Langsung ke konten utama

Butuh Waras

Alkisah seorang ibu sedang menikmati waktu untuk dirinya. Bukan me time, tepatnya mencuri sedikit waktu demi memenuhi keinginan hati untuk memakan sebatang cokelat.

Elah, lebay.

Jangan salah, makan cokelat atau mie instan tanpa eksplorasi dari tangan-tangan kecil itu sangat berarti bagi seorang gadis berbontot. Menikmati tiap gigitannya, saat cokelat yang lumer di mulut terasa begitu mewah. Atau, setiap slrup-an mie nan panjang dengan kuah yang selalu menggugah selera itu bertemu dengan lidah. Ahh ... betapa cokelat dan mie instan benar dua yang membuat kewarasan tetap terjaga.

Jiah ... jadi kemana-mana.

Kembali cerita seseibu. Mumpung si bayi tidur, si Uda sekolah, dan si Uni ... mungkin di halaman. Amanlah, ntar kalau nak dis masuk, langsung sembunyikan aja di balik kain-kain yang sudah merintih minta dilipat ini.

Lalu, dengan mata berbinar, mulailah si Ibu menggigit sebatang cokelat tadi. Masyaallah ... begitu nikmatnya, padahal cuma cokelat beli di warung. Hakz.

Rencana di tangan ibu, keputusan mutlak tetap ada padaNya. Baru tiga gigitan, muncullah seorang gadis kecil dari kamar sebelah. Sementara si Ibu duduk di kursi tepat di dinding sebelah pintu kamar tersebut.

Mata Ibu yang tadinya berbinar, auto pindah ke sepasang netra kecil itu. Sedangkan si Ibu? Gak usah ditanyalah.

Berbagai siasat akhirnya di kerahkan sang Ibu, gak rela cokelat yang baru tiga gigit beralih ke mulut mungil itu. Gak apa-apalah, sesekali ibu gak berbagi. Kasihan, ntar giginya cepat rusak. Lagian, kemarin dia udah makan ini, kok.

Bukannya pelit, tapi kadang Ibu perlu sedikit egois untuk menyenangkan hati sendiri. Selain diri sendiri yang bisa membahagiakan hati, siapa lagi? Oh ya, Allah. Itu pasti. Berharap padaNya tidak akan pernah mengecewakan.

Akhirnya, si gadis kecil tetap mendapatkan cokelat Ibunya tadi, walau hanya segigit. Yang penting dapat. Segigitnya ibu itu, bisa jadi dua gigitan bagimu, ya, Nak? Muehehehe ....

Tidak melulu kita harus mengalah pada anak. Ingat, mengalah dalam tanda kutip. Kita perlu menyenangkan hati setiap saat. SETIAP SAAT. Ketika seorang diri menghadapi kenyataan di dalam rumah, dengan cara unik kita sendiri, beri reward pada si hati. Seperti si Ibu tadi, yang tidak jera ngemil sembunyi-sembunyi walaupun sering kepergok. Hakz.

Artikan sendiri, apa itu kenyataan di dalam rumah.

Karena kita, butuh tetap waras menghadapi mereka. Jan lari dari kenyataan di dalam rumah, itu berat. Kuy, kita makan cokelat dan mie instan aja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg