Langsung ke konten utama

Papila

 



"Wah, nemu di mana, Dek?"


Bang Faris baru saja pulang sekolah. Tampak Hamzah duduk di teras rumah sendirian. Di pangkuannya ada seekor kucing kecil berwarna kuning dan putih.


"Di lapangan, Bang. Kasihan, deh," jawab Hamzah sambil mengelus-elus kucing kecil di pangkuannya. "Mengeong-ngeong terus tadi. Makanya aku bawa," lanjut Hamzah.


"Udah izin Mama belum?" tanya Bang Faris lagi.


Hamzah menggeleng lemah. Mama kurang menyukai ada binatang di rumah. Kata mama, nanti rumah jadi bau, karena kotorannya. Padahal, Hamzah suka sekali dengan kucing, lucu, sih.


"Apa itu, Dek?" tanya Mama yang tiba-tiba keluar rumah.


Hamzah langsung berdiri terkejut. Lalu, menyembunyikan kucing di belakang punggungnya. Hamzah takut, kalau mama menyuruh membuang kucing itu.


"Kucing, Ma." Yang jawab adalah Bang Faris.


"Hamzah janji bersihin kotorannya, Ma. Jangan disuruh buang, ya, Ma," pinta Hamzah memelas.


Mama hanya diam. Melihat janji dan kesungguhan Hamzah, hati Mama tersentuh.Mama tersenyum dan membolehkan Hamzah memelihara kucing kecil itu. "Letak dulu kucingnya, kita mau makan," ujar Mama lagi.


Bujang kecil itu kegirangan. Lalu melepaskan kucingnya di halaman, dan masuk ke dalam rumah.


Setelah makan, Hamzah tidak menemukan kucing tadi. Ke mana dia? Bang Faris pun ikut mencari. Lalu terdengar suara meongan kucing di balik tanaman bunga Mama.


Bang Faris mengambil kucing yang tampak kotor sekali. "Sepertinya jatuh ke got, Dek." Bang Faris memperlihatkan kucing ke arah Hamzah.


"Kenapa kucingnya?" tanya Mama yang akan menyapu halaman.


Bang Faris dan Hamzah hanya diam memperlihatkan kucing kepada Mama.


"Gak boleh di bawa ke rumah, ya!" tegas Mama memperingatkan Hamzah.


"Gimana, dong, Bang?" tanya Hamzah hampir menangis.


"Tenang, kita letak aja dulu. Nanti bakal bersih sendiri. Yuk, kita buatkan dia makanan dulu."


Walaupun Hamzah ragu, tapi dia tetap mengikuti Bang Faris ke rumah.


Tidak lama kemudian mereka kembali mendekati si kucing. Ternyata, badannya sudah bersih lagi.


"Wah, gak kotor lagi," sorak Hamzah senang.


"Kenapa bisa bersih sendiri, ya?" tanya Mama ikut melihat.


"Dia bisa mandi sendiri, Ma."


Kemudian, Bang Faris bercerita bahwa Tadi di sekolahnya,  dia belajar tentang lidah kucing. Lidah kucing yang datar itu, ditutupi benjolan yang runcing, begitu penjelasannya. Tetapi, Bang Faris lupa apa nama benjolan di lidah kucing.


"Ooh, karena itu ya, dia bisa membersihkan badannya sendiri. Masyaallah," ucap Mama takjub.


"Benar, Ma. Liurnya itu bersih dan membersihkan. Namanya papilla," lanjut Papa.


Mama, Bang Faris, dan Hamzah menoleh pada Papa yang sudah berdiri di belakang mereka.


"Nama kucing ini papila aja!" seru Hamzah senang.


Papa membelai kepala Hamzah, lalu kembali bicara, "Kucing itu binatang yang bersih, kok. Yuk, ke dalam."


Semua mengikuti langkah Papa, juga papila yang melompat-lompat. Namun, Hamzah berbelok ke arah dapur sambil memanggil-manggil papila.


"Mau ngapain, Dek?" tanya Mama bingung.


"Lihat sini, deh, Ma," ajak Hamzah sambil menyodorkan piring kotor ke arah papila. Kucing lucu itu pun menjilati sisa-sisa makanan yang ada di piring itu. "Jadi, Mama gak perlu cuci piring, deh," lanjut Hamzah menyengir.


Semua tertawa karena tingkah Hamzah.


***


Malam harinya, saat Hamzah akan tidur, Mama membacakan kisah Rasulullah bersama kucing.


"Kucing itu, binatang kesayangan Rasulullah, Dek."


"Aku juga sayang sama papila, Ma," sahut Hamzah.


Mama tersenyum menanggapinya. "Pernah suatu saat, Rasulullah akan berwudhu. Eh, ada kucing minum di bejana Rasulullah. Setelah kucing selesai minum, Rasulullah tetap berwudhu dibekas air yang diminum kucing tadi," lanjut Mama bercerita.


"Boleh, ya, Ma?"


"Itu berarti air liur kucing itu bersih, makanya Rasulullah meneruskan berwudu di air yang sama," jelas Mama lagi.


"Kalau gitu, besok Hamzah berwudhu di air bekas minum papila aja," ujar Hamzah sambil menguap.


"Yang penting airnya bersih," ucap Mama sambil menyelimutkan Hamzah yang hampir tertidur. Di bawah tempat tidur Hamzah, papila bergelung nyaman.


Jika kamu menyayangi yang ada di bumi, maka kamu akan disayang oleh semua yang di langit. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg