Langsung ke konten utama

Flashfiction ; Maaf

 "Kamu ... bersedia 'kan menikah denganku?" Aku mengulang kembali pertanyaan yang sama ketika dia tidak juga menjawab. Semua mata yang ada di dalam ruangan itu tertuju padanya.


Matanya kembali mengerjap pelan, dari gestur tubuhnya, semua orang pun tahu kalau dia gelisah. Kenapa dia jadi meragu kembali? Padahal, tadi pagi jelas dia sudah jawab lamaranku. Jari jemarinya saling bertaut dan meremas, kakinya pun bergerak tidak menentu. Lalu, tangannya bergerak mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya. Dia kenapa? Sebegitu gugupkah dihadapan para orang tua kami?


"De ... jawab," teguran dari Mama perempuan yang sudah mencuri perhatianku setahun belakangan ini memecah keheningan.


"Maaf, aku harus ke belakang."


◀▶


Akhir-akhir ini, aku sering dapat teror dari ... katakanlah teman tapi mesra saat kuliah dulu. Namun, pertemanan kami berakhir konflik.


Sedikit menurutku.


Berawal dia mengirimiku dirrect message di akun instagram. Sekedar say hallo, ya kubalas dengan datar.


Selanjutnya dia mulai bertanya kegiatan keseharianku, tapi karena kutahu pak suami seseorang yang over jealous, maka kubalas dengan bertanya, "Ada yang bisa kubantu?"


Balasannya santai, "Aku mau bertemu denganmu."


Tetapi tidak santai bagiku. Yang benar saja, chat begini saja doi bakal ngamuk, apalagi bertemu. Maka, aku menolak ajakkannya.


Ternyata, dia begitu cerewet atau gigih ingin bertemu. Padahal, dia sendiri sudah memiliki dua orang anak dan seorang istri yang cantik. Tentunya, tidak mengalahi kecantikkanku.


Hingga sekarang dua pekan berlalu. Nomornya kublokir. Sehari, dua hari, aku mulai tenang, hari ke tiga, sebuah nomor baru masuk.


"Jangan menghindar. Aku bisa saja mendatangi rumahmu," ancamnya.


Pada akhirnya, aku nekat bertemu dengannya. Tentunya saat suami sedang di kantor.


Kami bertemu di alun-alun. Aku yang memilih tempat itu, tidak ingin mengambil resiko.


Dari kejauhan, terlihat dia sudah tersenyum lebar menatapku. Bahkan, dia masih mengenaliku setelah sekian tahun tak bertemu.


Jangan tanya bagaimana gemuruh di dadaku. Bukan karena masih ada rasa, tapi takut jika ketahuan suami, juga terngiang kata-katanya kemarin. "Saat ini, aku sangat membutuhkanmu."


"Hei, akhirnya kita ketemu lagi," sapanya semringah.


"Ada apa, sih? Buruan,"


"Gak lepas kangen dulu, nih?"


"Aku pulang." Aku segera berbalik yang langsung ditahannya.


"Oke, oke. Gini, maaf aku ... mau minta semua uang yang pernah kukasih ke kamu dulu," ungkapnya malu-malu melebihi katakan cinta.


Aku menatapnya tidak percaya.


"Terserah kamu mau bilang apa. Tapi, aku butuh uang untuk hadiah istriku. Bisa?"


Antara ingin marah dan ketawa aku, tuh. Ada cowok gini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg