Langsung ke konten utama

Aku dan COC

COC, IPers pasti kenal dengan dia. Kalau aku pribadi, mendengar tiga huruf itu sedap-sedap ngeri, gitu. Sedap karena COC itu sebuah aturan berperilaku di dalam komunitas Ibu Profesional. Ngeri karena pemakaian katanya yang sedikit ... ekstrim.

Iya, ekstrim. Contohnya, kata bermartabat. Biasanya penggunaan kata ini mengandung makna dengan strata yang sedikit tinggi. Contoh lain, nista. Kata yang tadi memiliki strata tinggi, kemudian bertemu dengan strata yang jauh ke bawah. Jatuh, gitu. Sakit? Gak, kalau IPers gak ada niat uji nyali dengan COC.

Seekestrim itu? Gak juga, sih. Yang namanya hidup tentu ada aturan yang harus ditaati agar tenang, damai, dan selamat 'kan ya? Layaknya hidup yang diatur dengan agama. Tanpa agama, hidup tidak akan tahu arah dan tujuannya. Tidak tahu mana yang bisa menyelamatkan, mana yang tidak. Tanpa agama, mungkin tidak ada ketenangan dan kedamaian.

Begitu juga hidup berkomunitas di Ibu Profesional, COC-lah yang menjadi arahan agar tidak terjadi gesekkan atau istilah umumnya miss-communication di antara member.

Duh, jadi ke mana-mana.

Jadi, apa jurnal Ibu 3H terkait COC ? Gak ada.

Krik
Krik
Krik

Kalau begitu, aku cerita ala kadarnya aja ya, bagaimana tanggapanku tentang Code of Conduct (COC) Ibu Profesional.

Jangankan untuk sebuah komunitas, pergi ke arisan aja, sekarang ada dress code-nya ya, Buibu? Apalagi untuk sebuah komunitas yang membernya sudah diluar jangkauan tangan secara langsung. Sejauh ini, tidak ada yang protes sih, dengan adanya COC ini. Hanya saja, adanya kesalah-pahaman penggunaan kata.

Aku gak sengaja nemu salah satu blog mantan IPers yang resign dari IP, hanya karena salah paham penggunaan kata. Beliau tidak terima adanya kata bodoh, dan nista di dalam sebuah hukuman jika tidak mengikuti COC.

Jika penjelasan dari petinggi-petinggi IP, pemakaian kata bermakna negatif itu agar sikap IPers tidak sampai pada tahap kata negatif tersebut. Baik ya, tujuannya.

Namun, Allah menciptakan manusia dengan keunikkannya sendiri. Tinggal bagaimana, kita--manusia--memaknai setiap hal, dari yang terkecil hingga besar, seluas alam semesta dengan jiwa yang lapang, atau memandangnya dengan pikiran yang ... picik?

Kembali lagi, menurutku, sah-sah saja Bu Septi menggunakan kata apapun yang ingin Beliau sematkan pada peraturan komunitas. Apalagi, zaman sekarang banyak orang, tak terkecuali "emak-emak" yang bandel, mada bahasa Minangnya.

Mungkin, dengan kata yang sedikit berdiksi negatif membuat dia akan mematuhinya. Demi, ketenangan dan kemajuan sebuah komunitas.

Suatu hal yang wajar juga, jika ada yang tidak setuju. Hanya saja, aku sedikit tersenggung dengan sesembak yang mengkritik COC hingga memilih keluar dari IP itu.

Beliau malah mengatakan IPers itu bodoh hanya karena menerima begitu saja COC.

Maaf vro, jiwa kami tidak sesempit itu.

Dan kami, tidak pernah menganggap Ibu Profesional tersebut sebuah institut pendidikan, lho. Bahkan, sejauh ini, apalagi di new chapter 2020, aku merasa semakin menemukan sesuatu yang terpendam di diri ini.

Eh, itu aku sih. 'Kan ceritanya, aku dan COC.

Oke, jadi ke mana-mana lagi. Agak emosi membaca tulisan sesembak ini, dia yang merasa terbodohi, orang lain juga dibilang bodoh.

Ya sudah lah, ya.

Aku jadi ingat beberapa kali merasa sedikit terhalang oleh COC. Di sini, aku merasa COC sedikit kaku.

Aku memilih kelas literasi dan bahasa di kampung komunitas IP Padang. Sebelumnya, aku otodidak belajar literasi dari dunia maya, dari mana saja. So, aku sering mendapat colekan dari teman literasi dumay, tentang event-event menulis yang berujung melahirkan sebuah buku. Jiwa penulis mana sih, yang gak bermimpi mewujudkan tulisannya menjadi sebuah buku?

Maka, saat jiwa berbagiku meronta ingin share pada teman-teman sehobi, eh malah tersandung COC yang tidak memperbolehkan berbagi info selain dari IP. Sementara, IP jarang mengadakan event menulis.

Lewat jalur pribadi aja, sarannya. Capek dong, sis, harus japri belasan orang. Boleh share info tapi jelas sumbernya. Semua info event yang aku dapat, sumbernya jelas. Tapi, ternyata tetap tidak diperbolehkan.

Di mana kaki berpijak, di sanalah langit dijunjung. Benar?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg