Langsung ke konten utama

Bajaringan dan Baja Ringan

"Ayah berencana mau buat tempat duduk di halaman depan," ungkap ayah nak-anak suatu malam.

"Bagus, tuh," responku semringah. "Mang banyak besi berlebih, Yah?"

"Baja ringan aja," jawabnya lalu kembali sibuk dengan hp.

Sementara diri ini mikir, 'bajaringan? Rancangannya? Au ah.'

Aku tidak mengerti maksud si ayah, juga tidak ambil pusing. Perbesian sangat tidak menarik bagiku anak informatika, berbeda dengan si Uda yang memang latar belakangnya jurusan teknik mesin.


Sejak mendengar kata bajaringan tempo hari dari Uda, entah mengapa aku semakin sering mendengar kata yang menjadi ajaib bagiku itu. 'Bisa ya, atap dibuat bajaringan?'

Seperti sebelumnya, aku tidak ambil pusing. Hingga suatu hari, Atuk nak-anak minta tolong membuat kanopi teras rumah menggunakan bajaringan. Wuih ... keren tuh, bisa bebas internetan kalau nginap, pikirku senang.

Lalu kusampaikan pesan sang Atuk pada Uda, "Papa minta tolong buat kanopi, Da. Pake jaringan se."

Uda yang sebelumnya lagi hitung uang untuk membeli bahan pesanan orang, berhenti lalu menatapku. Keheranan sekilas tampak di raut wajahnya, "baja ringan?" tanyanya seperti memperbaiki kataku, atau mempertegas.

"Yo," jawabku juga dengan nada keraguan. 'Sama saja 'kan pake jaringan dengan bajaringan?'

Itu pertanyaan entah kenapa pula tidak kutanyakan langsung pada Uda. Masih saja berpikir dalam hati (jiah ... mikir pake hati, bukan dengan otak) dan tidak dipikirkan lebih lanjut. Dalam pikiran, membuat atap lalu dipakaikan jaringan internet.

[Oke kecek Uda, Pa. Pakai jaringan.] WA-ku pada Papa memberi jawaban.

[Baja ringan.] Papa membalas memperbaiki. Jelas tertangkap maksud papa memperbaiki chatku.

Dari sanalah aku mengerti maksud Uda baja ringan selama ini. Baja ringan, Zi! Bukan bajaringan. Elah. Hahahaha.

Beruntung tidak bertanya langsung pada Uda. Malu aku tuh.


Awal ber dalam bahasa Minang itu ba.

Awalan ber bisa mempunyai arti memakai atau menggunakan.

Jadi dalam pemikiranku, bajaringan itu berjaringan internet. Namanya anak informatika mendengar jaringan, connect-nya tentu pada jaringan internet.

Ternyata akunya yang sinyal lemah.

Ketawah ajah sanah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg