Langsung ke konten utama

I Want It Now !

Membaca buku parenting memang menjadikan kita sebagai sosok parenthink. Sebagian besar, tulisan atau seminar tentang cara mendidik anak, adalah menyadarkan sikap-sikap dan sifat-sifat kita sebagai orang tua terhadap anak.

Seringkali setelah membaca atau mendengar tentang pendidikan anak kita berkomentar, "iya ya, benar banget, nih".

Selanjutnya, terserah kita mau mengamalkannya atau cuek saja, tetap dengan kebiasaan, yang penting nyaman. Susah memang, di sini kembali ke diri orang tua, sanggup tidak menahan diri terhadap anak? Jawaban sebenarnya HARUS sanggup, atau akan ada rasa sesal dikemudian hari.

Nah, salah satu yang membuat saya menahan diri untuk tidak mengeluh dihadapan kiddos, 3H kalau mau, harus sekarang. Now, Bu, Now!

Tentunya mereka ngemeng bahasa Ibu, bahasa Minang, muehehehe ....
Tidak serta merta bilang kini Bu. Gak juga.

"Yo, Bu?"
"Apo,Bu?"
"Dek a, Bu?"
"Kok, gitu, Bu?"
"Pek lah, Bu ..."

Kalimat di atas bisa berulang kali sampai Ibu menjawab 'dih' alias 'iyo' atau 'ok'. Ya, kalau bisa langsung dipenuhi, kalau keadaan harus menunggu? Maka harus ada penjelasan Ibu dari Sabang sampai Merauke, berjajar kata-kata, sambung menyambung menjadi yang mereka pahami. Monggo ... dilanjut nyanyinya, hihihii ...

Beda lagi kalau pertanyaan mereka saat dibacakan buku cerita. Ibu auto searching atau membaca lebih dahulu, agar jawabannya tepat. Lebih-lebih tentang tauhid yang memang HARUS kita tanamkan semenjak dini pada anak-anak.

Kita sama tahu, bagaimana ajaibnya pertanyaan anak-anak. Ibu sering 'gubrak' mendengarny, lalu pura-pura tidur karena gak bisa jawab. Haghaghag ....

Lalu, bagaimana cara menyikapinya? Sementara, hal ghaib itu harus kita sampaikan, bahkan harus melekat di jiwa mereka.

Pelan-pelan.

Mungkin diawali dengan sesuatu yang bisa masuk ke nalar mereka. Sesuaikan dengan usia anak juga. Biasanya, umur 5+ sudah bisa menerima, misal, kita sampaikan, semua ini adalah ciptaan Allah.

Tapi, percaya gak, sih? Saat kita mengenalkan Allah kepada mereka, jiwa mereka bisa langsung menerima. Pengalaman Ibu 3H, tidak susah menjelaskan apa, siapa, bagaimana Allah. Memang, setelahnya banyak pertanyaan. Tapi, mereka pasti langsung terima, percaya. Tanpa meminta bukti nyata. Ada yang pernah merasa, atau mencobanya?

Mungkin itu, ya, anak terlahir fitrah.

"Hmm ... apa, ya? Ibu belum baca, Nak. Ibu baca dulu, ya, kalau udah tau, ibu kasih tau."

Jawaban tersering Ibu. Astaga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg