Langsung ke konten utama

Ibu Menjadi Ustadzah

"Astaghfirullah Nak ... tiga jam Ibu bujukkin Uda biar mau rekam suara. Merekamnya bahkan ndak sampai satu menit."

Itu monolog Ibu setelah Hasyim mau mengerjakan tugas dari sekolah. Hasyim semangat mengerjakan semua tugas sekolah, kecuali kalau diminta direkam suara apalagi video.

Sudah dua pekan pembelajaran Uda dan Uni berlangsung di rumah. Satu kali dalam sepekan ke sekolah hanya 30 menit, untuk setoran hafalan Quran. Hanya itu. Selebihnya, ustadzah mereka akan mengirim materi dan tugas via aplikasi WA.

Sebelumnya, ibu hanya membaca status-status para buibu bagaimana keluhan mereka selama anak-anak belajar di rumah. Cuek gitulah Ibu 3H kemarin-kemarin itu. Sekarang, baru terasa bagaimana harus sabar menghadapi dua murid beda angkatan sekaligus. Rasain. Astaga 😳

Adaaa saja alasan mereka. Si Uni yang mau ngerjain tugas udalah. Si Uda yang mau mewarnai kayak Unilah. Si Uni yang minta bantuan Uda ngerjain tugasnya. Ditambah si Bayi yang minta dikASIhi saat pembelajaran Uda Uni berlangsung. Tiap sebentar bilang panek, istirahat nta. Bahkan, ada tugas yang selesai baru menjelang mereka tidur.

Jangan tanya bujukkan yang Ibu ucapkan, melebihi 1001 cerita malam, babayo.

Mungkin lain cerita dengan anak-anak yang tingkat SMP dan SMA, ya. TK dan SD memang butuh kesabaran ekstra. Wajar, beberapa orang tua meminta sekolah dibuka. Anak mereka berapa? Belum lagi pekerjaan rumah yang tidak pernah habisnya. Yang ter ... ter ... itu, anak di rumah lebih gampang menguarkan emosinya dari pada ke gurunya.

Bagi Ibu 3H sendiri, yang paling susah itu adanya tugas hafalan. Hasyim dan Hafshah masih dengan pendiriannya, tidak mau direkam. Sehingga semakin susah mengajak mereka untuk sekedar murojaah. Sungguh benar, syaitan itu musuh yang paling nyata bagi kita. Boleh mengumpati setan gak?

Astaghfirullah.

Sumber : facebook

Walaupun demikian, Ibu memilih anak-anak tetap sekolah dari rumah. Sampai saat ini, kita tidak tahu bagaimana kondisi di luar. Mencari aman. Dari keadaan ini, si Ibu semakin kreatif dalam mendidik anak, si Ibu tidak lagi menjadi kaum rebahan, semakin bisa mengelola emosi negatif, menjadi semakin banyak berdoa, mudah-mudahan menjadi ladang pahala, bekal amal untuk nanti. Aamiin.

Dari situasi ini juga, diri menjadi lebih empati dan bersyukur. Bagaimana mereka yang untuk makan sehari-hari saja susah, apalagi untuk membeli kuota? Yang tidak punya hp? Yang anaknya banyak? Namun, Allah Maha Tahu akan hambanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg