Langsung ke konten utama

Kamu

Allah mempertemukan kita di waktu yang tepat, bagiku.

Saat itu, rasa yang tak biasa belum begitu menjiwa. Hanya saja, batin ini nyaman saat bersamamu.

Tidak ada keraguan saat dirimu ingin memperjelas ikatan di antara kita. Semestapun seolah memperlancar saat engkau mengucap janji suci. Barakallahu fiikum.

Dan ... hari-hari itu kita lalui. Manis, pahit, bahkan pedas pernah kuterima darimu.

Kuterima, ikhlas, walau pasti ada tangis yang tersembunyi darimu. Namun, semua adalah ajaran bagiku dalam bersikap, menghabiskan hidupku bersamamu.

Kemudian, Allah dengan caranya, menunjukkanku bagaimana mencintaimu. Tidak berlebihan, apa adanya, tentunya mencintaimu karena Dia Sang Penguasa Hati.


Bukan berarti, kuselalu mengingat kesalahanmu, tidak. Manismu 'kan jadi mimpiku, pahit itu 'kan kulenyapkan tanpa tersisa. Selalu kucoba.

Jika saja manis selalu terasa, mungkin aku tidak tahu bagaimana rasanya pahit. Mungkin ... aku lupa siapa yang memberi rasa-rasa indah itu.

Aku percaya, adanya rasa pahit itu, untuk mengingatkanku, bahwa, cinta padamu tidaklah abadi. Mencintaimu dengan iman, insyaallah selalu ada di dalam jiwa.

Diam-diam aku suka memperhatikanmu. Ekspresimu saat bersama benda pipih itu, menyebalkan memangKerut keningmu ketika harus berperang dengan besi di bawah sinar hangat mentariSaat kamu bersiap, hingga berangkat kerja, doaku selalu terucap untukmuWajah lelahmu bak malaikat bagiku saat engkau kembali di sore hari. Bahkan, memandangmu saat tidur, adalah favoritku.

Prinsipmu yang tidak mau berjauhan dengan buah hati kita, menjadikanku pribadi yang sangat bergantung padamu. Walau bukan karenaku, itu sudah lebih dari cukup. Mungkin ... karena itu semua Allah selalu menegurku agar diri ini selalu ingat, satu saat nanti kita akan berpisah.

Maaf, untuk semua kekurangan dan ketidak-sempurnaan ini.
Terima kasih, untuk semua keikhlasan dan pengertianmu.

Jazakallahu khair katsira. Barakallahu fiikum.


Istri yang selalu berusaha menjadi sholehah dari waktu ke waktu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg