Langsung ke konten utama

Terdiamnya Sang Ayah

Mumpung Uda di rumah, mata juga terasa berat, Hasyim pun sedang enteng bermain bersama kakak sepupu, Nasywa.

Saat mata mulai melemah, terdengar rengekan Hasyim pada Ayah. Ternyata nak Bujang mau minum, tapi si Ayah malas banget terdengar untuk ambil ke belakang.

"Kakak, tolong ambil minum Hasyim, ya,"

"Ya, Om."

Terdengar Hasyim protes, "Ndak, Cim ja."

"Oh, Hasyim aja, Kak. Temani ya, Kak." Terdengar lagi respon si ayah.

"Ya, Om," jawab Kakak lagi.

Ternyata Hasyim masih protes, "Ndak temankan Kakak, Cim ndili."

"O Hasyim sendiri aja, Kak."

Tidak lagi terdengar jawaban si Kakak. Mungkin bingung.

"Cim yang ambil ndili. Ayah yang temankan," lanjut Hasyim dengan suara merengek pada Ayah.

Setelahnya terdengar suara langkah kaki ke arah belakang.


Di lain hari.

Hasyim tampak bosan dengan mainannya, mendekat pada ayah yang sedang bermain hp.

"Li tue kita, Yah," ucapnya lemah sambil memanjat ke pangkuan sang ayah.

"Nanti ya, Nak," jawab si Ayah masih menatap hp.

"Kini, Yah. Cim lapal."

"Hasyim makan nasi, Bu." Kali ini mengikut-sertakanku agar bisa terlepas dari nak Bujang.

Aku diam.

"Dah makan tadi, Yah. Cim lapalnya mau tue." Anak hebat.

Hakz.

"Uang ayah gak ada," balas ayah mulai kehabisan alasan.

"Dalam saku cana Ayah ada."

Semangat, Nak!

"Dah habis."

Ish, ayah, ni. Bohong.

Hasyim jadi terdiam. Aku menatap iba pada nak Sulung. Ternyata dia masih ada jawabannya.

"Kita beli duit dulu, yuk Yah."

Yeayyy ... Hasyim menang lagi.


Dilain waktu.

Rumah berserakkan. Lego ada di mana-mana. Ibu lelah, ambil posisi tidur cantik. Saat mata mulai terpejam terdengar sang ayah menyuruh merapikan mainan.

"Siapa yang mau nambah pahala?"

Duo H bersorak mengangkat tangan.

"Kalau gitu, kumpulkan legonya."

Hening.

"Gak ada yang mau?"

"Capek, Yah," jawab nak Gadis.

"Ayah aja yang kumpulin lego, kan Ayah jadi banyak dapat pahala."

Tidak ada lagi terdengar suara si Ayah. Duo H pun kembali terdengar bermain seperti sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg