Langsung ke konten utama

Meraba - Raba

Sebelum saya menjawab kuis dari Kampung Komunitas, izinkan diri ini curcol sesaat. Hakz.

Sebagai anak perempuan tunggal dengan tiga orang saudara laki-laki, perhatian orang tua sedikit kolot terhadap saya.

Sekolah saja, tidak usah ikut-ikut organisasi. Beliau tidak bicara langsung memang, tapi gerakan saya terbatas. Pun, saya menjadi nyaman tidak mengikuti organisasi apapun selama menjalani bangku pendidikan.

Barulah terasa saat diri telah terlepas dari strata satu. Merasa tidak ada keterampilan, tidak mempunyai link yang luas, dan rasanya kegiatan berputar-putar disatu titik. Tidak berkembang. Bosan.

Menerjunkan diri ke Kampung Komunitas bisa dikatakan langkah yang besar bagi jiwa kecil saya. Kagok, pasti. Sama sekali tidak berpengalaman. Jujur, saya sama sekali tidak memiliki bayangan cara terjun ke masyarakat.

Sampai saat ini, hanya komunitas Ibu Profesional yang saya ikuti. Itupun, belum pernah ikut serta di dalam kegiatan offline, selalu online. Tidak pernah secara langsung berkomunikasi dengan wajah baru.

Saya selalu berusaha mengenyahkan rasa-rasa yang tidak perlu ada. Seperti, kalau saya tidak bisa berkontribusi, bagaimana? Apa saya akan tetap diterima? Apa yang bisa saya lakukan jika hanya bisa via dunia maya berinteraksi? Dan lain - lain.

Bergabung di Kampung Komunitas, selain ingin mengubah mindset, juga berharap bisa keluar dari perputaran yang itu-itu saja. Sehingga, tidak gagu ketika nantinya terpaksa bertemu rupa dan suara yang baru untuk lebih bisa produktif.

Bicara tentang produktifnya seorang perempuan, jika dilihat dari kaca mata saya, apapun aktivitasnya, semua sama sejauh dirinya bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Namun, seseorang akan lebih produktif jika fokus pada satu aktivitas.

Boleh, ya, saya menambahkan dari segi agama, karena tujuan utama kita hidup adalah untuk hari nanti. Benar?

Sejatinya, seorang perempuan, akan sangat produktif ketika di dalam rumah. Kenapa? Yang utama adalah, dia akan terhindar dari fitnah. Kemudian, ibadahnya akan lebih teratur. Ibadah akan linear dengan produktivitas. Seseorang yang memperbaiki shalatnya, Allah akan memperbaiki hidupnya. Pernah dengar 'kan? Itu baru shalat, apalagi diikuti ibadah lain, yang hanya bisa ditingkatkan saat di rumah.

Setiap individu akan tiba masanya mempunyai peran lebih dari satu. Sebagai perempuan (diri sendiri), istri dan ibu bagi anak-anaknya. Bahkan jika orang tua masih ada, peran sebagai anakpun harus dijalani.

Setiap peran bisa produktif di waktunya. Dimulai dari diri sendiri. Bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat untuk lingkungan. Menjadi seorang wanita sholehah. Beribadah dengan khusuk, dari hati, menjadikan diri seorang yang berjiwa lapang, berpikiran tenang. Hati dan pikiran tenang merupakan hal yang sangat mendukung produktivitas.

Ketenangan hati dan pikiran, bagi saya, akan mengalirkan rasa nyaman kepada suami. Jika rasa tersebut sudah melekat di dirinya, diripun merasa puas (produktif). Bagaimana cara menghadirkan rasa nyaman itu? Tunjukkan bahasa cintamu (aseek ...). Bagi saya pelayanan adalah bahasa cintanya.

Terakhir, jika rasa nyaman telah bersemayam di antara aku dan kamu, emosi positif auto hadir menemani hari. Semacam dopping bagiku untuk menjalani hari melewati kaki-kaki kecil yang bereksplorasi, tangan-tangan mungil yang berekperimen, mulut imut yang melantunkan ayat-ayat mulia. Yang pada akhirnya nanti, saya, seorang Ibu, berhasil membekali jiwa dan raga mereka yang dikerahkannya hanya untuk Illahi.

Mudah-mudahan corat-coret ini akan dilakukan dengan penuh konsisten, mungkin bisa menjadi salah satu semesta karya 2020. Aamiin.

♥♡♥

Saya mencoba menulis indikator produktif secara garis besar sesuai yang saya butuhkan :

1. Manajemen waktu
2. Disiplin
3. Komitmen
4. Komunikasi dengan pasangan

★☆★

💡Do :

1) Fokus, Parote Law, Prioritas, Delegasikan
2) Buat indikator sukses utk peranmu dlm komunitas, selaraskan visi misi keluarga dengan value komunitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg