Langsung ke konten utama

Sekecup

Benar kata Sheila on 7, bahwa sebuah kecupan darimu cukup menyemangatiku untuk awali hari.


Hariku terasa indah, meski akan ada segunung pekerjaan yang sama dengan hari kemarin. Jiwaku terasa lapang, meski ada tangisan bergantian dari bibir-bibir imut. Ragaku terasa tangguh, meski harus mengelilingi rumah entah berapa kali putaran.


Karena sebuah kecupan itu juga, tawa hangat bahagia dari kaki-kaki kecil itu lantang terdengar sepanjang hari. Adab dan ilmu terasa begitu mudah berpindah pada anak-anak. Semua karena kau memberi dopping spesial pada hatiku.


Hanya karena satu kecupan tadi, makanan kecil terhidang menanti kepulanganmu. Begitupun makanan kesukaanmu yang siap untuk disantap. Tak ada rumah bak kapal pecah. Bersih, rapi dan wangi.


Jangan tanya bagaimana perjuanganku mempertahankan keadaan rumah, hingga engkau bisa menikmatinya barang sejenak. Setidaknya hingga lelahmu lepas. Jangan tanya, karena kuyakin, kau takkan mendengar ceritaku.


Tak masalah bagiku kau sering enggan mendengar cerita hari-hariku. Berikan saja sebuah kecupan tiap pagi dan petang padaku. Cukup.


Anak-anak sudah rapi dan harum. Aku pun mempersiapkan tubuh siap menanti kepulanganmu. Berdandan, dan berpenampilan menarik agar lelahmu mencari nafkah terobati.


Hingga suara kendaraanmu terdengar. Volume tertinggi dikeluarkan para buah hati menyambut kepulanganmu dengan memanggil Ayah. Senyum termanis kuberi menyambutmu di pintu rumah.


Tak ada balasan.


Tak apa. Sedikitpun tak ada kecewa kurasa. Semua masih karena kecupan tadi pagi.


Lalu, kau duduk di kursi kesukaanmu. Menikmati segelas air mineral hangat, dan mencicip cemilan yang telah kuhidangkan.


"Ada minuman herbal sachet di dalam tas. Buatin sekarang, ya. Cara membuatnya ada di sana."


Kau tampak begitu lelah. Ada masalah di kantor kurasa. Kumenahan hati untuk tidak bertanya ada apa, karena kau takkan suka.


Maka, setelah minuman herbal yang kau minta kusajikan, kutetap menemanimu walau tanpa sepatah katapun.


Senyuman tadi masih ada, hingga kau menyemburkan minuman yang baru saja kuletakkan. Hatiku langsung berdesir ....


"Membuat minum saja gak becus. Bego!" bentakmu sambil meletakkan cangkir dengan kasar.


Prang.


Suara anak-anak lenyap.


Bunga yang tadi bermekaran di hatiku, layu nyaris mati. Jiwa yang tadi lapang, menciut, gemetar menahan getir. Raga yang tadi kokoh, hancur lebur hanya satu bentakan darimu.


Entah apa yang dilakukan anak-anak, tiba-tiba saja mereka bertengkar, menangis kencang.


Emosiku tersulut, melepaskan bentakan keras kepada mereka. Sangat keras.


Si Bungsu makin menangis. Si Tengah terisak-isak menahan tangis. Si Sulung tertunduk sangat dalam. Aku ... entahlah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg