Langsung ke konten utama

Fiksi Mini

Aku ingin menjadi penulis terkenal, yang setiap tulisannya disukai para pembaca. Tidak hanya sekedar pujian pada tulisanku, aku bertekad diriku pun disanjung.

Maka aku bergabung ke semua grup kepenulisan online, bahkan mencakup literasi. Setiap tulisan anggota grup kubaca, kupelajari, lalu kulatih menulis dengan tema yang sama.

Bangun tidur, siang hari, senja, bahkan mata hampir terlelap kuberusaha untuk selalu merangkai aksara. Tulisan yang kupos di setiap akun media sosial mulai mendapatkan respon yang heboh dari teman-teman sesama penulis. Tidak hanya mempublish tulisan, kumenyempatkan diri untuk memberi jejak pada tulisan teman-teman. Memberi react atau komentar yang tentu tujuanku agar dikenal.

Setahun kemudian.

Keinginanku tercapai. Memiliki tulisan yang disukai para pembaca, pun diri yang selalu disanjung mereka. Namun hatiku masih belum merasa puas, karena setiap postinganku belum mencapai react atau komentar ribuan, seperti para penulis yang hanya curhat itu.

Aku semakin sering update tulisan atau sekedar mempos kegiatan yang sedang kukerjajan. Namun tetap saja react dan komen yang kudapat hanya ratusan.

Setiap hari ada yang terasa kurang di hati ini. Rasanya dinding beranda itu sudah penuh aku corat coret, tapi kenapa hatiku merasa tidak cukup juga?

Sejenak terdengar bunyi pintu dibuka. Melihat siapa yang menatap, wajahku seketika semringah. "Mama!" Aku menghampiri beliau dan bergelayut manja. "Aku butuh dinding beranda baru. Lihat, dinding kamarku sudah penuh."

Namun tatapan yang diberikan malah tatapan sendu, tampak sekali kesedihan yang dia rasakan. "Nak, kita ke rumah sakit, ya?"

Dahiku berkerut mendengar penuturan yang sama sekali tidak kumengerti, tetapi perasaanku langsung bergejolak saat tiga orang laki-laki berpakaian putih datang menghampiri.

Sesaat sebelum orang-orang berpakaian putih itu menyeretku keluar rumah, kutatap dinding kamar yang bercat biru putih. Gambar hati berwarna merah, wajah orang tertawa, dan jempol berwarna biru mendominasi dinding yang penuh dengan angka. Setidaknya aku sudah mendapatkan ribuan like, love di dinding itu senyumku puas dan tertawa lepas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg