Langsung ke konten utama

Sedikit Catatan Ibu

Di keheningan malam saat mata akan terpejam, terdengar percakapan dari dua suara balita di kamar sebelah.

"Badan ibu kayak matahari ya uda, panas."

"Iya. Ibu sakit. Ibu sering marah ya." Terdengar nada suara uda yang penuh iba. Hati ini pun terenyuh.

Beberapa saat kembali hening. Suara jangkrik dari sebelah dinding kamar yang tadi bersahut-sahutan perlahan berganti dengan suara rintik yang menyegarkan.

"Hujan uda." sorak si uni ceria, serempak terdengar mereka melantunkan doa hujan.

"Enaknya ibu kayak hujan aja ya uda." lanjut nak gadis lagi.

"Apa?" uda terdengar bingung, begitupun saya menanti jawaban si uni.

"Iya, ibu enaknya kayak hujan. Sejuk, badan ibu tidak panas."

"Iya ya, kalau ibu sehat, ibu ga marah-marah lagi."

Ya Rabb ... seketika menetes air mata ini. Izinkan hamba menjadi seperti yang mereka inginkan, menjadi setetes hujan yang menyejukkan dalam keluarga ini.

🍁🍁🍁

Saya termasuk ibu yang susah mengontrol emosi, bisa dibilang begitulah 😁
Ditambah rentang usia kiddos yang cukup dekat, benar-benar harus punya strategi perang dunia untuk menghadapi mereka (ok, ini agak lebay).

Bagi saya, emosi ini ga akan tersulut jika,
1. Perut kenyang. Tiap kali lapar emosi saya mudah meletup, sedapat mungkin perut ini selalu kenyang.

2. Tidak mengantuk. Kegiatan ini agak susah dikendalikan, siang hari suami tidak dirumah jadi saya harus lebih banyak bergerak agar mengantuk hilang. Paling tidak saya mengajak mereka tidur siang, hehe..

3. Rumah rapi dan bersih. Saya dan suami termasuk kategori _tidak apa-apa_ jika rumah berantak 😁
Hanya saja karena masih tinggal di villa mertua indah, ga mungkin berantakan terus. Kadang karena merasa ga enak, jadi emosi juga.
Sedapat mungkin selesai mereka bermain, saya mengajak bermain peran mengumpulkan mainan yang berserak.

4. Perasaan kesal/kecewa dengan suami beberapa kali juga pernah jadi sebab emosi pada anak. Kadang ga sadar langsung aja ngomel pada anak yang padahal mereka ga bikin ulah. Astaghfirullah...

Bahkan selesai shalat subuh saya harus berkata pada diri sendiri, *hari ini ga boleh marah, sekalipun bentakan kecil. Ga boleh!*
Cukup manjur, selain sering istighfar dan menjadi ibu yang menyenangkan (ikut dalam setiap aktivitas anak, sekalipun lelah atau kantuk yang menyerang, ckck..)

Emosi sesaat, sesalnya entah sampai kapan. Sadarkah kita? Anak terlihat sedih hanya saat kita marah, beberapa detik kemudian mereka bisa langsung tersenyum dan bermain kembali. Tanpa ada rasa marah atau sedih dihatinya, yang ada hanya sesal dihati kita.

Ibu emosi, anak lebih emosi. Ibu nyantai, anak merasa dipantai (haghag...) yang gampang diajak bekerja sama 😄

🍁🍁🍁

Jemuran kain bayi ini terasa semakin kecil. Bukan jemuran kainnya yang makin kecil ibu, tapi baju 2H yang semakin besar. Ah iya, mungkin sebentar lagi tidak terpakai jemuran kain ini.

Monolog ibu saat menjemur kain menyadarkan waktu terasa begitu sebentar. Padahal banyak hal yang belum dilakukan, banyak kesalahan yang perlu dibenarkan, banyak kegagalan yang belum terbayarkan.

Biarkan saja semua pekerjaan itu, tinggalkan saja jika itu tidak kepepet. Sedangkan waktu bersama mereka sedetik pun sangat berharga bu, tidak menemani bermain tapi bermain bersama mereka. Apapun kata yang keluar dari mulut mereka, bukan jawaban 'iya' yang mereka inginkan tapi perhatian mu yang mereka minta. Jadilah pendengar setia dengan cara menatap mereka saat mereka bicara bu, itu cuma sebentar.

Dan jangan menyesal saat mereka tidak membutuhkan bantuanmu lagi. Sadar tidak, bahkan uda sudah mulai menolak saat kamu cium dan peluk jika dia sedang bermain bersama temannya. Bahkan si adik sudah tidak mau dipilihkan baju yang akan dia pakai. Lepaskan buku yang sedang engkau baca, buang gadget yang sedang kamu genggam, itu cuma sebentar, sebentar saja ibu.

Sekarang, masihkah kamu bersama aktivitasmu ketimbang bersama aktivitas anak-anak? Ya sebentar, setelah upload ini, hadehh ....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg