Langsung ke konten utama

Diary Ramadhan

1 Ramadhan 1437
22 : 03

Apa kabar hati? Apa kabar Ramadhan? Apa kabar puasa?
Apakah masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya?
Mungkin hanya hati yang bergeming, yang banyak berubah.
Ya, saya tau, kamu sangat rindu dengan Ramadhan. Kamu rindu dengan aroma puasanya. Maaf jika baru tahun ini kamu aku mantapkan kembali menyentuh puasa.

3 tahun sudah saya tidak menuaikan ibadah puasa. Apa yang kamu pikirkan? Cobalah untuk selalu berpikir yang baik sebelum tau yang sebanarnya. Walaupun kerap kali duluan yang negatif berkomentar dari pada yang baik. Tidak apa-apa, langsung saja ralat, istighfar..

Iya, sudah 3 tahun saya tidak menyentuh puasa di bulan penuh berkah ini. Disengaja dan sadar saya lakukan, ketika perut berisi nyawa kecil yang bergantung pada konsumsi makanan yang saya makan. Iya, saya hamil pada 2 tahun yang lalu.

(Ah, terlalu panjang cerita pembukamu :p)

Hehe..itu baru pembuka. Belum inti cerita saya. Sebenarnya tidak masalah ketika hamil pun ikut berpuasa. Begitu komentar beberapa mulut, saya pun tersenyum. Iya tak mengapa, jika si ibu sehat begitupun si calon bayi. Saya? Kuat. Tapi kasihan si caby yang ternyata meminta lebih dari cadangan makanan yang ada. Jadilah fidiyah pengganti puasa saya.

Masuk tahun berikutnya. Masih sama, ketika si kecil masih bergantung pada saya. Asi masih menu utama, dan rasanya berkurang saat siang hari. Kembali, fidiyah yang mengganti puasa saya.

Dan tahun kemarin, tak ada lagi asi hanya saja kembali ada nyawa kecil yang diamanahkan Nya pada saya. Alhamdulillah.. Masih dengan cerita yang sama 2 tahun sebelumnya, ditambah melakoni si kecil yang belum genap 2 tahun. Ya Allah.. Engkau tau hamba yang lemah ini sanggup.

Kini, rasanya tak sanggup menahan rindu ingin menyentuh puasa. Insyaallah, Allah tau saya sanggup!

Puasa tidak sekedar puada menahan lapar dan haus yang saya niatkan. Segala macam yang negatif saya harus puasa, terutama emosi..

Krik krik krik... zZzz.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

.sungai jambu.

apa yang terfikirkan oleh mu jika membaca judul HARAKA kali ini? kelamaan mikirnya, baca aja cerita HARAKA kali ini tentang "Desa ku yang Permai" hahaha... Sungai Jambu adalah sebuah nama nagari di Batu Sangkar. nagari ini terletak di pinggang gunung Marapi [ketinggian ±700 meter dari permukaan laut] , kecamatan Pariangan, Sumatera Barat. nagari yang sungguh menakjubkan, yakin de siapa pun yang pernah ke sana tak akan pernah bosan dengan alamnya, eksotis banget, Subhanallah sangat [terkagum-kagum]. Sungai Jambu termasuk nagari tertua di Sumatera Barat, dialiri oleh 3 batang sungai dan dilatar belakangi oleh Gunung Marapi . bagaimana zee bisa kenal dengan desa ini? jawabannya adalaaaaahh... taraaaaa... [dasar zee stres] itu kampung halaman zee, hehe... di desa ini mama tercinta dilahirkan dan dibesarkan. nah, bagi yang suka narsis, sampe capek silahkan berfutu-futu ria, tak kan pernah puas. zee aja setiap pulkam ga pernah puas berfutu-futu [ntah apa karna futu grafernya y

ku persembahkan untuk...

Alhamdulillahirabbilalamin... akhirnya zii terbebas juga dari kertas-kertas bermasalah [istilah skripsi oleh 2 sobat maya..] mau pamer halaman persembahan ni ceritanya, reading-reading aja yah :) “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.  (QS. Lukman: 27) Alhamdulillahirrabil’alamin Sebuah langkah usai sudah Satu cita telah ku gapai Namun… Itu bukan akhir dari perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan Setulus hatimu mama, searif arahanmu papa Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,

Reuni (POV Dezia)

Aku mengatakannya sebagai preman kampus tapi dia dikenal sebagai kapten. Rambut panjang sebahu, wajahnya seroman rambo, sangar tapi tampan. Tidak ada yang tidak mengenalnya, bahkan angkatan setelah dia lulus. Kata teman perempuannya sikap kapten Gema itu membuai tapi bangsat. Kata teman laki-lakinya Gema itu teman yang asik disegala suasana. Maka tak heran saat ini semua mata tertuju padanya yang berjenggot dan bercelana cingkrang, juga aku yang berniqab. Semua orang seakan tidak percaya pada apa yang dilihatnya. "Wess ... akhirnya Kapten kita hadir juga." Sapaan dari arah barat menghentikan langkah kami. Genggaman di tanganku terasa semakin erat saat langkah dibimbing Bang Gema ke arah panggilan tadi. Aku mengenal mereka sebagai teman dekat Abang selama kuliahnya. Sama-sama salah jalan. Dulu. Sindiran dan tawa menjadi pembuka saat kami sampai di sana. Beberapa kali tertangkap Abang melirik ke arahku. Aku tahu dia khawatir, aku bahkan lebih mengkhawatirkan hati kusendiri. Deg