tanya Uni lesu.
"Ya, kita buat lagi," jawab Ayah tetap semangat.
"Tapi 'kan lama, Yah?" ungkap Uda yang juga tidak semangat lagi.
"Sabar ya, Nak. Kalau kita sabar, hasilnya akan lebih baik dan bagus, Insyaallah," jelas Ayah sambil kembali merakit buluh-buluh kecil.
"Kalau sabar juga disayang Allah 'kan, Yah?" lanjut Uda kembali bersemangat.
"Benar sekali. Kalau Allah sayang kita, apa yang kita inginkan, Insyaallah dikabulkan."
Penjelasan dari Ayah membuat Uda dan Uni kembali semangat.
"Nah, udah selesai layangannya. Ayo, kita ke lapangan."
"Ayo!!!" teriak Uda dan Uni berlari dan melompat-lompat menuju lapangan.
Setiba di lapangan, Uda memegang layangan yang siap dilayangkan. Sementara, Ayah memegang tali benang yang siap untuk menerbangkan layangan.
"Satu ... dua ... tiga! Lepaskan Da!" sorak Ayah yang langsung dilaksanakan Uda.
Layangan kecil tadi seketika ditiup angin ke angkasa. Awalnya layangan itu tampak meliuk-liuk seakan-akan mau putus. Tampak raut wajah Uda dan Uni yang cemas.
"Sabar, Nak. Sebentar lagi, dia akan tenang di angkasa. Lihat, layangannya mulai diam." Ayah menunjuk layangan di atas, lalu Ayah tampak menarik ulur benang agar layangan melayang dengan sempurna.
"Yeaayyy ... Alhamdulillah."
Mata Uda dan Uni terlihat berbinar menatap layangan di angkasa sana. Andai tadi mereka tidak sabar menanti layangan yang dibuat Ayah, mungkin saja mereka tidak jadi bermain di lapangan.
Komentar
Posting Komentar
Komentar darimu membangun Imajinasiku