Langsung ke konten utama

Layang - Layang

Hari ini, ayah akan mengajak Uda dan Uni bermain di lapangan.

"Asiiik. Kita mau main bola ya, Yah?" tanya Uda.

"Main sepeda aja 'kan, Yah?" tanya Uni tidak kalah girangnya.

"Tidak dua-duanya," jawab Ayah sambil tersenyum.

Tawa Uda dan Uni menghilang mendengar jawaban sang Ayah.

"Tapi, kita akan main layang-layang!" sorak Ayah lagi.

"Yeaayyy!"

Uda dan Uni kembali berteriak senang. Lalu tidak sabar mengajak Ayah langsung ke lapangan.

"Sabar, Nak. Kita buat dulu layang-layangnya."

"Memang Ayah bisa buatnya?" tanya Uda sambil memperhatikan Ayah memilah-milah bambu.

"Bisa, dong. Tunggu, ya."

Uda dan Uni duduk melihat Ayah yang mulai merakit beberapa buluh untuk dijadikan kerangka layangan. Hati-hati Ayah mengikat satu per satu buluh agar membentuk sebuah layangan. Namun, karena Ayah terlalu erat menarik benang untuk mengikat, tiba-tiba benang itu putus dan rangka layangan yang hampir selesai itu lepas. Berserakan.

"Yaaahh ...." Suara Uda dan Uni terdengar begitu kecewa.

"Gimana dong, Yah?" tanya Uni lesu.

"Ya, kita buat lagi," jawab Ayah tetap semangat.

"Tapi 'kan lama, Yah?" ungkap Uda yang juga tidak semangat lagi.

"Sabar ya, Nak. Kalau kita sabar, hasilnya akan lebih baik dan bagus, Insyaallah," jelas Ayah sambil kembali merakit buluh-buluh kecil.

"Kalau sabar juga disayang Allah 'kan, Yah?" lanjut Uda kembali bersemangat.

"Benar sekali. Kalau Allah sayang kita, apa yang kita inginkan, Insyaallah dikabulkan."

Penjelasan dari Ayah membuat Uda dan Uni kembali semangat.

"Nah, udah selesai layangannya. Ayo, kita ke lapangan."

"Ayo!!!" teriak Uda dan Uni berlari dan melompat-lompat menuju lapangan.

Setiba di lapangan, Uda memegang layangan yang siap dilayangkan. Sementara, Ayah memegang tali benang yang siap untuk menerbangkan layangan.

"Satu ... dua ... tiga! Lepaskan Da!" sorak Ayah yang langsung dilaksanakan Uda.

Layangan kecil tadi seketika ditiup angin ke angkasa. Awalnya layangan itu tampak meliuk-liuk seakan-akan mau putus. Tampak raut wajah Uda dan Uni yang cemas.

"Sabar, Nak. Sebentar lagi, dia akan tenang di angkasa. Lihat, layangannya mulai diam." Ayah menunjuk layangan di atas, lalu Ayah tampak menarik ulur benang agar layangan melayang dengan sempurna.

"Yeaayyy ... Alhamdulillah."

Mata Uda dan Uni terlihat berbinar menatap layangan di angkasa sana. Andai tadi mereka tidak sabar menanti layangan yang dibuat Ayah, mungkin saja mereka tidak jadi bermain di lapangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...