Langsung ke konten utama

Pendidikan Seksualitas (3)

Masih tentang pemahaman seksualitas pada anak.

Duh, berat. Namun sesuai materi yang dibagikan Insyaallah sedikit-sedikit sudah mulai ibu terapkan pada 2H.


Kebiasaan menutup aurat semenjak sekarang. Memakai handuk setelah mandi ke kamar atau langsung membawa baju ke kamar mandi. Mengenalkan apa itu mahram, siapa saja mahramnya. Menekankan, "siapapun tidak boleh memegang badanmu, apalagi bagian aurat."

Kemaluan mereka saya sebut aurat. Bagian tubuh yang tidak boleh dilihat siapapun. Mungkin menunggu beberapa tahun lagi baru memperkenalkan nama sebenarnya, hehehe.

Nah, kebetulan kemarin Uda cerita tentang cewek dan cinta. Baru kelas 1 SD ini, ya Rabb.

"Kata si itu, Bu, cewek itu cintanya dia." Uda cerita sambil tertawa-tawa berdua dengan Uni. Saya yakin tertawa mereka karna baru mendengar kata yang baru, bukan karena ceritanya.

Uda dan Uni memang sereceh itu. Mendengar kata baru bisa terbahak-bahak. Saya jadi ikutan tertawa mendengar keseruan mereka.

Setelah tawa mereka mulai reda, barulah ibu nanya, "Uda Uni tau apa arti cewek itu?"

Benar 'kan mereka sama sekali tidak tahu artinya.

"Kalau cinta?"

"Cinta itu yang luv-luv itu 'kan, Bu?

Pikiran mereka gambar hati. Hahaha.

"Cewek itu sama dengan perempuan, padusi kalau di kita. Boleh gunakan kata cewek tapi lebih bagus pakai kata padusi atau perempuan. Oke?"

Mereka cuma angguk-angguk.

"Kalau cinta itu gimana, Bu?" tanya Uda kayaknya memang penasaran sedari tadi.

"Cinta itu sama dengan sayang. Tapi sayang banget. Bilang gini sama teman Uda, cinta itu cuma pada Allah, Nabi Muhammad, trus sama ayah-ibu."

"Kalau ke cewek, Bu?"

"Boleh tapi kalau udah nikah. Udah besar kayak ayah. Ayah cinta ke ibu, atuk ke nenek. Yang seperti itu."

"Brarti Hasyim cinta ke istri Hasyim besok kalau udah besar ya, Bu?"

Ibu terperangah, Nak. Tawa ibu jadi lepas.

Ais, kenapa jadi susah gini? Apa dibiarkan seperti saya dididik dulu? Tahu dengan sendirinya?

Makin menakutkan.

Bismillah sajalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg