Langsung ke konten utama

Hijrah Rasa (6)

Geng putih mengkilap tadi tampak begitu terkejut, tampang yang tadi jutek, sombong, seketika ciut melihat kedatangan Diky, cowok yang baru saja mereka bicarakan. Sedangkan Qia, tidak ada yang berubah dari wajahnya, tetap polos.

"Eh, Ky," cengirnya. "Gak ada apa-apa, kok. Cuma kenalan sama junior aja, ya gak Gaes?" jawab Berlian meminta dukungan pada teman-temannya.

Serempak mereka mengangguk-angguk centil yang membuat Qia dan Gita merotasi bola matanya.

"Permisi ya, Kakak-kakak. Kami harus masuk kelas."

Tanpa menunggu jawaban dari para senior itu, Qia menarik tangan Gita. Memang, bel masuk menandakan jam istirahat telah selesai sudah berbunyi.

"Gak sopan," oceh Berlian sesaat setelah Qia pergi. Namun, saat akan beralih ke Diky, cowok itu memilih mengikuti Qia. "Eh, Ky, mau ke mana?" Jari lentiknya menahan langkah Diky.

"Bukan mahram!" hentak Diky dingin ke Berlian.

"Sok alim. Tapi masih pengen dekat-dekat cewek," ujar salah satu teman geng Berlian yang mendapat balasan mata melotot Ketua gengnya.

◆◆◆

"Kalau gak ikut MOS, gimana Kak?" Pagi ini, Qiara tampak lesu, tak bersemangat untuk ke sekolah.

"Ya ... palingan dapat tambahan hukuman. Apalagi, kamu yang udah dicap oleh Ketos." Suaranya dibuat-buat horor oleh Ari.

"Emang, kenapa?" tanya Ira, si Sulung.

"Ada yang naksir dia, tuh Kak."

"Ketos, bukannya Diky?"

"Iyap."

"Lha, kenapa baru sekarang?"

"Maksud Kakak?"

"Dia gak kenal Qia gitu?"

"Mana pernah dia ketemu Qia, Kak. Kalaupun Qia ada di rumah, ya aku suruh masuk kamar kalau ada bawa teman."

"Oh iya, ya. Trus?"

Qia hanya mendengar tanya jawab diantara dua kakaknya. Cerita Ari begitu lengkap membuat bibit Qia makin mengerucut, berbalik dengan bibir Ira yang melengkung.

"Siap mempraktikkan dakwah langsung ke lapangan, Sayang?" tanya Ira mengakhirkan kegiatan sarapan.

◆◆◆

"Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah ...,"

Walau hanya gumaman yang terdengar, tetapi Diky tau, gadis yang sedang mengikuti langkahnya sedang beristighfar. Entah karena apa. Namun, tetap saja dia merasa terganggu, bukan karena kata suci itu tapi ... dia tersinggung, sedikit.

"Lo ngapain istighfar terus?" Diky menghentikan langkahnya tiba-tiba dan langsung menghadap ke belakang.

Qia yang sedang menahan emosi semenjak kakinya memijak tanah sekolah ini, menabrak dada bidang itu, berteriak melengking.

Diky mengusap kasar wajahnya, Qia jongkok menahan tangis. Tidak usah dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Sudah jelas, semua mata menuduh cowok yang kini mengacak-acak rambutnya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y...

Yang Penting Nulis

Kuingin menulis, tapi tidak tahu apa yang ingin ditulis. Sekadar menulis, meluapkan 2 ribu kata yang sepertinya tidak begitu tersalurkan hari ini. Penting? Penting. Biar rasa-rasa yang tak diperlukan tubuh lepas, puas, bebas. Kuingin menulis. Entah itu tentang hati, hidup, atau umumnya yang dibicarakan. Namun, saat ini hati sedang tidak ingin berpikir. Maka, kutulis saja apa yang dirasa kepala. Walaupun hanya serangkai kalimat, bukan kata-kata yang sarat makna. Kuingin menulis y ang kadang mempunyai makna yang tersirat. Namun, kali ini, aku tidak akan menyiratkan suatu makna dalam tulisan ini. Hanya ingin menulis disaat kutak tau harus berpikir apa. Kata-kataku hanyalah biasan kecil dari hati. Sebuah catatan kecil yang kutulis saat mata harus terpejam untuk menjalani hari esok bersama senyuman. Bersama tawa si Kecil. Bersama kasih darimu. Bersama doa untuk yang tercinta.

Me-review

Lama ingin belajar me-review buku. Cukup buku, kalau film mungkin nanti, saat kiddos gak nempel kayak prangko lagi. Nanti juga dicoba melihat kembali (baca : review) sebuah produk. Ini sekarang baru mau belajar. Belum pernah nulis. Jadi, mau mencatat dan menyimpan ilmu tentang me-review di sini. Me-review dalam bahasa Indonesia ; ulasan, atau komentar? Kira-kira seperti itu, ya. Hehehe. Kemarin tanya-tanya ke senior WaG KLIP, cara me-review buku : coba tulis apa bagusnya atau jeleknya apa yang bikin kita merekomendasikan film/ buku tersebut kalau boleh saran 3 poin ini : 1. yang disukai 2. yang ga disukai 3. plot cerita plot di akhir karena orang-orang toh bisa google sendiri bagaimana jalan ceritanya iya atau bahas karakternya bisa bahas penulisnya juga dan karya-karya sebelomnya, kan kemiripan cara mengakhiri ceritanya Sampai di sana, saya paham tapi belum juga mencoba untuk mereview. Hadehh. Kalau kita search di google, banyak. Namun, di sini, saya hanya ...